Newsletter

Pekan Penuh Guncangan, Pasar Keuangan RI Siap?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
02 May 2023 06:00
ihsg
Foto: Foto multiple exposure karyawan berswafoto di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022).  Jumlah investor pasar modal Indonesia bertambah signifikan dibandingkan 2021. Berdasarkan data KSEI per 3 November 2022, jumlah investor pasar modal yang mengacu pada Single Investor Identification (SID) telah mencapai 10.000.628 atau naik 33,53% dari 7.489.337 di akhir 2021. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
  • Pasar keuangan Tanah Air cenderung bergairah sepanjang pekan lalu atau setelah libur lebaran 2023.
  • Wall Street berakhir terkoreksi cenderung tipis pada perdagangan Senin kemarin.
  • Pelaku pasar akan memantau ketat rilis data ekonomi AS sebagai penentu sikap The Fed dan inflasi di Indonesia yang diperkirakan melonjak setelah libur Lebaran 2023.

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdagangan pasar keuangan Tanah Air pada pekan lalu hanya berlangsung selama tiga hari, setelah libur panjang dalam rangka Lebaran 2023 atau Idul Fitri 1444 H.

Meski hanya berlangsung selama tiga hari saja, tetapi pasar keuangan dalam negeri pada pekan lalu terbilang menggembirakan, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan Surat Berharga Negara (SBN) kompak bergairah.

Kinerja cemerlang pasar keuangan RI diharapkan kembali terulang hari ini di tengah banyaknya sentimen dari dalam ataupun luar negeri. Selengkapnya mengenai sentimen pasar keuangan dalam negeri hari ini bisa dibaca pada halaman 3 dan 4 artikel ini.

IHSG sepanjang pekan lalu yang hanya berlangsung selama tiga hari saja tercatat melesat 1,38% secara point-to-point (ptp).

Namun pada perdagangan Jumat (28/4/2023) pekan lalu, IHSG ditutup melemah 0,43% di posisi 6,915,716.

Data pasar menunjukkan investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy)hingga mencapai Rp 4,01 triliun di seluruh pasar sepanjang pekan lalu.

Sedangkan untuk rupiah, sepanjang pekan lalu melesat 1,18% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point (ptp). Pada perdagangan akhir pekan lalu, mata uang Garuda ditutup menguat 0,24% di level Rp 14.665/US$.

Sementara di pasar obligasi pemerintah RI atau surat berharga negara (SBN), harganya terpantau menguat dan yield-nya mengalami penurunan sepanjang pekan lalu, menandakan bahwa investor cenderung memburunya.

Mengacu pada data Refinitiv, SBN bertenor 5 dan 10 tahun menjadi yang paling banyak diburu oleh investor, terlihat dari turunnya yield yang cukup signifikan hingga belasan persen.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

 

Setelah libur lebaran, biasanya kondisi pasar masih cenderung sepi karena beberapa masyarakat masih ada yang belum kembali ke daerah perantauan.

Apalagi, akhir pekan lalu terbilang ada libur selama tiga hari dalam rangka hari buruh yang jatuh kemarin, sehingga banyak orang yang ingin memperpanjang liburan dengan mengambil cuti.

Meski begitu secara historis, terutama di IHSG, pergerakannya setelah libur lebaran baru akan kembali ramai sekitar sepekan atau dua pekan setelah Hari Raya, sehingga pada pekan ini sepertinya pelaku pasar kembali masuk ke market. Apalagi sentimen global termasuk di dalam negeri cenderung ramai pada pekan ini.

Di lain sisi, menguatnya pasar saham Tanah Air dipicu oleh sentimen positif yang mengguyur pasar keuangan Indonesia. Dari dalam negeri, sejatinya terdapat suntikan positif dari data realisasi investasi pada kuartal I-2023.

Kinerja perusahaan pada kuartal I yang masih kinclong juga diharapkan bisa menopang kinerja IHSG. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada kuartal IV-2022 melonjak 30,3% menjadi Rp 314,8 triliun.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Loyo Setelah JPMorgan 'Caplok' First Republic Bank

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup terkoreksi pada perdagangan Senin awal pekan ini, di tengah penantian investor terkait serangkaian data ekonomi untuk memberikan sinyal suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pekan ini.

Selain investor menanti sinyal suku bunga The Fed, adanya penyitaan First Republic oleh pemerintah selama akhir pekan dan penjualan bank berikutnya ke JPMorgan Chase turut membebani Wall Street kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,14% ke posisi 34,051.70, S&P 500 turun tipis 0,04% ke 4,167.87, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,11% menjadi 12,212.60.

 

Saham JPMorgan Chase melesat 2,1%, setelah muncul sebagai pemenang lelang akhir pekan untuk First Republic.

Bank besar itu telah mengakuisisi semua simpanan pemberi pinjaman First Republic yang bermasalah dan "sebagian besar aset".

Kesepakatan ini menandakan bahwa JPMorgan Chase, yang telah menjadi salah satu bank terbesar di AS, akan menjadi lebih besar lagi.

CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon mengatakan bahwa kesepakatan itu menyelesaikan sebagian besar kejatuhan di sektor perbankan yang telah dimulai sejak keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) pada Maret lalu.

"Hanya ada begitu banyak bank yang offside dengan cara ini. Mungkin ada satu lagi yang lebih kecil, tapi ini menyelesaikan semuanya, bagian dari krisis ini sudah berakhir," ujar Dimon, dikutip dari CNBC International.

Sebelumnya, First Republic melaporkan pekan lalu bahwa simpanan anjlok lebih dari 40% pada kuartal pertama 2023, memicu penurunan lebih lanjut pada saham yang sudah kesulitan.

Saham telah turun 97% sejak awal tahun. Saham sempat disuspensi pada perdagangan Senin kemarin.

 

Di lain sisi, investor akan menanti beberapa perusahaan teknologi besar yang merilis kinerja keuangan pada kuartal I-2023 pekan ini, seperti raksasa teknologi Apple dan headliner lainnya yakni Qualcomm dan AMD.

Laporan pendapatan dari perusahaan teknologi besar turut mendominasi para investor belakangan. Ini memicu narasi bahwa pendapatan lebih baik daripada yang ditakuti, meskipun banyak kekhawatiran ekonomi makro lebih luas.

Sejauh ini, sedikit lebih dari separuh perusahaan S&P 500 telah melaporkan pendapatan, dengan lebih dari 79% dan sekitar 72% masing-masing melampaui ekspektasi pendapatan dan penjualan.

Pendapatan kuartal pertama saat ini berada di jalur penurunan 3,7% untuk periode tersebut, penurunan yang lebih kecil dari penurunan 6,7% yang diproyeksikan pada 31 Maret, menurut data FactSet.

Sementara, saat ini investor tengah cemas menunggu keputusan kenaikan suku bunga terbaru dari The Fed, yang akan keluar pada Rabu mendatang, atau di akhir pertemuan kebijakan bank sentral edisi Mei yang akan dimulai Selasa besok.

Pada Minggu malam, sekitar 79% investor mengantisipasi kenaikan suku bunga 25 basis poin (bp), menurut alat FedWatch CME Group.

Wall Street akan memantau dengan cermat pernyataan dari Ketua The Fed Jerome Powell yang akan memberikan petunjuk tentang jalur kebijakan bank sentral ke depan.

Di sisi ekonomi, hari ini para investor cenderung masih akan memasang mode wait and see memantau rilis data tenaga kerja seperti data Survei Bukaan Kerja dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTS) periode Maret 2023.

Diperkirakan jumlah lowongan kerja akan turun menjadi 9,7 juta pada Maret, dari sebelumnya sebesar 9,93 juta pada Februari lalu, yang artinya angkanya akan menjadi yang terendah dalam dua tahun.

Sebelumnya kemarin, data aktivitas manufaktur AS yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi ISM periode April lalu memang sudah membaik, tetapi masih berada di zona kontraksi.

PMI manufaktur ISM AS pada bulan lalu naik menjadi 47,1, dari sebelumnya pada Maret lalu di angka 46,3. Angka ini juga lebih baik dari prediksi pasar dalam survei Dow Jones yang berada di angka 46,7.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya adalah kontraksi sementara di atasnya ekspansi.

Namun rinciannya, mungkin cukup meresahkan bagi pejabat The Fed yang ingin mengendalikan inflasi.

Indeks harga naik 4 poin menjadi 53,2%, kembali ke wilayah ekspansi, sedangkan indeks ketenagakerjaan meningkat 3,3 poin menjadi 50,2%.

Sedangkan persediaan, yang merupakan hambatan signifikan pada pertumbuhan kuartal pertama, turun 1,2 poin menjadi 46,3% sementara pesanan baru naik 1,4 poin menjadi 45,7%.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Pasar Global Pada Hari Ini

Di global pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street pada perdagangan awal pekan ini.

Pasar keuangan AS masih dibuka meski kemarin ada Hari Buruh International. AS sendiri merayakan Hari Buruh pada 4 September mendatang.

Meski terlihat terkoreksi, tetapi Wall Street sejatinya masih cenderung volatil. Hal ini karena investor cenderung wait and see menanti sikap The Fed, meski mereka sudah memprediksi bahwa The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya.

Pada Minggu malam, sekitar 79% investor mengantisipasi kenaikan suku bunga 25 basis poin (bp), menurut alat FedWatch CME Group.

Wall Street akan memantau dengan cermat pernyataan dari Ketua The Fed Jerome Powell yang akan memberikan petunjuk tentang jalur kebijakan bank sentral ke depan

Di lain sisi, data aktivitas manufaktur AS terlihat mulai kembali pulih tetapi masih berada di jalur kontraksi.

Data PMI manufaktur AS versi ISM periode April naik menjadi 47,1, dari sebelumnya pada Maret lalu di angka 46,3. Angka ini juga lebih baik dari prediksi pasar dalam survei Dow Jones yang berada di angka 46,7.

Meski naik, tetapi PMI manufaktur AS masih berada di zona kontraksi hingga bulan lalu, menandakan bahwa sektor manufaktur di AS masih belum sepenuhnya pulih.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya adalah kontraksi sementara di atasnya ekspansi.

Setelah melihat bahwa data manufaktur Negeri Paman Sam, pasar juga cenderung masih wait and see menanti pengumuman suku bunga The Fed dan rilis beberapa data ekonomi dan tenaga kerja lainnya.

Pada Selasa hari ini, Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) akan merilis Survei Bukaan Kerja dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTS) untuk Maret 2023, yang akan melacak jumlah total lowongan kerja, perekrutan, pengunduran diri, dan pemutusan hubungan kerja dalam sebulan.

Diperkirakan jumlah lowongan kerja akan turun menjadi 9,7 juta pada Maret, dari sebelumnya sebesar 9,93 juta pada Februari lalu, yang artinya angkanya akan menjadi yang terendah dalam dua tahun.

Pada Rabu waktu AS, perusahaan penyedia gaji ADP akan merilis Laporan Ketenagakerjaan Nasional AS periode April, yang melacak data gaji sektor swasta.

Diperkirakan bisnis swasta akan menambahkan 135.000 posisi, dibandingkan dengan penambahan 145.000 posisi pada Maret lalu.

Hal tersebut bisa menjadi pedoman awal investor sebelum rilis laporan Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat mengenai lapangan kerja non-pertanian (non-farming payroll/NFP).

Diperkirakan jumlah lapangan kerja hanya akan naik 178.000 pada April, yang artinya peningkatannya adalah yang paling rendah sejak Desember 2020 yang kehilangan 268.000 posisi.

Hal ini menunjukkan adanya perlambatan ekonomi dan pelonggaran pasar tenaga kerja yang selama setahun terakhir tetap ketat seiring The Fed mengerek suku bunga.

Akhirnya, pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, investor akan menanti keputusan komite rapat FOMC (Federal Open market Committee) The Fed soal suku bunga.

Diperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan federal funds rate (FFR) sebesar 25 basis poin (bp) menjadi kisaran 5% hingga 5,25%.

Hal ini disebut analis dan ekonom bisa menjadi peningkatan suku bunga terakhir dalam upaya pengetatan ala The Fed selama setahun ini.

Sejak Maret tahun lalu, The Fed telah menaikkan suku bunga sebesar 475 bp dalam upaya untuk menahan inflasi tertinggi Negeri Paman Sam dalam empat dekade.

Selain dari AS, beberapa rilis data ekonomi cukup penting lainnya di global juga akan dirilis pada hari ini.

Di Asia-Pasifik, data seperti inflasi Korea Selatan, data PMI manufaktur Korea Selatan, dan kebijakan suku bunga bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia) akan dilakukan pada hari ini.

Sedangkan di Eropa, data PMI manufaktur di Uni Eropa dan Inggris serta inflasi di Uni Eropa juga perlu dicermati oleh pelaku pasar.

Data-data di Eropa ini akan menjadi acuan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) dan bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) dalam menentukan kebijakan moneter berikutnya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Inflasi, Sentimen Pasar Utama dari Dalam Negeri Hari Ini

Sementara di dalam negeri, inflasi Indonesia pada periode April 2023 juga akan dirilis pada hari ini. Inflasi Indonesia diproyeksi melonjak pada April sejalan dengan periode musiman Ramadan dan Lebaran.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, dari 11 institusi memperkirakan inflasi April 2023 akan menembus 0,47% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Inflasi akan lebih tinggi dibandingkan pada Maret 2023 yang tercatat 0,18%.

Hasil polling juga memperkirakan inflasi (year-on-year/yoy) akan menembus 4,48% pada bulan ini. Inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Maret yang tercatat 4,97%.

Sebagaimana diketahui, umat Islam Indonesia mengawali puasa pada 22 Maret dan merayakan Hari Raya Idul Fitri pada 21/22 April 2022.

Periode Ramadan dan Lebaran merupakan puncak konsumsi di Indonesia sehingga inflasi biasanya akan melejit.

Lonjakan permintaan diperkirakan terjadi pada pertengahan April setelah Tunjangan Hari Raya (THR) turun serta persiapan Lebaran mencapai puncak.

Dalam enam tahun terakhir, rata-rata inflasi periode Ramadan ada di angka 0,42%. Lonjakan inflasi menjadi momok tersendiri karena bisa menekan daya beli. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan mengibaratkan inflasi seperti hantu.

Selain itu, pada hari yang sama akan dirilis pula data PMI manufaktur RI versi S&P Global yang diproyeksi masih di area ekspansi, kendati lebih rendah dibandingkan Maret.

PMI manufaktur RI pada periode April diprediksi berada di angka 51,6. Jika demikian, maka PMI manufaktur mengalami penurunan dari periode Maret yang di angka 51,9, berdasarkan survei dari Trading Economics.

Kemudian, pada Jumat akhir pekan ini, investor juga akan mencerna rilis data pertumbuhan ekonomi (PDB) RI per kuartal I 2023.

Proyeksi ekonom yang dihimpun Trading Economics menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan di periode tersebut akan mencapai 5,00%.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I mencapai minimal 5%.

Pertumbuhan ini dapat dicapai karena tingkat konsumsi masyarakat Indonesia pada awal tahun ini masih tinggi dan akan didorong oleh efek musiman bulan Maret ini yang sudah memasuki bulan Ramadhan.

"Kita cukup bagus growth-nya untuk Q-1, proyeksi 5% hingga 5,3% untuk seluruh tahun, untuk Q1 kita masih berharap akan mendekati 5% terutama karena tadi dari consumption masih cukup kuat," ungkapnya dalam konferensi pers APBN KiTa, Selasa (14/3/2023) lalu.

Selain itu, pasar juga masih akan mencerna rilis kinerja keuangan emiten besar di RI pada kuartal I-2023.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data indeks harga konsumen Korea Selatan periode April 2023 (06:00 WIB),
  2. Rilis data indeks harga produsen Korea Selatan periode April 2023 (06:00 WIB),
  3. Rilis data PMI manufaktur Indonesia periode April 2023 (07:30 WIB),
  4. Rilis data PMI manufaktur Korea selatan periode April 2023 (07:30 WIB),
  5. Rilis data inflasi Indonesia periode April 2023 (11:00 WIB),
  6. Keputusan suku bunga bank sentral Australia (11:30 WIB),
  7. Rilis data final PMI manufaktur Uni Eropa versi HCOB periode April 2023 (15:00 WIB),
  8. Rilis data awal PMI manufaktur Inggris periode April 2023 (15:30 WIB),
  9. Rilis data awal inflasi Uni Eropa periode April 2023 (16:00 WIB),
  10. Rilis data JOLTs job openings Amerika Serikat periode Maret 2023 (21:00 WIB).

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (10:00 WIB),
  2. RUPS Tahunan PT Enseval Putera Megatrading Tbk (10:00 WIB),
  3. RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Lima Dua Lima Tiga Tbk (15:00 WIB),
  4. Cum date dividen tunai PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk,
  5. Cum date dividen tunai PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel.

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q4-2022 YoY)

5,01%

Inflasi (Maret 2023 YoY)

4,97%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (April 2023)

5,75%

Surplus Anggaran (APBN Februari 2023)

0,61% PDB)

Surplus Transaksi Berjalan (Q4-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY)

US$ 4,7 miliar

Cadangan Devisa (Maret 2023)

US$ 145,23 miliar

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(chd/chd) Next Article Hari Penentuan Tiba: AS Akan Buat Dunia Menangis atau Ketawa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular