CNBC Indonesia Research

Lahir Sejak Jaman VOC, Kiprah Partai Buruh RI Masih "Lempem"

Tri Putra, CNBC Indonesia
01 May 2023 08:40
Massa buruh dari Partai Buruh menggelar aksi di depan Patung kuda, Jakarta, Rabu, (12/10/2022). Ada 6 tuntutan yang disuarakan dalam aksinya Di antaranya tolak kenaikan BBM dan PHK. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Massa buruh dari Partai Buruh menggelar aksi di depan Patung kuda, Jakarta, Rabu, (12/10/2022). Ada 6 tuntutan yang disuarakan dalam aksinya Di antaranya tolak kenaikan BBM dan PHK. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Partai buruh di Indonesia sudah ada sejak jaman kolonial
  • Kekuatan partai buruh Indonesia sangat lemah meskipun sudah lama terbentuk
  • Buruh tidak pernah menjadi kekuatan nyata dalam percaturan pemilu RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Partai buruh di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Hanya saja, selama ini kekuatannya tidak mampu mengalahkan partai-partai tradisional.

Sejarah panjang tersebut telah terlihat sejak berkembangnya serikat-serikat buruh pada akhir dekade 1920an 1930an, yang mayoritas terkonsentrasi di pulau Jawa.

Pada era kolonial, buruh merupakan istilah bagi kaum pekerja perkebunan, kereta api, kuli, pegawai pemerintah hingga petani.

Kala itu, mengutip John Ingleson (2014), pergerakan buruh Indonesia ditandai oleh aksi pemogokan dan drama konflik antara serikat pekerja, pengusaha, dan negara kolonial.

Aturan hukum represif yang diberlakukan pada 1920 dibuat pemerintah kolonial membuat serikat buruh tidak mungkin mengorganisir pemogokan atau dengan cara apapun untuk mendorong buruh mogok kerja.

Di masa jelang 1945 hingga era Orde Lama, serikat buruh turut terlibat dalam perjuangan kemerdekaan dan ikut mendorong berbagai undang-undang yang melindungi buruh, termasuk waktu kerja delapan jam sehari hingga cuti haid.

Selama Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto organisasi buruh lumpuh, akibat penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965 yang ikut menekan organisasi buruh waktu itu.

Orde Baru berusaha untuk mengendalikan gerakan buruh itu sendiri. Dan pada 1985, pemerintahan Soeharto memaksa semua serikat pekerja untuk bergabung dengan organisasi yang diprakarsai negara dan dikendalikan oleh negara yang disebut Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

Kemudian, gerakan buruh independen mulai kembali bermunculan di dekade 90-an. Pasca-reformasi usai Orde Baru jatuh pada 1998, sejumlah aturan yang cenderung berpihak pada serikat buruh diberlakukan, termasuk Presiden BJ Habibie kala itu meratifikasi Konvensi ILO No. 87 yang menjamin hak berserikat bagi buruh.

Hari Buruh (May Day) 1 Mei sendiri mulai bebas diperingati usai reformasi setelah dilarang di era Suharto.

Seiring dengan itu, runtuhnya Orde Baru membuat gerakan buruh berupaya membentuk partai dan ikut serta dalam pemilu.

Pada pemilu 1999, setidaknya ada sejumlah partai yang mengusung ideologi pro buruh, seperti Partai Buruh Nasional (PBN), Partai Pekerja Indonesia (PPI), Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia (PSPSI), Partai Solidaritas Pekerja (PSP) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Hanya saja, tak ada satu pun dari partai-partai tersebut yang mendapat kursi di parlemen.

Kemudian, pemilu 2004 hanya Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), sebelumnya bernama PBN, yang lolos verifikasi dan lagi-lagi gagal memeroleh kursi, hanya mendapatkan 636 ribu suara (0,56%).

Sementara, pada 2009 hanya ada satu partai yang berhaluan pro buruh, yakni Partai Buruh (PB), kemasan baru dari PBSD. PB hanya memperoleh 265 ribu (0,25%) suara, kembali gagal lolos ke parlemen.

Beberapa tahun berselang, pada pemilu 2014 dan 2019 yang menjadikan Joko Widodo (Jokowi) keluar sebagai presiden RI terpilih dua periode beruntun, tidak ada partai buruh yang ikut serta.

Pada pemilu 2024 mendatang Partai Buruh siap berlaga lagi, merebut suara buruh dan rakyat Indonesia untuk melenggang ke parlemen.

Dalam website resminya, Partai Buruh versi anyar ini mengaku dibangun dan didirikan kembali oleh para pendiri yang berasal dari 4 Konferderasi serikat pekerja terbesar dan 50 Federasi serikat pekerja tingkat nasional, forum guru dan tenaga honorer, dan organisasi petani serta nelayan terbesar di Indonesia.

Biang Kegagalan Partai Buruh Indonesia

Bisa dibilang, kegagalan yang dialami oleh partai dengan ideologi pro buruh selama ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari fragmentasi gerakan hingga konflik internal dalam gerakan buruh sendiri.

Fragmentasi dan konflik tersebut membuat serikat buruh mudah untuk dirayu oleh partai-partai tradisional yang memiliki basis massa lebih besar dengan sejumlah janjinya yang pro buruh.

Berhubungan dengan itu, penyebab lainnya lemahnya posisi Partai Buruh adalah dominasi partai politik yang ada di Indonesia, yang telah membangun basis dukungan dan jaringan yang kuat selama bertahun-tahun dalam aktivitas politik.

Indonesia memiliki lanskap politik yang sangat terfragmentasi, dengan banyak partai kecil dan menengah bersaing untuk mendapatkan perwakilan dalam pemilihan nasional dan lokal. Hal ini menyulitkan partai-partai anyar, termasuk Partai Buruh untuk ikut bertarung di medan pemilu.

Problem klasik lainnya adalah akibat 'tiarap' selama rezim otoriter Orde Baru dan masalah konflik internal seperti disebut di atas, visi misi Partai Buruh sulit beresonansi atau punya kekuatan akar rumput yang lemah dengan segmen pemilih lebih luas.

Banyak pemilih bisa jadi lebih memprioritaskan masalah lainnya, seperti kesejahteraan sosial, atau identitas agama dan budaya, ketika mempertimbangkan preferensi politik mereka.

Mengapa Partai Buruh di Luar Berjaya?

Sebaliknya, apabila melihat partai buruh, misalnya di Australia, Inggris, Jerman, dan negara-negara Eropa bisa dibilang memiliki sejarah lebih panjang.

Sebut saja, di Australia, Partai Buruh memiliki sejarah panjang sejak akhir abad ke-19, dan telah mampu memantapkan dirinya sebagai kekuatan politik yang signifikan karena ikatannya yang kuat dengan serikat buruh dan peran historisnya dalam memajukan hak-hak pekerja.

Demikian pula, di banyak negara Eropa, partai buruh telah mampu memantapkan dirinya sebagai kekuatan politik yang signifikan karena ikatan mereka yang kuat dengan serikat buruh dan peran historis mereka dalam memajukan hak dan kesejahteraan pekerja.

Pergerakan buruh di negara-negara ini berhasil membentuk partai politik yang solid dan berdaya saing dalam sistem multipartai. Partai-partai ini memiliki basis massa yang luas dan loyal, serta jaringan organisasi yang kuat dan terstruktur.

Di Indonesia, sejarah pergerakan buruh lebih pendek dan terputus-putus akibat represi rezim otoriter. Pergerakan buruh di Indonesia belum mampu membentuk partai politik yang mandiri dan kredibel dalam sistem multipartai.

Seperti disinggung di atas, partai-partai yang mengatasnamakan buruh cenderung lemah dan marginal, serta rentan terhadap intervensi dan manipulasi elit politik lainnya.

Di negara-negara yang memiliki partai buruh kuat, kelas pekerja memiliki tingkat pendidikan, kesadaran politik, dan kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan di Indonesia.

Kelas pekerja di negara-negara ini lebih mampu menuntut hak-hak mereka dan berpartisipasi dalam proses politik.

Sementara, di Indonesia, kelas pekerja masih menghadapi banyak masalah sosial-ekonomi, seperti kemiskinan, ketimpangan, pengangguran, rendahnya akses pendidikan dan kesehatan, serta perlindungan hukum yang lemah.

Kelas pekerja di Indonesia juga kurang terorganisir dan bersolidaritas dalam memperjuangkan hak-hak mereka dan berpartisipasi dalam proses politik.

Tidak ketinggalan, sistem politik di negara-negara yang memiliki partai buruh kuat, cenderung lebih demokratis dan inklusif terhadap partisipasi kelas pekerja.

Di Indonesia, sistem politik masih didominasi oleh elit politik yang berasal dari kalangan militer, birokrat, pengusaha, agama, dan dinasti.

Sekarang, dengan terbentuknya kembali Partai Buruh, masih ada sejumlah pekerja rumah (PR) besar yang ada di depan, termasuk problem partai untuk memperluas basis sosialnya akibat stigma sejak Orde Baru hingga bias kelas.

Disinggung sedikit di muka, upaya Orde Baru untuk mengasosiasikan gerakan buruh dengan komunisme terbilang berhasil sehingga banyak pemilih mungkin enggan mengidentifikasi diri dengan ideologi yang telah lama menjadi 'barang haram' ini.

Apalagi, mengutip Savirani (2023), banyak orang Indonesia mengasosiasikan gerakan buruh dengan kalangan bawah. Karena itu, mungkin mereka lebih suka mengidentifikasi diri sebagai 'pekerja' yang lebih banyak diasosiasikan dengan kelas menengah.

Selamat Hari Buruh!

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular