CNBC Insight

THR Tercipta Agar Para Buruh Se-Indonesia Lebih Sejahtera

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
12 April 2023 15:15
Infografis: Besaran THR Lembaga Non Kementerian
Foto: Infografis/Besaran THR Lembaga Non Kementerian/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurun 1950-an adalah masa sulit bagi ekonomi Indonesia. Ketidakstabilan politik memantik krisis keuangan besar. Harga barang meroket. Daya beli masyarakat anjlok. Negara nyaris bangkrut.

Dalam kasus di Jakarta, Jan Luiten van Zanden dalam Ekonomi Indonesia 1800-2010 (2011) mencatat harga bahan pokok di ibukota negara melonjak ratusan persen pada 1959, menjadi 325% dari harga awal di tahun 1950.

Saat situasi sulit ini, salah satu kelompok yang sengsara adalah kaum buruh yang kerap diupah rendah. Mereka berada pada kondisi genting karena berada di zona kemiskinan dan tak mampu beli bahan pokok.

Kondisi makin parah saat tiba lebaran. Harga bahan pokok semakin melonjak, sedangkan mereka penghasilannya tidak bertambah. Akibatnya mereka tak mampu merayakan hari kemenangan dengan gembira dan masih bergelut dengan kemiskinan.

Kondisi seperti ini kemudian melahirkan kebijakan yang mengharuskan perusahaan memberi pendapatan ganda di luar penghasilan bulanan, atau disebut sebagai Tunjangan Hari Raya (THR).

Beberapa perusahaan pun mulai ada yang memberi THR bagi para buruh, meski bersifat sukarela. Karena bukan sesuatu yang wajib, hal ini kemudian menimbulkan masalah baru dan memperbesar ketimpangan.

Oleh karena itu, tulis buku Politik Perburuhan Era Demokrasi Liberal 1950-an (2015), Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) menuntut pemerintah membuat kebijakan resmi terkait pemberian THR.

Dalam berbagai forum, SOBSI serius memperjuangkan hadirnya aturan pemerintah tentang keharusan perusahaan mengeluarkan THR sebesar satu bulan gaji untuk menolong para buruh yang kesulitan menjelang lebaran.

Singkat cerita, tekanan SOBSI itu membuat pemerintah mengeluarkan dua kebijakan pada tahun 1954.

Pertama, lewat Surat Edaran No. 3676/54 yang dikeluarkan Menteri Perburuhan, S.M Abidin, perusahaan harus memberi "Hadiah Lebaran" kepada para buruh. Jumlahnya sekitar Rp 50-300.

Kedua, tekanan organisasi buruh itu juga berbuah baik bagi para PNS. Pasalnya, lewat PP No. 27 tahun 1954 para PNS menikmati "Persekot Hari Raja". Kebijakan ini membuat PNS bisa mendapat pinjaman dari pemerintah untuk membeli bahan pokok. Nantinya, mereka harus mengembalikan dana pinjaman dari hasil pemotongan gaji.

Sayang, surat edaran untuk para buruh yang dikeluarkan tidak memiliki kekuatan hukum kuat. Akibatnya, banyak pula perusahaan yang tidak memberi THR atau hadiah lebaran.

Barulah enam tahun kemudian pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perburuhan No.1 / 1961 tentang kewajiban seluruh perusahaan untuk memberi THR kepada para buruh. Nantinya, para buruh akan menerima uang sebesar satu kali gaji apabila sudah bekerja minimal 3 bulan.

Berkat keluarnya aturan itu, buruh kemudian bisa merayakan hari kemenangan dengan kegembiraan. Dan berkat perjuangan panjang para buruh itu, kini para pekerja di seluruh Indonesia bisa mendapat THR menjelang Idul Fitri


(mfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos! Simak Aturan Lengkap THR Lebaran 2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular