Sectoral Insight

Sri Mulyani Bakal Kucurkan Triliunan Rupiah Juni, Buat Apa?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
12 April 2023 11:51
Sri Mulyani dalam acara rapat koordinasi pembangunan pusat 2023 (Tangkapan layar youtube)
Foto: Sri Mulyani dalam acara rapat koordinasi pembangunan pusat 2023 (Tangkapan layar youtube)
  • Kabar terbaru menyebutkan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati akan memberikan dana bagi hasil alias DBH untuk daerah penghasil kelapa sawit.
  • Alokasi untuk tahun 2023 adalah sebesar Rp 3,4 triliun seusia dengan UU APBN 2023 dan kesepakatan panja.
  • Sementara itu, besarnya porsi DBH sawit minimal 4% dan dapat disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara. Lantas seperti apa pula peruntukannya bagi daerah tersebut?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikabarkan bakal memberikan dana bagi hasil (DBH) untuk daerah penghasil kelapa sawit hingga daerah yang berbatasan dengan penghasil sawit. Totalnya mencapai Rp 3,4 Triliun sesuai dengan Undang-udang 2023 serta kesepakatan Panja.

Seperti diketahui, Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 14,99 juta hektare (ha) pada 2022. Jumlah itu meningkat 2,49% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang seluas 14,62 juta ha.

Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan menjadi wilayah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia dari tahun ke tahun. Dengan begitu, penghasil kelapa sawit terbesar berada di Sumatera dan Kalimantan.

Dalam laporan tersebut, terdapat 9 provinsi yang merupakan daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia. Produksi sawit di 9 provinsi tersebut berkontribusi sebesar 87,46% terhadap total produksi kelapa sawit Indonesia.

Provinsi Riau menjadi daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Sumatera sekaligus daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia. Rata-rata produksi sawit di Riau sebesar 8.540.182 ton atau sebesar 21,47% dari total produksi kelapa sawit Indonesia.

Karena itu, daerah penghasil kelapa sawit yang terkenal di Indonesia adalah Riau.

Daerah lain yang menjadi langganan menjadi penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia adalah Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Barat.

Kenapa Harus Ada DBH?

Dengan terus berkembangnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan yang kian pesat DPR mengusulkan agar pemerintah daerah penghasil minyak sawit bisa mendapatkan DBH layaknya DBH hasil minyak bumi.

Penerimaan dari sektor perkebunan, terutama sub sektor kelapa sawit yang sebagian besarnya masuk ke kas negara. dianggap tidak adil oleh daerah karena hasilnya tidak dapat dinikmati secara maksimal oleh daerah.

Kondisi ini kemudian menimbulkan rasa ketidakpuasan dari Daerah, Polemik yang kemudian berkembang adalah adanya keinginan daerah untuk memperoleh bagi hasil yang lebih besar dari pusat dari penerimaan sektor perkebunan.

Tujuan penganggaran DBH adalah untuk menjaga keadilan atau keseimbangan vertikal atas kontribusi yang telah disumbangkan daerah kepada Negara, daerah akan memperoleh bagian yang sesuai dengan besarnya kontribusi terhadap penerimaan Negara.Sadar akan vitalnya penganggaran DBH terhadap keuangan daerah.

UU Nomor 1 tahun 2022 tentang HKPD telah mengatur rencana penambahan DBH jenis baru yakni kelapa sawit. Pasal 123 beleid itu menjelaskan bahwa pemerintah dapat menetapkan jenis DBH lainnya selama bisa diidentifikasi daerah penghasilnya, salah satunya dari perkebunan sawit.

"Alokasi untuk tahun 2023 adalah sebesar Rp 3,4 triliun seusia dengan UU APBN 2023 dan kesepakatan panja. Besarnya porsi DBH sawit minimal 4% dan dapat disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, dalam catatan CNBC Indonesia.

Untuk diketahui, Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DBH seringkali dikaitkan sebagai dana yang menyangkut 'hajat hidup' daerah sebab digunakan mendanai kebutuhan daerah.

Hal ini sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diubah dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

Bagaimana Skema DBH Tahun 2023?

DBH pada tahun ini akan dibagikan kepada 350 daerah termasuk 4 Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua. Rencana awalnya, DBH ini disalurkan mulai Mei 2023. Namun Sri Mulyani menyebutkan, penyaluran tahap pertama akan mundur ke Juni 2023.

"Karena dengan proses konsultasi dan penyelesaian RPP untuk tahun anggaran 2023 ini tahap pertama mungkin sedikit mundur ke bulan Juni, namun tahun-tahun selanjutnya kita harapkan bisa selesai tidak perlu membuat RPP baru sehingga bisa dimulai Mei dan tahap kedua pada bulan Oktober," jelasnya.

Sri Mulyani menyebut, pada tahun 2023 ini penyaluran DBH seluruhnya berdasarkan dari APBN dan tidak bersumber dari pungutan ekspor (PE) yang diterima BPDPKS. Namun untuk 2024, penyaluran DBH sawit dibayarkan dari APBN selanjutnya BPDPKS mengganti dana APBN yang digunakan DBH sawit sebesar bagian DBH yang bersumber pungutan ekspor (PE).

Daerah yang menerima DBH ini dibagi menjadi tiga daerah, yakni daerah penghasil, daerah yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil dan provinsi di mana wilayah penghasil sawit tersebut. Sri Mulyani menyebutkan ada persentase pembagian DBH pada tiga bagian daerah tersebut.

"Satu provinsi akan mendapatkan 20% dari DBH dari minimal 4%, Kabupaten/Kota 60% penghasil adalah 60% sedangkan kabupaten kota berbatasan 20%. Dengan demikian apabila DBH minimal 4% dari sumber dana, maka proposinya dari penerima provinsi yang akan menerima DBH adalah 20% kali 4% atau 0,8% dari sumber dana untuk DBH tersebut yaitu PE dan BK. Kabupaten/kota penghasil 60% dikali 4% jadi 2,4%, dan perbatasan penghasil 20% kali 4% jadi 0,8%,"jelasnya.

Meski demikian, Sri Mulyani mengusulkan ada batasan minimum alokasi per daerah pada 2023 ini. Alasannya karena pada 2022 kemarin PE dan bea keluar (BK) itu tidak dipungut, maka tidak ada hasil atas pungutan itu yang biasa digunakan untuk DBH.

"Kami mengusulkan batas minimum alokasi daerah minimal mendapatkan Rp 1 miliar per daerah," tutupnya.

Mengacu pasal pembagian DBH, DBH yang ditransfer ke daerah nantinya bisa digunakan untuk mendanai kegiatan tertentu sesuai dengan kewenangan daerah atau prioritas nasional. Ketentuan bagi hasil itu nantinya dimuat dalam peraturan pemerintah (PP) setelah berkonsultasi dengan Komisi XI DPR.

Mengutip dari eiti.esdm.go.id, DBH bertujuan menyeimbangkan antara pembangunan nasional dengan pembangunan daerah yang dalam pelaksanaanya sekaligus untuk mengurangi ketimpangan antara daerah penghasil dan daerah bukan penghasil sumber daya alam.

Jika dana bagi hasil direalisasikan oleh pemerintah pusat, maka pengalokasian dari dana bagi hasil tersebut selayaknya dipergunakan untuk perbaikan infrastruktur serta pengembangan perkebunan kelapa sawit yang ada didaerah hal ini demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama mereka yang mengantungkan penghasilannya dari perkebunan kelapa sawit.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation