
MD Pictures: "Raja Setan" Yang Bangkitkan Industri Film RI

Kebijakan pengetatan sosial untuk mengekang pandemi melalui berbagai macam kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan yang terakhir yakni Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat jumlah pengunjung bioskop pun turun drastis.
Hal ini juga berdampak kepada perusahaan produsen film atau rumah produksi film, di mana jumlah pengunjung bioskop juga mempengaruhinya, karena dengan sedikitnya yang menonton, maka film tersebut dianggap tidak laku.
Padahal, hal tersebut bukan karena kualitas filmnya yang tidak menarik, tetapi karena kebijakan pembatasan tersebut membuat bioskop-bioskop makin sepi.
Pada Maret 2020, pemerintah memutuskan untuk menutup bioskop. Padahal sepanjang kuartal pertama tahun lalu, sejumlah film Indonesia tayang dan mampu menarik banyak penonton seperti Milea: Suara dari Dilan, Nanti Kita Cerita Hari Ini, Akhir Kisah Cinta Si Deol, Mangkujiwo, hingga Mariposa.
Data dari FilmIndonesia.or.id menyebutkan pada Januari-Maret 2020, ada 28 judul film Indonesia yang tayang di bioskop dengan jumlah penonton menembus 12,5 juta, sebuah angka yang memberikan rasa optimisme di awal tahun.
Di bulan Maret, produser dan rumah produksi juga tengah menyiapkan film-film terbaiknya untuk tayang pada periode lebaran (Mei).
Seperti diketahui, berbeda dengan film Hollywood yang mengandalkan musim panas sebagai pendulang cuan, maka periode Lebaran adalah masa emas bagi perfilman Indonesia untuk mendongrak pendapatan.
Namun, badai pandemi kemudian datang dan meruntuhkan semua optimisme.
Pemerintah membuka kembali bioskop pada akhir Oktober 2020 menyusul penurunan kasus Covid-19. Kendati sudah dibuka, minat penonton untuk kembali ke bioskop belum pulih.
Selain karena pelemahan daya beli masyarakat, penurunan jumlah penonton terjadi lantaran aturan protokol kesehatan (prokes) yang ketat seperti larangan makan dan minum dan pembatasan kapasitas tempat duduk.
Pilihan film yang sedikit juga membuat penonton enggan balik ke bioskop. Beberapa film Indonesia hadir di bioskop pada Januari-Maret tetapi kurang mampu menarik penonton seperti Bangkitnya Mayit: The Dark Soul serta Saidjah dan Adinda.
Kerugian akibat penutupan bioskop dari jumlah tiket penonton selama tujuh bulan pada tahun 2020 diperkirakan mencapai hampir Rp 2 triliun. Kerugian dipastikan membengkak jika menghitung penjualan makanan dan minuman.
Besarnya kerugian tercermin dari laporan keuangan PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ) yang mengelola jaringan CGV. Perusahaan tersebut membukukan kerugian sebesar Rp 455,83 miliar pada 2020, berbalik dari untung Rp 83,34 miliar pada tahun sebelumnya.
Pada awal Maret 2021, insan perfilman bahkan menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk turun tangan dan membantu membangkitkan kembali perfilman Indonesia. Surat ini juga menjadi bagian dari keprihatian bersama menjelang Hari Perfilman Nasional yang jatuh pada 30 Maret.
"lndustri film adalah bagian penting dari Indonesia. Para pembuat film harus terus berkarya dan membuat film-film yang dicintai penontonnya sendiri dan dihargai di mata dunia. Bioskop harus bisa bertahan karena di sanalah film-film kami dipertemukan dengan penontonnya," demikian salah satu kutipan dalam surat insan perfilman yang ditujukan kepada presiden.
Memasuki musim Lebaran 2021, perfilman Indonesia mulai menggeliat terbukti dengan jumlah penonton yang mulai naik. Beberapa film mampu mendatangkan penonton dalam jumlah yang cukup signifikan terutama Tarian Lengger Maut serta Kuyang: The Movie.
![]() |
Ketika tengah berusaha bangkit, pemerintah kembali menutup bioskop menyusul diberlakukannya PPKM Darurat pada 3 Juli 2021.
Bioskop belum juga dibuka kembali, bahkan saat pemerintah sudah membuka kembali mal serta mengizinkan layanan dine in bagi restoran.
Akibat masih diberlakukannya pengetatan saat itu, MD Pictures setidaknya harus mengundur jadwal syuting serta penayangan sejumlah film andalannya, seperti KKN di Desa Penari yang direncanakan tayang pada Lebaran 2020, tapi baru diputar pada lebaran 2022.
(chd/chd)