Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok di tengah tekanan terhadap sejumlah saham big cap. Sedangkan, mata uang rupiah sukses mendekati rekor terkuat tahun ini.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG pada penutupan sesi II perdagangan Rabu (12/4/23) berakhir turun 0,18% menjadi 6.798,96 secara harian.
Sebanyak 302 saham melemah, 230 saham menguat, sementara 198 lainnya mendatar. Perdagangan menunjukkan nilai transaksi mencapai sekitar Rp 11 triliun dengan melibatkan 17,87 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,35 juta kali.
Dalam lima hari perdagangan IHSG terkoreksi 0,50%. Sementara itu, secara year to date (ytd) indeks masih membukukan pelemahan sebesar 0,75%.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv mayoritas sektor melemah dengan sektor energi memimpin penurunan hampir 2,3%.
Adapun lima bottom movers IHSG berdasarkan bobot indeks poinnya pada penutupan sesi II pada Rabu adalah sebagai berikut:
1. PT Bayan Resources (-14)
2. PT Gojek Tokopedia (-12)
3. PT Adaro Energy Indonesia (-3,1)
4. PT Indotambang Raya Megah (-2,8)
5. PT Surya Esa Perkasa (-1,9)
Pekan ini, fokus utama pelaku pasar adalah data inflasi AS yang diprediksi naik pada Februari 2023. Indeks harga konsumen (CPI) meningkat 0,4% pada Februari, menempatkan tingkat inflasi tahunan sebesar 6%. CPI inti juga naik 0,5% pada Februari dan 5,5% dalam basis 12 bulan. Data ini menjadi indikator utama bagaimana The Fed akan mengambil langkah ke depannya.
Sementara, rupiah menguat empat hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (12/4). Mata Uang Garuda bahkan nyaris mencetak rekor terkuat 2023.
Melansir data Refinitiv, rupiah menguat tipis 0,04% ke Rp 14.875/US$, setelah sebelumnya sempat menyentuh Rp 14.835/US$. Rekor terkuat 2023 Rp 14.830/US$ yang dicapai pada 2 Februari lalu.
Kabar baik datang dari operasi moneter Term Deposit Valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) Bank Indonesia (BI) yang mulai menarik tenor jangka panjang. Artinya, dolar AS para eksportir disimpan lebih lama di dalam negeri, yang tentunya bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Hal ini tentunya menjadi kabar bagus, apalagi awal pekan lalu BI melaporkan cadangan devisa yang kembali meningkat.
BI melaporkan melaporkan cadangan devisa per akhir Maret 2023 adalah sebesar US$ 145,2 miliar, naik US$ 4,9 miliar dari Februari.
Setelah mengalami tren penurunan yang panjang, cadangan devisa akhirnya mampu naik lima bulan beruntun. Selama periode tersebut, Cadev sudah melesat US$ 15 miliar, dan mendekati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar yang dicapai pada September 2021.
Posisi cadangan devisa saat ini berada di level tertinggi sejak Desember 2021.
Berdasarkan data dari Bahana Sekuritas, lelang terbaru yang dilakukan BI pada Selasa kemarin mampu menyerap US$ 19,3 juta. Dari nilai tersebut sebanyak US$ 12,5 juta masuk ke tenor 1 bulan dan US$ 6,8 juta masuk ke tenor 6 bulan.
Dalam 11 lelang yang dilakukan BI sejak awal Maret lalu, berdasarkan catatan Bahana Sekuritas baru kali ini tenor 6 bulan menarik minat eksportir. Bunga yang diberikan untuk tenor ini mencapai 5,35%.
Sementara itu pelaku pasar saat ini menanti rilis data inflasi Amerika Serikat yang bisa memberikan gambaran kebijakan moneter yang akan diambil The Fed. Saat ini pasar masih bingung apakah The Fed akan kembali menaikkan suku bunga dua kali lagi, satu kali atau malah tidak menaikkan lagi.
berdasarkan survei Reuters CPI diprediksi tumbuh 5,2% year-on-year (yoy) pada Maret, turun dari bulan sebelumnya 6% (yoy). Namun, yang menjadi masalah, CPI inti diprediksi tumbuh 5,6% (yoy) lebih tinggi dari sebelumnya 5,5% (yoy).
CPI inti tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan, artinya inflasi di sektor yang tidak volatil sulit turun.
Tiga indeks saham utama AS, Wall Street, merosot pada perdagangan Rabu waktu setempat. Ini seiring investor menantikan data inflasi AS yang bisa menentukan langkah kebijakan moneter The Fed selanjutnya.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,11%, S&P 500 minus 0,41%, sedangkan Nasdaq Composite jeblok 0,85%. Sejatinya bursa AS sempat dibuka hijau kuat namun jelang pertengahan perdagangan mulai terpangkas apresiasinya dan bahkan sempat jatuh ke zona merah.
Saham CarMax melonjak 5% setelah perusahaan mobil bekas itu mengalahkan ekspektasi laba pada kuartal terakhir, meskipun meleset dari perkiraan pendapatan.
Sementara itu, saham Moderna turun lebih dari 3% setelah perusahaan biotech tersebut mengatakan akan menunda vaksin flunya.
Saat ini, investor mengantisipasi rilis indeks harga konsumen (IHK) konsumen AS per Maret, yang akan dirilis Rabu, dan indeks harga produsen pada Kamis.
Kedua metrik inflasi tersebut dapat memberikan kejelasan lebih lanjut tentang bagaimana The Fed dapat melanjutkan kebijakan kenaikan suku bunga.
"Pasar mengatakan bahwa pengetatan [kebijakan] puncak sudah berlalu, dan sekarang data harus mengonfirmasi bahwa itulah arah yang kita tuju. Dan itu tidak dapat ditentukan sampai kita mendapatkan poin data tersebut mulai masuk secara real time. Tapi saya pikir itulah yang ditunggu pasar," kata Keith Buchanan, Manajer Portofolio Senior di Global Investments, dikutip CNBC International.
Selanjutnya, Wall Street mulai memasuki musim rilis laporan keuangan kuartal I, dengan beberapa bank besar AS dijadwalkan untuk merilis laporan laba mereka untuk pertama kalinya sejak serangkaian krisis bank pada Maret lalu.
JPMorgan Chase, Wells Fargo dan Citigroup menjadi nama-nama yang akan melaporkan kinerja keuangan pada Jumat pekan ini.
"Saya pikir musim laporan laba ini akan menarik, terutama dengan institusi keuangan besar dan bagaimana mereka melihat ancaman saat ini, mengingat [tidak hanya] kegagalan yang kita alami bulan lalu, tetapi juga standar pinjaman bank yang lebih diperketat sebelumnya," tambah Buchanan.
Investor akan merespons rilis data inflasi AS tadi malam waktu Indonesia dan mencerna rilis risalah rapat FOMC The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Menurut data Departemen Ketenagakerjaan AS, inflasi AS mendingin pada Maret seiring kenaikan suku bunga AS tampaknya semakin terlihat dampaknya.
Menurut data Departemen Ketenagakerjaan AS, Indeks Harga Konsumen (CPI) naik 0,1% pada Februari, sedikit lebih rendah dibandingkan estimasi Dow Jones 0,2%.
Sementara, inflasi tahunan mencapai 5%, lebih rendah dari estimasi 5,1%. Ini bisa memberikan The Fed ruang untuk kembali menghentikan sejenak kenaikan suku bunga pada bulan depan.
Adapun, apabila mengeluarkan item makanan dan energi, CPI inti naik 0,4% dan 5,6% secara tahunan, sesuai prediksi.
Data tersebut menunjukkan, inflasi memang masih di atas target 2% The Fed, tetapi setidaknya mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
The Fed sendiri sudah mengerek suku bunga acuan sebanyak 9 kali atau sebanyak 475 basis poin/bps (dari level hampir nol) sejak Maret tahun lalu untuk mendinginkan ekonomi dan menjinakkan inflasi yang meninggi seiring ekonomi pulih dari pandemi yang sempat membuat gangguan rantai pasok dan kekurangan tenaga kerja.
Pada Maret lalu, Jerome Powell cs menaikkan federal-funds rate (FFR) sebesar 0,25%, membuat suku bunga acuan tersebut berada di rentang 4,75% hingga 5%.
Akibat krisis sistem perbankan pasca-kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) hingga 'kawin paksa' Credit Suisse dengan rival sesama Swiss-nya UBS, pada awal Maret lalu, The Fed memberikan sinyal bahwa pihaknya mungkin akan mengakhiri 'parade' kenaikan suku bunga lebih cepat dari sebelumnya.
Investor akan menunggu rapat FOMC The Fed pada minggu pertama Mei untuk melihat langkah bank sentral Negeri Paman Sam tersebut ke depan.
Menurut alat FedWatch CME Group, pasar cenderung memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga 25 bps bulan depan.
Selain soal inflasi, kick off musim laporan keuangan kuartal I 2023 akan dimulai di AS, dengan nama-nama seperti Delta Airlines, dan raksasa perbankan JPMorgan Chase, Citigroup hingga Wells Fargo. Naman-nama ini akan ikut memengaruhi suasana Wall Street pekan ini.
Sektor perbankan, yang menjadi sorotan akibat kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dkk, juga bakal menjadi perhatian utama investor seiring apakah para bos bank akan menahan pertumbuhan kredit ke depan yang berpotensi menggerus profit.
Menurut estimasi analis dari Refinitiv I/B/E/S, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (10/4), mayoritas bank Wall Street kemungkinan akan melaporkan laba kuartalan yang lebih rendah, dampak krisis perbankan dan perlambatan ekonomi.
Analyst Refinitiv menyebut, laba per saham (EPS) enam bank terbesar AS diramal akan turun 10% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari dalam negeri, rilis penjualan mobil per Maret bisa menjadi sentimen tambahan yang dilihat investor hari ini.
Sementara, data neraca dagang China, rilis PDB Britania Raya, hingga data inflasi harga produsen (PPI) AS juga akan menjadi perhatian pasar.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Penjualan mobil RI per Maret
- Risalah rapat FOMC The Fed
- Neraca dagang China per Maret (10.00 WIB)
- PDB Britania Raya per Februari (13.00 WIB)
- Inflasi harga produsen (PPI) AS per Maret (19.30 WIB)
Agenda emiten hari ini:
- Cum dividen ADMF
- Cum dividen BJBR
- RUPST & RUPSLB AVIA
- RUPST BTPN
- RUPST & RUPSLB PRDA
- RUPST RUNS
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]