Newsletter

Awas! Duet Fed & Resesi Bisa Bikin Pasar Modal Global Rungkad

Putra, CNBC Indonesia
Selasa, 11/04/2023 06:00 WIB
Foto: Reuters
  • IHSG melemah di tengah minimnya sentimen, sedangkan rupiah berhasil menguat tipis di hadapan dolar AS
  • Wall Street memerah seiring kekhawatiran resesi dan aksi agresif The Fed kembali merebak
  • Sejumlah data ekonomi makro, termasuk musim laporan AS, bakal jadi perhatian investor

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, sedangkan rupiah berhasil menguat tipis pada perdagangan Senin (10/4/2023). Nilai transaksi yang sepi dan minim katalis membuat pasar saham RI lesu.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG melemah 0,32% ke posisi 6.771,23 pada Senin (10/4/2023). Dengan ini, IHSG sudah melemah selama 3 hari beruntun.

Sebanyak 369 saham melemah, 182 saham mendatar dan hanya 179 saham menguat.

Nilai transaksi tergolong sepi atau hanya mencapai sekitar Rp7,48 triliun dengan volume perdagangan 18,22 miliar saham.

Pada Senin, PT Gojek Tokopedia menjadi laggard utama IHSG sebesar 13,98 indeks poin dan Merdeka Copper Gold (4,49 indeks poin). PT Bank Mandiri juga terpantau melemah turun 1,45% yang menjadi pemberat ketiga IHSG.

Para pelaku pasar akan mengawasi beberapa sentimen utama yang mempengaruhi IHSG pekan ini. Fokus utama adalah data inflasi AS yang akan dirilis pada Rabu (12/4/2023). Data ini akan memberikan gambaran bagaimana The Fed akan mengambil langkah ke depannya terkait kenaikan suku bunga.

Sikap investor cenderung wait and see setelah sebelumnya tanda-tanda perekonomian AS merosot semakin terlihat. Kontraksi sektor manufaktur semakin dalam pada Maret dan PMI dilaporkan sebesar 46,3, sudah mengalami kontraksi selama 5 bulan beruntun dan berada di level terendah sejak Mei 2020.

Namun, dengan pasar tenaga kerja yang masih kuat dan inflasi yang sulit turun, pasar kembali memprediksi The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada Mei.

Selain itu, sentimen The Fed masih menjadi momok mengerikan bagi pasar finansial Tanah Air. Ketegangan antara suku bunga dan harga saham akan tetap terjadi pekan depan, karena investor terus mencerna indikasi sikap The Fed yang cenderung masih hawkish hingga beberapa bulan ke depan.

Kondisi ekonomi dua raksasa dunia yang juga merupakan partner dagang utama RI, China dan Amerika Serikat, juga akan mempengaruhi pasar pekan ini.

Dari AS, ada rilis data ekonomi penting terkait ekspektasi inflasi konsumen dan pidato pejabat The Fed yang akan memberikan sinyal terkait suku bunga.

Sementara dari China, investor fokus pada data inflasi, indeks harga produsen, dan data neraca perdagangan terkait ekspor-impor.

Dalam negeri, sejumlah data ekonomi penting juga dirilis, termasuk data cadangan devisa per Maret, indeks keyakinan konsumen, dan penjualan retail.

Sedangkan, rupiah sukses menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (10/4) setelah sebelumnya bergerak liar. Cadangan devisa Indonesia yang kembali melesat mendekati rekor memberikan sedikit sentimen positif ke rupiah yang menguat dalam beberapa pekan terakhir.

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.899/US$, menguat tipis 0,07% di pasar spot. Sebelumyarupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,2%, tetapi dalam sekejap berbalik melemah ke Rp 14.935/US$.

Rupiah sebelumnya mencatat kinerja impresif dengan menguat empat pekan beruntun, dengan total 3,5%. Bahkan, rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia dan nomer enam di dunia.

Setelah mengalami tren penurunan yang panjang, cadangan devisa akhirnya mampu naik lima bulan beruntun. Selama periode tersebut, Cadev sudah melesat US$ 15 miliar, dan mendekati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar yang dicapai pada September 2021.

Posisi cadangan devisa saat ini berada di level tertinggi sejak Desember 2021.

Meski demikian, data tersebut belum memberikan dampak yang besar, sebab kenaikannya terjadi karena penarikan pinjaman pemerintah.

"Peningkatan posisi cadangan devisa pada Maret 2023 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah," tulis BI dalam keterangan resminya, Senin (10/4/2023).

Sementara untuk operasi moneter Term Deposit Valuta Asing Devisa Hasil Ekspor (TD Valas DHE) yang dikeluarkan BI sejak 1 Maret lalu masih belum memberikan dampak yang signifikan terhadap cadangan devisa.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Gak Move On! Wall Street Masih Saja Galaukan The Fed


(trp/trp)
Pages