- IHSG melemah di tengah minimnya sentimen, sedangkan rupiah berhasil menguat tipis di hadapan dolar AS
- Wall Street memerah seiring kekhawatiran resesi dan aksi agresif The Fed kembali merebak
- Sejumlah data ekonomi makro, termasuk musim laporan AS, bakal jadi perhatian investor
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, sedangkan rupiah berhasil menguat tipis pada perdagangan Senin (10/4/2023). Nilai transaksi yang sepi dan minim katalis membuat pasar saham RI lesu.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG melemah 0,32% ke posisi 6.771,23 pada Senin (10/4/2023). Dengan ini, IHSG sudah melemah selama 3 hari beruntun.
Sebanyak 369 saham melemah, 182 saham mendatar dan hanya 179 saham menguat.
Nilai transaksi tergolong sepi atau hanya mencapai sekitar Rp7,48 triliun dengan volume perdagangan 18,22 miliar saham.
Pada Senin, PT Gojek Tokopedia menjadi laggard utama IHSG sebesar 13,98 indeks poin dan Merdeka Copper Gold (4,49 indeks poin). PT Bank Mandiri juga terpantau melemah turun 1,45% yang menjadi pemberat ketiga IHSG.
Para pelaku pasar akan mengawasi beberapa sentimen utama yang mempengaruhi IHSG pekan ini. Fokus utama adalah data inflasi AS yang akan dirilis pada Rabu (12/4/2023). Data ini akan memberikan gambaran bagaimana The Fed akan mengambil langkah ke depannya terkait kenaikan suku bunga.
Sikap investor cenderung wait and see setelah sebelumnya tanda-tanda perekonomian AS merosot semakin terlihat. Kontraksi sektor manufaktur semakin dalam pada Maret dan PMI dilaporkan sebesar 46,3, sudah mengalami kontraksi selama 5 bulan beruntun dan berada di level terendah sejak Mei 2020.
Namun, dengan pasar tenaga kerja yang masih kuat dan inflasi yang sulit turun, pasar kembali memprediksi The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada Mei.
Selain itu, sentimen The Fed masih menjadi momok mengerikan bagi pasar finansial Tanah Air. Ketegangan antara suku bunga dan harga saham akan tetap terjadi pekan depan, karena investor terus mencerna indikasi sikap The Fed yang cenderung masih hawkish hingga beberapa bulan ke depan.
Kondisi ekonomi dua raksasa dunia yang juga merupakan partner dagang utama RI, China dan Amerika Serikat, juga akan mempengaruhi pasar pekan ini.
Dari AS, ada rilis data ekonomi penting terkait ekspektasi inflasi konsumen dan pidato pejabat The Fed yang akan memberikan sinyal terkait suku bunga.
Sementara dari China, investor fokus pada data inflasi, indeks harga produsen, dan data neraca perdagangan terkait ekspor-impor.
Dalam negeri, sejumlah data ekonomi penting juga dirilis, termasuk data cadangan devisa per Maret, indeks keyakinan konsumen, dan penjualan retail.
Sedangkan, rupiah sukses menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (10/4) setelah sebelumnya bergerak liar. Cadangan devisa Indonesia yang kembali melesat mendekati rekor memberikan sedikit sentimen positif ke rupiah yang menguat dalam beberapa pekan terakhir.
Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.899/US$, menguat tipis 0,07% di pasar spot. Sebelumyarupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,2%, tetapi dalam sekejap berbalik melemah ke Rp 14.935/US$.
Rupiah sebelumnya mencatat kinerja impresif dengan menguat empat pekan beruntun, dengan total 3,5%. Bahkan, rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia dan nomer enam di dunia.
Setelah mengalami tren penurunan yang panjang, cadangan devisa akhirnya mampu naik lima bulan beruntun. Selama periode tersebut, Cadev sudah melesat US$ 15 miliar, dan mendekati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar yang dicapai pada September 2021.
Posisi cadangan devisa saat ini berada di level tertinggi sejak Desember 2021.
Meski demikian, data tersebut belum memberikan dampak yang besar, sebab kenaikannya terjadi karena penarikan pinjaman pemerintah.
"Peningkatan posisi cadangan devisa pada Maret 2023 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah," tulis BI dalam keterangan resminya, Senin (10/4/2023).
Sementara untuk operasi moneter Term Deposit Valuta Asing Devisa Hasil Ekspor (TD Valas DHE) yang dikeluarkan BI sejak 1 Maret lalu masih belum memberikan dampak yang signifikan terhadap cadangan devisa.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Gak Move On! Wall Street Masih Saja Galaukan The Fed
Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street, dibuka kompak memerah pada Senin waktu setempat seiring kekhawatiran resesi kembali muncul dan investor menunggu data inflasi pada pekan ini.
Pada pukul waktu setempat, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpantau melemah 0,24%, S&P 500 merosot 0,77%, dan Nasdaq Composite yang sarat saham teknologi ambles 1,25%.
Sejumlah saham tech raksasa memerah, seperti Apple yang turun 1,9%, induk Google Alphabet yang melemah 1,7%. Demikian pula, saham produsen mobil listrik Tesla anjlok 3,6% usai perusahaan berencana memangkas harga sejumlah kendaraan listrik mereka.
Saat ini, pasar saham Negeri Paman Saham sedang volatil dan investor cenderung wait and see sembari mencerna adanya data pasar tenaga kerja.
Data ketenagakerjaan pada Maret yang dirilis Jumat pekan lalu menunjukkan ekonomi AS yang tangguh, membuat investor melihat potensi The Fed akan mengerek lagi suku bunga pada rapat Mei.
Data tenaga kerja nonfarm payrolls (NFP), misalnya, tumbuh sebesar 236.000 selama Maret, sejalan dengan estimasi Dow Jones sebesar 238.000, atau turun menjadi 3,5%, bertentangan dengan ekspektasi yang diproyeksi bertahan dari bulan sebelumnya di 3,6%.
Menurut kepala investasi Private Wealth Glenmede Jason Pride, data tersebut konsisten dengan ekspektasi resesi yang bergerak lambat yang terjadi di AS, yang sayangnya tidak mengarah pada penyelesaian segera masalah inflasi.
"Dengan demikian, kemungkinan kenaikan suku bunga seperempat poin lagi di Mei akan lebih tinggi karena data tampaknya tidak membenarkan jeda [kenaikan suku bunga] Fed," tambahnya, dikutip CNBC International, Senin (10/4).
Pekan ini, investor berada disibukkan dengan sejumlah data ekonomi, termasuk data indeks harga konsumen (inflasi) terbaru dan indeks harga produsen (PPI) yang masing-masing akan dirilis pada hari Rabu dan Kamis.
Data-data tersebut akan menjadi kunci dalam menentukan apakah atau kapan Fed akan berhenti atau mengakhiri kebijakan suku bunga tingginya.
"Dugaan kami adalah pasar saham membutuhkan Goldilocks ekonomi, sedikit perlambatan demi terus mendinginkan ekspektasi inflasi, tetapi tidak terlalu banyak memicu ketakutan 'hard landing'," jelas Raymond James dari Tavis C. McCo.
Selain soal kekhawatiran resesi, pada minggu ini, bank besar AS akan menjadi pembuka musim laporan keuangan-mulai dari JPMorgan, Citigroup, hingga Wells Fargo.
Rilis keuangan sektor perbankan akan menjadi sorotan investor usai pasar keuangan AS mengalami momen kolapsnya dua bank menengah mereka di awal Maret lalu.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Secara umum, investor akan merespons pergerakan Wall Street pada Senin waktu AS dan sejumlah bursa Asia hari ini.
Selain itu, data tenaga kerja AS yang dirilis Jumat lalu, yang menunjukkan angka positif, masih akan menjadi perhatian seiring akan meningkatkan ekspektasi investor bahwa The Fed akan mengerek suku bunga pada rapat Mei mendatang.
Kemudian, dari AS, kick off musim laporan keuangan kuartal I 2023 akan dimulai pekan ini, dengan bank-bank kakap menjadi nama-nama awal yang merilis kinerja teranyar.
Ini akan menjadi ujian selanjutnya buat pasar saham AS, seiring investor akan melihat apakah saham-saham AS akan tetap kokoh di tengah potensi tergerusnya laba.
Mengutip laporan Wall Street Journal (WSJ) (9 April 2023), para analis memproyeksikan perusahaan AS yang tergabung dalam indeks S&P 500 akan mengalami penurunan laba kuartalan.
Mengacu data FactSet, laba kuartal I 2023 perusahaan Negeri Paman Sam tersebut diproyeksikan akan turun 6,8% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Ini bakal menjadi penurunan laba terdalam sejak kuartal kedua 2020, ketika datangnya pandemi Covid-19 kala itu membuat kontraksi laba hingga 32%.
"Dari perspektif laba perusahaan, kita sudah dalam resesi," kata head of equity di Brown Advisory Eric Gordon, dikutip WSJ.
Perusahaan AS memang mengalami tahun yang sulit seiring inflasi meninggi yang berimbas pada kenaikan suku bunga hingga kegagalan bank terbesar sejak 2008 di awal Maret ini.
Pada minggu ini, bank besar AS akan menjadi pembuka musim laporan keuangan-mulai dari JPMorgan, Citigroup, hingga Wells Fargo.
Sektor perbankan, yang menjadi sorotan akibat kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dkk, akan menjadi perhatian utama investor seiring apakah para bos bank akan menahan pertumbuhan kredit ke depan yang berpotensi menggerus profit.
Menurut estimasi analis dari Refinitiv I/B/E/S, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (10/4), mayoritas bank Wall Street kemungkinan akan melaporkan laba kuartalan yang lebih rendah, dampak krisis perbankan dan perlambatan ekonomi.
Analyst Refinitiv menyebut, laba per saham (EPS) enam bank terbesar AS diramal akan turun 10% dibandingkan tahun sebelumnya.
Menariknya, dengan kondisi tersebut, saham AS sejatinya masih dalam momentum rebound tahun ini, dengan indeks S&P 500 menguat hampir 7% year to date (YtD).
Untuk itu, penguatan indeks saham AS bakal kembali menghadapi reality check atau ujian dari potensi penurunan laba perusahaan di 3 bulan pertama tahun ini.
Selain musim keuangan, akan ada sejumlah rilis data ekonomi makro hari ini.
Sebut saja, indeks keyakinan konsumen Australia per April yang akan dirilis pada Selasa pagi, 07.30 WIB dan keyakinan bisnis Australia per Maret yang akan disiarkan pada 08.30 WIB.
Di samping itu, tingkat inflasi tahunan China per Maret 2023 juga akan dirilis pada 08.30 WIB. Ekonom yang dihimpun Tradingeconomics memproyeksikan inflasi China naik menjadi 2,0%.
Dari dalam negeri, akan dirilis pula Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per Maret 2023 yang diproyeksikan akan turun menjadi 113, dari sebelumnya 122,4.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rilis Data & Indikator Ekonomi
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Keyakinan konsumen RI per Maret (10.00 WIB)
- Keyakinan konsumen Australia per April (07.30 WIB)
- Keputusan suku bunga bank sentral Korsel (08.00 WIB)
- Inflasi China per Maret (08.30 WIB)
- IMF/World Bank Spring Meetings
Agenda emiten hari ini:
- Cum dividen BDMN
- Cum dividen BNII
- RUPST ADHI
- RUPST JASS
- RUPST AUTO
- RUPST NISP
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]