Fx Insight

Empat 'Senjata Rahasia' Rupiah yang Ampuh Libas Dolar

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
05 April 2023 11:10
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Rupiah melemah hari ini tetapi dalam sepekan menguat 0,8%
  • Penguatan ini sukses membawa rupiah berada di posisi terkuatnya sejak 3 Februari 2023.
  • Ekspektasi pasar mengenai kebijakan The Fed serta capital inflow menopang kinerja rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sedikit loyo pada pagi hari ini. Namun, mata uang Garuda sukses mencatatkan kinerja cemerlang sepekan terakhir bahkan menguat enam hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). 

Pada perdagangan hari ini, Rabu (5/4/2023), nilai tukar rupiah melemah 0,03% ke posisi Rp 14.900/US$1. Pelemahan ini berbanding  dengan perdagangan Selasa (4/4/2023) di mana rupiah menguat 0,47% ke posisi Rp 14.895/US$1. 

Penguatan ini membawa rupiah mengalami penguatan cukup tajam hampir sebulan terakhir.

Dalam dua hari perdagangan saja, mata uang Garuda mampu melesat 0,63% sementara sebelumnya tiga pekan beruntun mampu menguat 3%. Posisi ini menjadi level terkuatnya sejak 3 Februari 2023.

 

Penyebab pertama dan terbesar dari menguatnya rupiah adalah arah kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed). The Fed diperkirakan segera memutar arah kebijakan menjadi lebih dovish setelah ada kasus-kasus kolapsnya bank di AS serta melandainya inflasi AS.

The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 475 basis points (bps) menjadi 4,75-5,0% dalam setahun terakhir.  Kenaikan The Fed diperkirakan sudah mendekati akhir, atau 25 basis poin lagi pada Mei 2023.

The Fed juga telah belajar dari kesalahan dalam pengelolaan kebijakan moneternya selama ini.

Pasalnya, agresivitas bank sentral AS ini telah menimbulkan korban dari sisi perbankan dan menguncang sendi-sendi stabillitas sistem keuangan ekonomi terbesar dunia tersebut.

Bayangkan hanya dalam hitungan minggu, tiga bank besar AS runtuh berjamaah, yakni Silicon Valley Bank, Silvergate dan Signature Bank.

Melandainya inflasi juga diharapkan bisa membuat The Fed melunak.  Terlebih, data-data terbaru menunjukkan jika ekonomi AS sudah melandai.

Tanda-tanda perekonomian AS merosot semakin terlihat. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan kontraksi sektor manufaktur semakin dalam pada Maret.Purchasing Managers' Index(PMI) dilaporkan sebesar 46,3, sudah mengalami kontraksi (di bawah 50) selama 5 bulan beruntun dan berada di level terendah sejak Mei 2020.

Terbaru, laporan pembukaan lapangan kerja (JOLTS) pada Februari 2023 menunjukkan lapangan pekerjaan baru yang terbuka hanya 9,93 juta.

Jumlah tersebut anjlok 632.000 dibandingkan Januari 2023.

Ini adalah kali pertama jumlah lapangan kerja baru hanya tercatat 10 juta dalam dua tahun terakhir. Jumlah lapangan kerja baru juga jauh di bawah ekspektasi pasar yang berada di angka 10,4 juta.

Dengan data tenaga kerja yang tidak 'sepanas' sebelumnya maka harapan The Fed melunak makin kencang.

Faktor kedua penguatan rupiah datang dari proyeksi membaiknya inflasi serta pertumbuhan ekonomi dalam negeri.  Inflasi pada Maret 2023 mencapai 0,18% (month-to-month/mtm).

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi pada Maret 2023 tercatat 0,18% (month to month/mtm). Inflasi memang menanjak dibandingkan pada Februari 2023 yang menyentuh 0,16% (mtm).

Namun, inflasi terbilang sangat rendah dibandingkan periode Ramadan tahun-tahun sebelumnya. Dalam enam tahun terakhir, inflasi pada periode Ramadan menembus 0,42%.

Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi pada Maret mencapai 4,97%. terendah sejak delapan bulan terakhir.

Inflasi inti pada Maret tahun ini tercatat 0,16% (mtm) dan 2,94% (yoy). Inflasi inti tahunan lebih rendah dibandingkan pada Februari yakni 3,09%.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi tetap berada di kisaran 5-5,3% pada tahun ini.

Apalagi, imbal hasil atau yield yang ditawarkan dalam aset keuangan Indonesia, seperti surat utang negara atau SUN atau Surat Berharga Negara (SBN) saat ini relatif menarik.

Faktor ketiga yang mendorong penguatan rupiah adalah masih positifnya sektor riil di tanah air. Neraca perdagangan diperkirakan masih akan surplus, ditopang harga komoditas yang saat ini kembali naik.

Harga komoditas yang saat ini sedang dalam tren kenaikan yakni kelapa sawit dan batubara. Sehingga, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar diperkirakan masih akan menguat.

Faktor terakhir atau keempat yang menopang rupiah adalah derasnya capital inflow. Penguatan rupiah di prediksi bakal terus berlanjut sebab ada pula faktor pasar keuangan Tanah Air yang juga diperkirakan akan kebanjiran dana asing.

Investor saat ini memiliki keinginan untuk masuk ke pasar keuangan yang menjanjikan imbal hasil, yang menarik di pasar keuangan Indonesia.

Arus modal asing salah satunya datang dari lelang Devisa Hasil Ekspor (DHE). 

Data Bank Indonesia menunjukkan lelang mampu menyerap DHE sebesar US$ 56,5 juta pada Selasa kemarin (4/4/2023).

Di pasar saham, investor asing mencatat net buy sekitar Rp 7,1 triliun sepanjang tahun ini sementara di pasar SBN sekitar Rp 56,3 triliun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation