80 Tahun Indonesia Merdeka

Rupiah Merdeka Jelang HUT ke-80 RI, Ini Ramalan Kapan Tembus Rp 15.000

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
14 August 2025 12:55
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta,CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah tengah menikmati tren penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal Agustus 2025.

Setelah sempat tertekan hingga menyentuh level Rp16.505/US$ pada 1 Agustus, rupiah berhasil berbalik arah.

Pada perdagangan Hari ini, Kamis (14/8/2025) rupiah bahkan sempat menyentuh Rp16.090/US$ secara intraday yang menjadikan level terkuat sejak 1 Januari 2025. Secara persentase, rupiah telah terapresiasi 2,51% dari titik terlemahnya di awal bulan.

Salah satu faktor utama yang mendorong tren penguatan rupiah adalah meningkatnya ekspektasi pelaku pasar bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga acuannya pada September mendatang.

Berdasarkan CME FedWatch Tool, peluang pemangkasan sebesar 25 basis poin di bulan tersebut telah meningkat menjadi 95,8%. Optimisme ini menguat setelah data inflasi AS pada Juli menunjukkan hasil yang lebih rendah dari perkiraan, disertai tanda-tanda pelemahan di pasar tenaga kerja AS.

Selain itu, pelemahan indeks dolar AS (DXY) turut memberikan sinyal positif yang dimanfaatkan investor untuk meningkatkan eksposur pada aset berisiko di pasar negara berkembang. Kondisi ini semakin menciptakan momentum positif bagi rupiah, terutama dengan dukungan fundamental ekonomi domestik yang relatif stabil.

Dengan posisi rupiah yang kini semakin mendekati level psikologis Rp16.000/US$, muncul pertanyaan besar, mampukah rupiah menembus batas tersebut dan kembali ke area Rp15.000an?

Proyeksi Ekonom Akan Peluang Rupiah Menuju Level Rp15.000/US$

Sejumlah Ekonom memproyeksikan tren penguatan rupiah masih berpeluang berlanjut di sisa tahun ini, yang didorong oleh sentiment global dan faktor domestik yang solid.

Ahmad Mikail, Senior Ekonom Sucor Sekuritas, mengatakan tren penguatan rupiah masih berpeluang berlanjut hingga menembus kisaran Rp15.500-Rp15.800 per dolar AS pada tahun ini. Keyakinan ini didasari proyeksi bahwa The Federal Reserve akan memangkas suku bunga acuan hingga 150 basis poin sepanjang 2025.

Menurutnya, pelaku pasar Wall Street saat ini bahkan memperkirakan pemangkasan agresif sebesar 50 basis poin akan dilakukan langsung pada pertemuan September.

"Jika suku bunga di AS turun tajam, surplus ekspor kita yang selama ini diparkir di luar negeri akan kembali masuk ke Indonesia," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Selain itu, Rully Wisnubroto, Ekonom Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menilai faktor global menjadi pendorong utama penguatan rupiah saat ini. Ia menyoroti keyakinan pasar yang sudah mencapai 100% bahwa The Fed akan memangkas Fed Funds Rate pada September, baik sebesar 25 basis poin maupun 50 basis poin.

"Untuk akhir tahun, kami memprediksi rupiah berada di sekitar Rp16.150 per dolar AS," Ujar Rully.

David Sumual, Ekonom BCA, menambahkan bahwa pelemahan tajam indeks dolar AS (DXY) dalam beberapa hari terakhir telah memberi sentimen positif bagi rupiah. Ia menyebut ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada September menjadi pemicu utama aliran modal asing masuk ke Indonesia.

Sementara itu, Josua Pardede, Ekonom Bank Permata, menilai penguatan tajam rupiah belakangan ini dipicu kombinasi faktor eksternal dan domestik. Dari sisi eksternal, pelemahan dolar AS terjadi akibat ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada September, bahkan dengan peluang 50 basis poin seperti yang disampaikan US Treasury Secretary Scott Bessent.

"Ekspektasi pemangkasan bunga The Fed, ditambah peluang 50 bps seperti yang diungkapkan Scott Bessent, menjadi sentimen yang kuat melemahkan dolar AS," ujar Josua.

Josua menjelaskan, data inflasi inti AS yang lebih jinak dari perkiraan memperkuat pandangan dovish ini sehingga mendorong investor keluar dari aset dolar menuju pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dari sisi domestik, pasar obligasi dan saham Indonesia mencatat aliran dana asing besar, di mana lelang Surat Utang Negara (SUN) terbaru membukukan penawaran hingga Rp162,3 triliun, tertinggi sejak 2016.

"Minat asing pada pasar obligasi kita sangat tinggi, terlihat dari lelang SUN terbaru yang mencatat penawaran terbesar sejak 2016. Stabilnya imbal hasil obligasi 10 tahun RI di kisaran 6,41% juga membuat carry trade semakin menarik," ungkap Josua.

Untuk proyeksi ke depan, Josua melihat peluang rupiah menguji level psikologis Rp16.000 per dolar AS dalam jangka pendek, selama momentum arus modal masuk tetap kuat dan volatilitas global rendah.

"Selama sentimen global positif dan inflow asing terjaga, peluang ke Rp16.000 terbuka. Tapi tetap ada risiko jika data ekonomi AS berubah arah atau tensi geopolitik memicu aksi risk-off," pungkasnya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation