
Dolar Ditendang di Mana-Mana: Rupiah & Yen Kuasai Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah pada perdagangan hari ini, Kamis (14/8/2025), dibuka menguat tajam terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sebesar 0,56% ke posisi Rp16.100/US$. Kenaikan ini melanjutkan apresiasi pada perdagangan kemarin Rabu (13/8/2025) yang menguat 0,55% ke Rp16.190/US$.
Namun, rupiah bukan satu-satunya mata uang Asia yang mencatat kinerja positif.
Dilansir dari Refinitiv per pukul 09.11 WIB, mayoritas mata uang regional bergerak menguat terhadap dolar AS.
Penguatan terbesar terjadi pada yen Jepang yang melonjak 0,58% ke JPY 146,52/US$, disusul rupiah di posisi kedua dengan penguatan 0,56%, dan ringgit Malaysia yang menguat 0,48% ke MYR 4,18/US$.
Selanjutnya, dolar Taiwan terapresiasi 0,14% ke TWD 29,92/US$, diikuti mata uang Laos yang naik 0,13% ke LAK 21.500/US$, baht Thailand menguat 0,12% ke THB 32,25/US$, yuan China naik 0,08% ke CNY 7,16/US$, serta dolar Singapura yang menguat tipis 0,07% ke SGD 1,2791/US$.
Di sisi lain, terpantau ada dua mata uang yang justru melemah terhadap dolar AS. Dong Vietnam turun 0,04% ke VND 26.276/US$, sementara won Korea mencatat pelemahan terdalam sebesar 0,31% ke KRW 1.383,9/US$.
Tren penguatan mayoritas mata uang Asia ini sejalan dengan pelemahan indeks dolar AS (DXY) yang tertekan oleh ekspektasi semakin longgarnya kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed) di sisa tahun ini.
Pada pukul 09.16 WIB, DXY terpantau melemah 0,16% ke level 97,72 sekaligus melanjutkan penurunan setelah pada perdagangan kemarin Rabu (13/8/2025) turun sebesar 0,26% ke 97,84, ini merupakan level terlemahnya sejak 28 Juli 2025.
Tekanan pada dolar AS muncul seiring meningkatnya ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga acuan The Fed. Berdasarkan CME FedWatch, pasar kini memperkirakan lebih dari 90% kemungkinan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada September mendatang.
Bahkan, data Federal Funds Futures pada Rabu (13/8/2025) menunjukkan peluang pemangkasan 25 bps mencapai 100%, serta peluang kecil sebesar 7% untuk pemangkasan lebih agresif 50 bps. Perkiraan ini lebih dovish dibandingkan sehari sebelumnya, ketika peluang pemangkasan 25 bps berada di 96% dan hanya 40% sebelum rilis data payroll Juli pada 1 Agustus.
Ekspektasi penurunan suku bunga AS membawa sentimen positif bagi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Penurunan suku bunga berpotensi mendorong aliran modal keluar dari Amerika Serikat menuju pasar negara berkembang, seperti Indonesia, yang pada gilirannya akan meningkatkan permintaan terhadap rupiah dan memperbesar peluang penguatan mata uang Garuda.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)