Asia Kocar-Kacir Dihantam Dolar, Rupiah Paling Hancur Cuma Yen Selamat

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
20 August 2025 09:57
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdagangan mata uang Asia pada hari ini, Rabu (20/8/2025) dipenuhi kabar buruk. Hampir semua mata uang utama Asia ambruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah tercatat menjadi mata uang dengan koreksi terdalam.

Berdasarkan data Refinitiv per pukul 09.20 WIB, rupiah melemah 0,43% ke posisi Rp16.305/US$, menjadi yang terburuk di kawasan Asia. Tekanan pada rupiah datang dari kombinasi sentimen domestik terkait keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) hari ini serta penguatan dolar AS yang sudah berlangsung dua hari beruntun.

Selain rupiah, sejumlah mata uang lain di Asia juga tertekan. Won Korea turun 0,40% ke KRW 1.398,5/US$, dolar Taiwan melemah 0,33% ke TWD 30,212/US$, sementara baht Thailand dan ringgit Malaysia masing-masing terkoreksi 0,22% dan 0,17%.

Pelemahan tipis juga dialami yuan China -0,08%, rupee India -0,05%, dolar Singapura -0,07%, dan dong Vietnam -0,04%. Satu-satunya mata uang yang justru menguat adalah yen Jepang, yang naik 0,07% ke level JPY 147,56/US$.

Penguatan Indeks Dolar AS Menjadi Pemicunya


Pelemahan pada mayoritas mata uang Asia terjadi seiring penguatan yang tengah berlangsung pada indeks dolar AS (DXY). Per pukul 09.33 WIB, DXY berada di level 98,40 atau terapresiasi 0,15%.DXY sendiri sudah menguat selama dua hari beruntun sejak awal pekan ini dan kini berada di level tertinggi sejak 12 Agustus lalu.

Penguatan dolar didorong oleh meningkatnya ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed). Para pelaku pasar kini menanti pidato Ketua The Fed Jerome Powell dalam Jackson Hole Economic Symposium pada Jumat (22/8/2025). Pidato Powell dipandang sebagai momen penting untuk menguji apakah The Fed akan memberikan sinyal jelas mengenai peluang pemangkasan suku bunga pada September mendatang.

Futures market saat ini menempatkan 84% probabilitas The Fed memangkas suku bunga bulan depan, dengan total penurunan sekitar 54 basis poin hingga akhir tahun. Namun, sebagian analis menilai risiko pasar bisa berbalik apabila Powell memilih untuk tetap berhati-hati atau terdengar lebih hawkish.

"Dengan standar yang relatif tinggi bagi Powell untuk memenuhi ekspektasi pasar, ada risiko ia justru terdengar lebih hawkish, sehingga bisa menarik kembali sentimen positif investor," ujar Kyle Rodda, analis di Capital.com dikutip dari Reuters.

Pasar global sendiri masih berada dalam ketidakpastian setelah data tenaga kerja AS yang lebih lemah dari perkiraan awal bulan ini memicu kenaikan ekspektasi pemangkasan suku bunga, namun kemudian diimbangi oleh data inflasi produsen (PPI) yang lebih panas dari perkiraan pekan lalu. Hal inilah yang membuat pidato Powell di Jackson Hole kian krusial dalam memberikan arah yang lebih tegas bagi pasar.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation