Ringgit dan Rupiah Jadi Bintang Asia, Peso Filipina Justru Tersungkur
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar mata uang Asia mayoritas bergerak tertekan dalam melawan pergerakan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pagi ini, Jumat (12/12/2025).
Berdasarkan data Refinitiv, per pukul 09.20 WIB dari 12 mata uang Asia yang dipantau, hanya empat di antaranya yang tengah berada di zona penguatan. Namun sisanya justru berada dalam pelemahan.
Ringgit Malaysia berhasil tampi paling kuat dalam melawan dominasi greenback, ringgit menguat 0,19% atau terapresiasi ke level MYR 4,1/US$ sekaligus melanjutkan tren penguatannya dalam dua hari.
Sementara itu, nilai tukar Garuda pun tak mau kalah dari negara tetangganya, walau terbilang tipis, namun rupiah terlihat masih mampu melawan pergerakan dolar AS dengan menguat 0,03% di posisi Rp16.660/US$.
Penguatan serupa juga terjadi pada yuan China dan dolar Singapura yang sama-sama naik 0,03% ke level CNY 7,055/US$ dan SGD 1,2914/US$.
Namun, mayoritas mata uang Asia lainnya masih berada di dalam tekanan. Nilai tukar Peso Filipina menjadi yang terdalam pelemahannya dengan koreksi 0,25% atau berada di level PHP 59,086/US$. Tepat di bawahnya, baht Thailand juga terpantau melemah 0,16% di level THB 31,66/US$.
Sejumlah mata uang Asia lainnya juga terkoreksi. Dolar Taiwan melemah 0,10% ke TWD 31,229/US$, disusul yen Jepang yang turun 0,09% ke JPY 155,72/US$, serta won Korea yang melemah 0,08% ke KRW 1.472,1/US$.
Selain itu, dong Vietnam dan rupee India turut mengalami penurunan tipis masing-masing 0,02%, sehingga bergerak ke level VND 26.306/US$ dan INR 90,246/US$.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) tercatat menguat 0,03% ke level 98,378, menandakan dolar masih cukup dominan pada awal perdagangan hari ini.
Sentimen pergerakan mata uang Asia hari ini juga tidak lepas dari dinamika dolar AS di pasar global.
Meskipun indeks dolar AS (DXY) tercatat menguat tipis pada perdagangan pagi ini namun tren secara keseluruhan masih menunjukkan pelemahan setelah The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada Rabu (10/12/2025) atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Pemangkasan suku bunga yang sudah lama diproyeksikan pasar ini membuat minat investor terhadap aset berdenominasi dolar menurun dalam beberapa sesi terakhir, membuka ruang apresiasi bagi mata uang emerging markets.
Namun, penguatan dolar pada pagi ini menunjukkan bahwa pasar masih mencermati detail arah kebijakan The Fed tahun depan dan data ekonomi AS yang akan dirilis dalam waktu dekat.
Tren pelemahan dolar juga diperkuat oleh perkembangan di pasar obligasi AS. Imbal hasil (yield) US Treasury turun setelah The Fed mengumumkan rencana pembelian surat utang pemerintah jangka pendek mulai 12 Desember untuk menjaga stabilitas likuiditas. Pada tahap awal, The Fed akan membeli sekitar US$40 miliar Treasury bills.
Selain itu, bank sentral juga mengalihkan sekitar US$15 miliar dari aset mortgage-backed securities (MBS) yang jatuh tempo untuk kembali diinvestasikan ke T-bills, sehingga total injeksi likuiditas pada bulan ini mencapai sekitar US$55 miliar. Peningkatan likuiditas tersebut mendukung aset berisiko dan menekan daya tarik dolar AS sebagai aset safe haven dalam beberapa hari terakhir.
Faktor antara tren pelemahan dolar, sentimen risiko yang membaik, serta sikap wait and see pasar terhadap detail kebijakan The Fed inilah yang membentuk pola pergerakan mata uang Asia pagi ini, di mana sebagian mampu menguat memanfaatkan tekanan pada dolar, sementara sebagian lainnya masih bergerak defensif mengikuti volatilitas pasar global.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw)