Newsletter

Ada Hikmah Dibalik Kolapsnya SVB & Krisis Perbankan AS-Eropa

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 March 2023 06:00
SVB
Foto: Reuters
  • IHSG, rupiah hingga SBN kompak mencatat penguatan tajam pada perdagangan Selasa, setelah meredanya gonjang-ganjing sektor perbankan di Amerika Serikat dan Eropa. 
  • Wall Street melemah pada perdagangan Selasa waktu setempat, pasar saat ini kembali berfokus ke suku bunga tinggi dan risiko resesi. 
  • Ekonom ternama Jeremy Siegel ada hikmah dari gonjang-ganjing sektor perbankan yang terjadi saat ini, sebab jika terjadi belakangan maka suku bunga akan semakin tinggi lagi.

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah hingga Surat Berharga Negara (SBN) kompak menguat Selasa kemarin. Pasar yang mulai kalem terkait krisis perbankan di Barat kembali memburu aset-aset berisiko.

IHSG tercatat menguat 0,77% ke 6.760,328, nyaris membalikkan pelemahan sehari sebelumnya. Rupiah juga menguat cukup tajam, 0,46% ke Rp 15.085/US$, sebelumnya bahkan sempat menyentuh Rp 15.060/US$ yang merupakan level terkuat sejak 6 Februari.

Dari pasar obligasi, nyaris semua tenor SBN harganya mengalami kenaikan, tercermin dari imbal hasil (yield) yang menurun.

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika yield turun artinya harga sedang naik.

Tekanan bagi perbankan di Amerika Serikat dan Eropa yang mulai mereda memberikan sentimen positif ke pasar finansial. Saham bank seperti First Republic dan PacWest yang sebelumnya tertekan mampu menguat pada perdagangan Senin. Saham First Citizen Bancshares Inc. bahkan meroket lebih dari 53%. Dari Eropa, saham Deutsche Bank yang pada pekan lalu menjadi sorotan juga berhasil menguat.

Para analis mengapresiasi langkah otoritas di AS dan Eropa yang bertindak cepat guna meredam gejolak yang terjadi.

Sebelumnya bank kecil di Amerika Serikat juga menjadi korban pasca kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB). Terjadi perpindahan simpanan nasabah dari bank kecil ke bank besar dengan nilai yang signifikan. Dampaknya, bank kecil bisa kekurangan modal.

Berdasarkan data dari Federal Reserve, dalam sepekan 15 Maret, deposit di bank-bank kecil merosot hingga US$ 119 miliar menjadi US$ 5,46 triliun.

Sebaliknya, deposit di bank besar mengalami kenaikan US$ 67 miliar menjadi US$ 10,74 triliun.

Hal ini menjadi indikasi para nasabah masih cemas krisis perbankan bisa meluas

"Otoritas sekali lagi bekerja keras guna menyelesaikan masalah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Hal yang terpenting adalah otoritas di AS dan Eropa menunjukkan kemampuan yang cepat dan tegas dalam menangani dampak dari turbulensi baru-baru ini serta membendungnya sebelum memburuk. Kepercayaan pelaku pasar juga perlahan-lahan mulai pulih," kata Craig Erlam, analis pasar senior di Oanda, sebagaimana dikutip CNBC International.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Balik Lagi ke Suku Bunga Tinggi, Wall Street Melemah



Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street melemah perdagangan Selasa waktu setempat. Meski tekanan di sektor perbankan mereda, tetapi pelaku pasar masih belum sepenuhnya kembali ke aset-aset berisiko.

Indeks Dow Jones melemah 0,12% ke 32.394,25, S&P 500 0,16% dan Nasdaq turun 0,45%.

Sektor perbankan yang melesat pada awal pekan lalu kembali mengalami koreksi, meski tidak lagi mengalami aksi jual masif seperti beberapa pekan terakhir.

Saham teknologi yang mengalami penurunan paling besar menjadi indikasi pelaku pasar kini kembali fokus ke suku bunga tinggi dan risiko resesi.

Kemungkinan terjadi resesi di Amerika Serikat juga dikatakan semakin dekat pasca gonjang-ganjing sektor perbankan. Hal ini bahkan diungkapkan oleh Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari dalam wawancaranya dengan CBS.

"Ini jelas membawa kita semakin dekat (dengan resesi) saat ini, apa yang belum jelas bagi kami saat ini adalah seberapa banyak tekanan perbankan yang bisa membuat krisis kredit meluas. Kemudian, krisis kredit akan memperlambat perekonomian," kata Kashkari sebagaimana dilansir CNBC International.

Kashkari mengatakan para pejabat The Fed memantau dampak kejatuhan sektor perbankan "dengan seksama".

Ia juga menegaskan sistem perbankan saat ini resilien dan sehat, memiliki modal yang kuat dan likuiditas yang cukup memadai serta mendapat dukungan penuh dari The Fed dan regulator lainnya.

Meski demikian, Kashkari mengakui masih akan ada tekanan di sektor perbankan.

"Saya tidak mengatakan semua tekanan sudah hilang, saya memperkirakan proses ini memerlukan waktu beberapa saat. Tetapi secara fundamental. sistem perbankan sehat," tegasnya.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Pergerakan Wall Street menunjukkan belum stabilnya sentimen pelaku pasar pasca krisis yang melanda sektor perbankan. Dari Eropa, saham Deutsche Bank kembali mengalami pelemahan, tetapi semua bursa utama mampu menguat tipis.

Pergerakan tersebut tentunya membuka ruang berlanjutnya penguatan IHSG, rupiah hingga SBN. Apalagi jika melihat fundamental dalam negeri yang berbeda dengan Barat yang masih berkutat dengan inflasi tinggi.

Selain itu, dibalik gonjang-ganjing sektor perbankan di Amerika Serikat dan Eropa ada kabar baik yang terselip. Bank sentral AS (The Fed) sudah memberikan tandanya.

Pada Kamis (23/3/2023) dini hari waktu Indonesia, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% - 5%.

Dengan demikian dalam satu tahun terakhir The Fed total menaikkan suku bunga sebanyak 9 kali sebesar 475 basis poin. Ke depannya, bank sentral paling powerful di dunia ini melihat rilis data-data ekonomi terbaru akan menentukan akan suku bunga perlu dinaikkan lagi atau tidak.

"Komite pembuat kebijakan akan melihat informasi terbaru dan menilai implikasinya untuk menentukan kebijakan moneter," tulis pernyataan The Fed setelah mengumumkan kenaikan suku bunga.

Powell menyoroti kolapsnya Silicon SVB membuat likuiditas perbankan menjadi lebih ketat, sehingga The Fed yang sebelumnya terlihat akan kembali agresif menaikkan suku bunga mengendurkan langkah tersebut.

Selain itu, perbankan akan lebih hati-hati dalam menyalurkan kredit, sehingga inflasi bisa lebih cepat turun.

Pasar kini melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lagi. Bahkan banyak yang memprediksi suku bunga akan dipangkas pada Juli nanti. Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 54% The Fed akan memangkas suku bunganya 25 basis poin menjadi 4,5% - 4,75%.

fedFoto: FedWatch, CME Group

Ekonom terkemuka, Jeremy Siegel juga mensyukuri gonjang-ganjing perbankan terjadi saat ini, jika terjadi belakangan maka suku bunga akan semakin tinggi lagi.

"Jika kisruh perbankan terjadi belakangan, kita akan melihat suku bunga lebih tinggi lagi. Jadi, suku bunga yang lebih rendah menjadi hikmah dari krisis perbankan saat ini," kata Siegel, profesor finansial di Wharton School of Business, sebagaimana dilansir Yahoo Finance, Sabtu (25/3/2023).

Siegel menambahkan dengan kejadian saat ini, dia menjadi lebih optimistis dengan outlook perekonomian pada 2024.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Inflasi Australia (7:30 WIB)
  • Konferensi pers mengenai gaji ke-13 dan THR (08:30 WIB)
  • Konferensi pers tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama (14:30 WIB)
  • Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubenur Bank Sentral ASEAN di Bali.
  • Stok minyak mentah AS (21:30 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Cash Dividend (distribution): ARNA
  • Cash Dividend (recording): BPII, BBNI, ESSA
  • Cash Dividend (Ex): BBTN, BBCA
  • RUPS: LABA, SIDO, LPPF


Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q4-2022 YoY)

5,01%

Inflasi (Februari 2023 YoY)

5,47%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2023)

5,75%

Surplus Anggaran (APBN Januari 2023)

0,43% PDB)

Surplus Transaksi Berjalan (Q4-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY)

US$ 4,7 miliar

Cadangan Devisa (Februari 2023)

US$ 140,3 miliar

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular