Macro Insight
Ini Nasihat IMF untuk BI Agar Ekonomi RI Tetap Stabil
![Managing Director Kristalina Georgieva, September 25, 2019, Washington. [Photo: AFP/Eric Baradat] Managing Director Kristalina Georgieva, September 25, 2019, Washington. [Photo: AFP/Eric Baradat]](https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/03/25/6338a7b7-c28a-4f86-9ec9-030325d97b23_169.jpeg?w=715&q=90)
- IMF merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5% untuk 2023
- IMF menilai kebijakan BI saat ini sudah tepat
- IMF mengingatkan BI untuk mengambil kebijakan lebih tegas jika harga-harga kembali naik
Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, IMF juga memberi sejumlah peringatan agar ekonomi tetap bisa berjalan baik, termasuk soal suku bunga.
IMF dalam laporannya IMF Staff Completes 2023 Article IV Mission to Indonesia merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia ke 5% pada 2023, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya di angka 4,8%.
Revisi ke atas dilakukan karena Indonesia dinilai lebih tangguh dalam melewati kondisi global yang komplek pada tahun lalu dan tahun ini.
IMF secara khusus juga menyoroti kebijakan BI. Menurut mereka, kebijakan BI saat ini sudah tepat. Namun, mereka mengingatkan BI bisa bersikap lebih tegas jika terjadi goncangan harga.
"Kebijakan saat ini secara umum netral, dan sesuai," tulis IMF.
Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga sebesar 225 basis points (bps) menjadi 5,75% hanya dalam kurun waktu enam bulan sejak Agustus 2022- Januari 2023.
BI bahkan secara agresif sebesar 50 bps pada tiga bulan beruntun yakni September, Oktober, dan November 2022.
Kebijakan moneter ketat dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan inflasi pasca kenaikan harga BBM subsidi serta mengikuti kenaikan suku bunga di tingkat global.
BI mulai menahan suku bunga acuan di level 5,75% pada Februari 2023.
IMF mengingatkan agar BI perlu memberlakukan kebijakan lebih tegas jika ada lonjakan inflasi.
"BI perlu siap bertindak tegas jika tekanan terhadap harga muncul kembali. Seiring normalisasi perekonomian, BI dapat mengambil tindakan lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter," tutur IMF.
Sejauh ini, Gubernur BI Perry Warjiyo berulang kali menegaskan jika suku bunga sebesar 5,75% sudah memadai untuk membawa inflasi ke target sasaran BI di 2-4%.
IMF juga memberi apresiasi kepada BI yang sudah mengakhiri program pembelian utang pemerintah melalui skema burden sharing.
Berdasarkan data Bank Indonesia, bank sentral RI tersebut sudah melalukan pembelian SBN senilai Rp 1.104,85 triliun sepanjang 2020-2022.
Pembelian pada 2020 tercatat sebesar Rp 473,42 triliun sementara pada 2021 sebesar Rp 358,32 triliun dan pada 2022 sebesar Rp 273,11 triliun.
Besarnya pembelian SBN membuat kepemilikan BI dalam SBN pemerintah melonjak menjadi 26,1% (gross) per 27 Maret 2023 dari 12,39% pada akhir Februari 2020 atau periode sebelum pandemi.
"Pengakhiran kebijakan pembelian surat utang negara di pasar primer oleh BI patut dipuji. Seperti kebijakan pada saat pandemi, kebijakan tersebut perlu dibatasi," tulis IMF.
IMF menjelaskan kebijakan pembelian surat utang perlu dibatasi karena seharusnya dilakukan pada saat kondisi yang serius. Kebijakan tersebut juga harus jelas batas waktunya.
"Hal ini akan membantu menjaga independensi dan otonomi operasional BI," imbuh IMF.
IMF sudah beberapa kali memberi peringatan BI mengenai kerja sama burden sharing.
Dalam laporannya Indonesia: 2022 Article IV Consultation pada Maret 2022 juga meminta Indonesia untuk mulai menghapus secara bertahap kebijakan 'exceptional" atau pengecualian yang dilakukan selama pandemi.
IMF berharap Bank Indonesia akan mengakhiri pembelian SBN di pasar primer dan bisa memberikan sinyal yang jelas mengenai stance moneter mereka.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)[Gambas:Video CNBC]