Ramalan Terbaru IMF Soal Situasi Ekonomi RI, Simak!

News - Anisa Sopiah, CNBC Indonesia
27 March 2023 09:06
Indonesia Mission Chief, Asia and Pacific Department, IMF Cheng Hoon Lim. Foto: Indonesia Mission Chief, Asia and Pacific Department Cheng Hoon Lim /Hadijah Alaydrus

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 menjadi 5%. Angka ini naik dari perkiraan sebelumnya yang dibuat pada Januari 2023 lalu yang berkisar di level 4,8%. Perubahan proyeksi ini didorong oleh pemulihan permintaan dalam negeri dan kinerja ekspor yang kuat.

Namun, proyeksi pertumbuhan ini melambat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 5,3%. IMF menilai hal tersebut dikarenakan adanya pengetatan kebijakan dan adanya normalisasi harga komoditas yang sempat tinggi di tahun lalu.

"Pertumbuhan diproyeksikan akan tetap kuat, didorong oleh pemulihan permintaan dalam negeri dan kinerja ekspor yang solid, tetapi akan sedikit melambat menjadi 5 persen pada tahun 2023, mengingat pengetatan pengaturan kebijakan dan normalisasi harga komoditas," bunyi laporan tersebut, dikutip Senin (27/3/2023).


Dalam laporan terbarunya Maret 2023, IMF menilai Indonesia telah berhasil melewati gejolak ekonomi global, untuk itu organisasi ini memprediksi neraca berjalan Indonesia akan seimbang, dan Foreign Direct Investment (FDI) serta aliran portofolio akan menguat di tahun ini. Inflasi yang sempat memuncak pada level 6% di tahun lalu, juga tampaknya akan kembali ke kisaran sasaran Bank Indonesia yakni 3±1% pada paruh kedua tahun 2023.

"Inflasi diperkirakan akan kembali ke kisaran target Bank Indonesia pada paruh kedua tahun 2023, namun BI harus siap untuk bertindak tegas jika tekanan harga muncul kembali. Seiring normalnya perekonomian, BI dapat mengambil tindakan lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter," tulis laporan tersebut.

Pada tanggal 7 hingga 17 Maret 2023, Tim IMF yang dipimpin oleh Indonesia Mission Chief, Asia and Pacific Department Cheng Hoon Lim melakukan diskusi mengenai ekonomi Indonesia. Lim mengatakan kebijakan moneter dan fiskal Indonesia di tahun 2022 telah mencerminkan hasil koordinasi yang baik antar pemangku kepentingan, dan mereka menilai kebijakan tersebut telah mempertimbangkan kondisi ekonomi ke depan.

Oleh karena itu, IMF menilai Indonesia berhasil tumbuh dengan sehat, menurunkan inflasi, dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Hal tersebut juga didorong oleh harga komoditas ekspor Indonesia yang tinggi sehingga bisa menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,3%.

Di tahun ini, IMF melihat resiko secara umum akan seimbang. Pemulihan yang lebih cepat di Tiongkok atau meredanya tekanan inflasi global dinilai akan mendorong penguatan permintaan ekspor Indonesia.

Kendati demikian, IMF mengingatkan bahwa ada potensi pelemahan rupiah ke depan. Hal tersebut dimungkinkan apabila terjadi pengetatan kondisi keuangan global secara tiba-tiba atau perlambatan global yang pada akhirnya berdampak pada pelemahan neraca perdagangan.

Satu hal juga yang tetap harus menjadi perhatian adalah ketegangan geopolitik yang masih berlangsung, hal tersebut perlu diwaspadai karena dapat mengganggu rantai pasokan dan memperkuat tekanan inflasi.

Dalam pernyataannya, Lim mengatakan Bank Indonesia harus tetap waspada dalam memantau perkembangan inflasi, dan apabila diperlukan, BI dapat memperketat kebijakan moneter untuk mengatasi risiko inflasi. Namun sejauh ini, IMF menilai sikap kebijakan BI secara umum sudah netral dan tepat.

Kendati demikian IMF mengingatkan agar BI terus mengawasi kerentanan yang muncul terhadap keuangan, yakni dengan cermat memantau dampak suku bunga yang lebih tinggi terhadap perbankan dan sektor korporasi. Dengan besarnya kepemilikan perbankan atas surat utang negara, kehati-hatian fiskal yang berkelanjutan dan pengawasan bank yang ketat diperlukan untuk meminimalis risiko yang berasal dari hubungan antara perbankan dan negara.

"Sistem keuangan tampaknya tangguh. Bank menikmati buffer yang kuat dan pertumbuhan kredit yang kuat. Dengan meredanya risiko sistemik, sikap kebijakan makroprudensial secara luas tidak berubah tahun ini, dengan tujuan untuk bergerak menuju sikap yang lebih netral pada tahun 2024," ujar Lim.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Saat Jokowi Setop Omongin Dunia: Nanti Dibilang Nakut-nakutin


(haa/haa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading