Newsletter

Nah Lho! IMF Buka Suara, Krisis Perbankan di Depan Mata?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 March 2023 06:00
GERMANY-POLITICS-ECONOMY-MEETING
Foto: Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. (AFP/TOBIAS SCHWARZ)
  • The Fed yang menaikkan suku bunga 25 basis poin pada pekan lalu, dan mengindikasikan periode kenaikan segera berakhir membuat IHSG, rupiah hingga SBN kompak melesat pada pekan lalu. 
  • Kolapsnya SVB membuat likuiditas perbankan menjadi lebih ketat, membuat The Fed tidak perlu lagi agresif menaikkan suku bunga. Tetapi di sisi lain, IMF memperingatkan risiko terganggunya stabilitas finansial kini semakin besar. 
  • Faktor-faktor tersebut membuat IHSG, rupiah dan SBN berisiko berfluktuasi awal pekan ini, tetapi dengan kecenderungan menguat sebab pasar masih menyambut keputusan The Fed, bahkan ada yang memprediksi suku bunga akan dipangkas pada Juli nanti.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Indonesia menguat sepanjang pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses menguat 1,26% ke 6.762,25, sekaligus mengakhiri kemerosotan dalam empat minggu beruntun. Libur Hari Raya Nyepi dan cuti bersama membuat perdagangan hanya berlangsung tiga hari saja, IHSG mampu mencatat penguatan sebanyak dua kali.

Dari pasar obligasi, mayoritas Surat Berharga Negara (SBN) juga mengalami penguatan, terlihat dari imbal hasilnya (yield) yang mengalami penurunan.

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika yield turun artinya harga sedang naik.

Rupiah juga mampu mencatat penguatan tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS), memperpanjang kinerja apik pekan sebelumnya. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah tercatat melesat 1,24% ke Rp 15.150/US$, level tersebut merupakan yang terkuat sejak 10 Februari lalu.

Penguatan tajam tersebut tercatat terjadi hanya dalam sehari perdagangan pada Jumat (24/3/2023). Penyebabnya, pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).

SBN hingga IHSG juga merespon pengumuman tersebut dengan penguatan tajam, dan berpeluang berlanjut awal pekan ini.

Pada Kamis (23/3/2023) dini hari waktu Indonesia, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% - 5%.

Dengan demikian dalam satu tahun terakhir The Fed total menaikkan suku bunga sebanyak 9 kali sebesar 475 basis poin. Ke depannya, bank sentral paling powerful di dunia ini melihat rilis data-data ekonomi terbaru akan menentukan akan suku bunga perlu dinaikkan lagi atau tidak.

"Komite pembuat kebijakan akan melihat informasi terbaru dan menilai implikasinya untuk menentukan kebijakan moneter," tulis pernyataan The Fed setelah mengumumkan kenaikan suku bunga.

Powell menyoroti kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) membuat likuiditas perbankan menjadi lebih ketat, sehingga The Fed yang sebelumnya terlihat akan kembali agresif menaikkan suku bunga mengendurkan langkah tersebut.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Menguat Dua Pekan Beruntun 

Bursa saham AS (Wall Street) kembali mencatat penguatan pada pekan lalu. Ketiga indeks utama menguat dua pekan beruntun. Indeks S&P 500 tercatat menguat 1,4% ke 3.970,98, Dow Jones naik 1,2% ke 32237,53 dan Nasdaq memimpin sebesar 1,7% di 11823,96.

The Fed yang membuka peluang tidak lagi menaikkan suku bunga memberikan sentimen positif. Tetapi di sisi lain, pelaku pasar juga was-was dengan gonjang-ganjing sektor perbankan.

"Saya pikir pasar secara keseluruhan tidak khawatir tetapi juga tidak optimistik, pasar sedang kebingungan. Pergerakan harga dalam satu setengah bulan terakhir termasuk pada Jumat campur aduk tanpa arah atau keyakinan apa pun," kata George Ball, Presiden Sanders Morris Harris, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (24/3/3023).

Gonjang-ganjing sektor perbankan tidak hanya terjadi di Amerika Serikat tetapi sudah merembet ke Eropa. Meski demikian Presiden European Central Bank (ECB), Christine Lagarde, menenangkan pasar dengan mengatakan perbankan di Eropa resilien dan memiliki modal serta likuidtas yang kuat.

Lagarde juga menyatakan ECB akan menyediakan likuiditas jika diperlukan.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Gonjang-ganjing yang melanda sektor perbankan memberikan sentimen negatif tetapi juga ada dampak bagusnya.

Pasar kini melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lagi. Bahkan banyak yang memprediksi suku bunga akan dipangkas pada Juli nanti. Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 54% The Fed akan memangkas suku bunganya 25 basis poin menjadi 4,5% - 4,75%.

fedFoto: FedWatch, CME Group

Pasar pun menyambut dengan optimisme yang besar, ada harapan Amerika Serikat tidak akan mengalami resesi alias soft landing.

Di sisi lain, pelaku pasar juga masih was-was terhadap stabilitas finansial setelah kolapsnya SVB dan dua bank lainnya di Amerika Serikat. Gonjang-ganjing tersebut akhirnya merembet ke Eropa, Credit Suisse nyaris kolaps.

Dana Moneter Internasional (IMF) risiko stabilitas finansial semakin meningkat dan meminta semua negara terus waspada. Meski demikian, langkah yang diambil otoritas di negara-negara maju mampu membuat pasar sedikit lebih tenang.

"Kami terus memonitor perkembangan dengan seksama dan menilai kemungkinan implikasinya ke outlook perekonomian global serta stabilitas finansial global," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, sebagaimana dikutip CNBC International, Minggu (26/3/2023).

Di Amerika Serikat, bank kecil sudah menjadi korban. Terjadi perpindahan simpanan nasabah dari bank kecil ke bank besar dengan nilai yang signifikan. Dampaknya, bank kecil bisa kekurangan modal.

Berdasarkan data dari Federal Reserve, dalam sepekan 15 Maret, deposit di bank-bank kecil merosot hingga US$ 119 miliar menjadi US$ 5,46 triliun.

Sebaliknya, deposit di bank besar mengalami kenaikan US$ 67 miliar menjadi US$ 10,74 triliun. Hal ini menjadi indikasi para nasabah masih cemas krisis perbankan bisa meluas, khususnya menimpa bank kecil pasca kolapsnya SVB.

Ketika Barat sedang gonjang-ganjing, China justru membawa kabar baik. Georgiva melihat ekonomi China akan bangkit tahun, dan memproyeksikan pertumbuhan 5,2%.

Perekonomian China diprediksi berkontribusi hingga sepertiga terhadap pertumbuhan ekonomi global. Selain itu, setiap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China sebesar 1%, akan turut mengerek 0,3% PDB negara Asia lainnya.

Semua faktor tersebut akan membuat pasar finansial dalam negeri berfluktuasi di awal pekan ini. Meski ada kecenderungan IHSG, rupiah hingga SBN akan menguat.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Iklim bisnis Jerman (15:00 WIB)
  • Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN di Bali.

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Offering Start IPO HAJJ

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q4-2022 YoY)

5,01%

Inflasi (Februari 2023 YoY)

5,47%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2023)

5,75%

Surplus Anggaran (APBN Januari 2023)

0,43% PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q4-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY)

US$ 4,7 miliar

Cadangan Devisa (Februari 2023)

US$ 140,3 miliar

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular