Newsletter

Hari Kejepit Nasional, Kemana Arah Pasar Keuangan RI?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
24 March 2023 06:05
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • - Saat pasar keuangan RI libur Hari Nyepi, pergerakan pasar keuangan global cenderung volatile
  •  Wall Street kembali menghijau, meski The Fed menaikkan suku bunganya lagi
  •  Sentimen terkait kebijakan The Fed diperkirakan akan mendominasi pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Rabu dan Kamis (22-23/3/2023) ditutup dalam rangka libur dan cuti bersama Hari Nyepi Tahun Baru Saka 1945, sehingga perdagangan terakhir yakni Selasa lalu.

Pada perdagangan Selasa lalu, pasar keuangan RI mencatatkan kinerja yang cukup gemilang, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan harga obligasi pemerintah kompak menguat.

Pasar keuangan Tanah Air diharapkan melanjutkan kinerja positifnya pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG pada perdagangan Selasa lalu ditutup melonjak 1,2% ke posisi 6.691,61. IHSG nyaris menyentuh kembali level psikologis 6.700.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan Selasa lalu mencapai sekitar Rp 8 triliun dengan melibatkan 20 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 332 saham terapresiasi, 202 saham terdepresiasi, dan 175 saham lainnya stagnan.

Investor asing pun mencatatkan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 494,25 miliar di seluruh pasar pada perdagangan Selasa lalu.

Dikala IHSG libur, sementara di kawasan Asia-Pasifik, pada perdagangan Kamis kemarin (23/3/2023)  cenderung bervariasi. Untuk indeks Shanghai Composite China, Hang Seng Hong Kong, KOSPI Korea Selatan, SET Index Thailand, dan TAIEX Taiwan ditutup menghijau.

Sedangkan sisanya yakni ASX 200 Australia, BSE Sensex India, Nikkei 225 Jepang, KLCI Malaysia, PSEI Filipina, dan Straits Times Singapura ditutup melemah.

Berikut pergerakan IHSG pada Selasa lalu dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Kamis kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan Selasa lalu berhasil ditutup menguat di hadapan dolar AS, atau The Greenback.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan Selasa lalu di Rp 15.340/US$, naik 0,1% di pasar spot.

Saat rupiah libur, di kawasan Asia pada perdagangan Kamis kemarin secara mayoritas mampu mengalahkan sang greenback. Hanya dolar Hong Kong saja yang kalah melawan The Greenback kemarin, sedangkan dolar Taiwan cenderung stagnan.

Berikut pergerakan rupiah pada Selasa lalu dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Kamis kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan Selasa lalu harganya kompak menguat, menandakan bahwa imbal hasil (yield) melandai dan investor ramai memburunya.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau turun 1,9 basis poin (bp) menjadi 6,883%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Senin kemarin.

Saat pasar keuangan RI libur, pergerakan pasar keuangan global sejatinya cenderung bervariasi, di mana bursa saham cenderung lesu, tetapi pasar mata uang cenderung bergairah.

Hal ini terjadi setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) pada dini hari kemarin waktu Indonesia.

Meski tetap menaikkan suku bunga, tetapi kenaikan ini sudah sesuai dengan prediksi pasar berdasarkan alat CME FedWatch.

Namun, kenaikan suku bunga The Fed ini terjadi di tengah krisis perbankan AS yang mengguncang dunia. Keputusan The Fed tersebut menegaskan jika inflasi tetap menjadi pertimbangan utama The Fed.

Inflasi AS sebenarnya sudah melandai ke 6% (year-on-year/yoy) pada Februari 2023, dari 6,4% (yoy) pada Januari 2023. Namun, masih jauh di atas target The Fed di kisaran 2%.

Chairman The Fed, Jerome Powell mengatakan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) mempertimbangkan untuk menahan kenaikan suku bunga karena adanya krisis perbankan.

Namun, rapat tetap memutuskan kenaikan karena inflasi masih kencang dan pasar tenaga kerja masih panas.

Dalam sepekan terakhir, AS tengah diguncang krisis yang menimpa tiga bank mereka. Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank.

Selain keputusan The Fed, pelaku pasar juga bereaksi negatif terhadap pernyataan Menteri Keuangan AS, Janet Yellen.

Berbicara di depan senat pada Rabu kemarin waktu AS, Yellen mengatakan tidak akan ada 'blanket insurance" atau jaminan kepada nasabah bank di atas ketentuan.

Dia menegaskan Lembaga Penjamin Simpanan AS (FDIC) akan tetap mempertahankan batas simpanan yang dilindungi di angka US$ 250.000 per nasabah atau sekitar Rp 3,84 miliar.

Saham First Republic Bank kembali ambruk 15,5% kemarin setelah pernyataan Yellen. Saham Pacific Western Bank juga jeblok 17,1% sementara Western Alliance Bancorp turun 5,0 %.

Meski ada yang kecewa, tetapi ada juga yang menerimanya, karena kenaikannya sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.

Namun, sebagian besar pelaku pasar global masih mengharapkan bahwa The Fed dapat terus melunak, jika memang mereka mempertimbangkan krisis perbankan di AS.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup kembali menghijau pada perdagangan Kamis kemarin, dalam sesi perdagangan yang bergejolak karena pelaku pasar bertaruh bahwa bank sentral AS mungkin mendekati akhir dari siklus kenaikan suku bunga.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,23% ke posisi 32.105,25, S&P 500 bertambah 0,3% ke 3.948,72, dan Nasdaq Composite melesat 1,01% menjadi 11.787,4.

Saham teknologi mengungguli karena investor mengurangi taruhannya terhadap kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan turunnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury).

Saham raksasa teknologi seperti Microsoft, Nvidia dan Apple kompak menguat. Saham Teknologi menjadi yang paling terpukul karena kenaikan suku bunga The Fed yang sudah sembilan kali berturut-turut dalam waktu sekitar satu tahun.

Prospek kenaikan suku bunga yang lebih rendah bulan ini dan bahkan melandainya suku bunga pada pertemuan mendatang menyebabkan investor kembali melirik saham-saham teknologi, setelah pada tahun lalu mereka cenderung menghindarinya.

Sebelumnya pada Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 4,75-5,0%. Meski tetap menaikkan suku bunga, tetapi kenaikan ini sudah sesuai dengan prediksi pasar, berdasarkan alat CME FedWatch.

Namun, kenaikan suku bunga The Fed ini terjadi di tengah krisis perbankan AS yang mengguncang dunia.  Keputusan The Fed tersebut menegaskan jika inflasi tetap menjadi pertimbangan utama The Fed.

Inflasi AS sebenarnya sudah melandai ke 6% (year-on-year/yoy) pada Februari 2023, dari 6,4% (yoy) pada Januari 2023. Namun, masih jauh di atas target The Fed di kisaran 2%.

Chairman The Fed, Jerome Powell mengatakan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) mempertimbangkan untuk menahan kenaikan suku bunga karena adanya krisis perbankan.

Namun, rapat tetap memutuskan kenaikan karena inflasi masih kencang dan pasar tenaga kerja masih panas.

Dalam sepekan terakhir, AS tengah diguncang krisis yang menimpa tiga bank mereka. Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank.

Di lain sisi, beberapa saham perbankan terpantau terkoreksi lagi, meski Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan bahwa tindakan darurat federal yang digunakan untuk mendukung Silicon Valley Bank (SVB) dan pelanggan Signature Bank dapat digunakan lagi jika perlu.

"Kami telah menggunakan alat penting untuk bertindak cepat untuk mencegah penularan. Dan itu adalah alat yang bisa kami gunakan lagi," kata Yellen dalam kesaksian tertulis di hadapan subkomite House Appropriations, dikutip dari CNBC International.

Komentarnya muncul karena regulator bertujuan untuk meyakinkan pelanggan dan investor di tengah krisis perbankan yang dipromosikan oleh penutupan SVB.

Pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street dalam dua hari terakhir atau saat pasar keuangan RI sedang libur Hari Nyepi.

Sebelum ditutup kembali cerah pada perdagangan kemarin, Wall Street pada perdagangan Rabu lalu juga sempat terkoreksi, sehingga pada pekan ini volatilitasnya juga masih cenderung tinggi.

Koreksinya Wall Street pada Rabu lalu dikarenakan beberapa pelaku pasar cenderung kecewa dengan keputusan The Fed yang kembali menaikkan suku bunga acuannya di saat krisis perbankan sedang melanda AS.

Namun, beberapa pelaku pasar ada yang menerimanya karena kenaikannya sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.

Sebelumnya pada Rabu siang waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 4,75-5,0%. Meski tetap menaikkan suku bunga, tetapi kenaikan ini sudah sesuai dengan prediksi pasar, berdasarkan alat CME FedWatch.

Namun, kenaikan suku bunga The Fed ini terjadi di tengah krisis perbankan AS yang mengguncang dunia.  Keputusan The Fed tersebut menegaskan jika inflasi tetap menjadi pertimbangan utama The Fed.

Inflasi AS sebenarnya sudah melandai ke 6% (year-on-year/yoy) pada Februari 2023, dari 6,4% (yoy) pada Januari 2023. Namun, masih jauh di atas target The Fed di kisaran 2%.

Chairman The Fed, Jerome Powell mengatakan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) mempertimbangkan untuk menahan kenaikan suku bunga karena adanya krisis perbankan.

Namun, rapat tetap memutuskan kenaikan karena inflasi masih kencang dan pasar tenaga kerja masih panas.

Dalam sepekan terakhir, AS tengah diguncang krisis yang menimpa tiga bank mereka. Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank.

Selain The Fed, kekecewaan pasar sempat terjadi setelah Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan tidak akan ada 'blanket insurance" atau jaminan kepada nasabah bank di atas ketentuan.

Dia menegaskan Lembaga Penjamin Simpanan AS (FDIC) akan tetap mempertahankan batas simpanan yang dilindungi di angka US$ 250.000 per nasabah atau sekitar Rp 3,84 miliar.

Namun pada Kamis kemarin, Yellen mengatakan bahwa tindakan darurat federal yang digunakan untuk mendukung Silicon Valley Bank (SVB) dan pelanggan Signature Bank dapat digunakan lagi jika perlu.

"Kami telah menggunakan alat penting untuk bertindak cepat untuk mencegah penularan. Dan itu adalah alat yang bisa kami gunakan lagi," kata Yellen dalam kesaksian tertulis di hadapan subkomite House Appropriations, dikutip dari CNBC International.

Komentarnya muncul karena regulator bertujuan untuk meyakinkan pelanggan dan investor di tengah krisis perbankan yang dipromosikan oleh penutupan SVB.

Saat ini, pelaku pasar global masih memantau perkembangan terbaru dari krisis perbankan di AS, meski sejatinya kekhawatiran pasar akan krisis tersebut sudah mulai mereda sejak awal pekan ini.

Sementara itu pada hari ini, pelaku pasar akan memantau serangkaian rilis data ekonomi penting di dunia, terutama terkait dengan data aktivitas manufaktur dan jasa, di mana pembacaan awal dari data purchasing manager's index (PMI) manufaktur dan jasa akan dirilis di beberapa negara hari ini.

Adapun negara-negara yang akan merilis data awal PMI manufaktur dan jasa pada hari ini yakni Jepang, Uni Eropa, Inggris, dan AS.

Selain itu di Jepang, data inflasi periode Februari 2023 juga akan dirilis pada hari ini, di mana inflasi Negeri Matahari Terbit pada bulan lalu diprediksi turun menjadi 3,3% (yoy) dan -0,3% (month-to-month/mtm), berdasarkan survei Trading Economics.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data awal PMI manufaktur dan jasa Australia periode Maret 2023 (05:00 WIB),
  2. Rilis data inflasi Jepang periode Februari 2023 (06:30 WIB),
  3. Rilis data keyakinan konsumen Gfk Inggris periode Maret 2023 (07:01 WIB),
  4. Rilis data awal PMI manufaktur dan jasa Jepang periode Maret 2023 (07:30 WIB),
  5. Rilis data produksi industri Singapura periode Februari 2023 (12:00 WIB),
  6. Rilis data penjualan ritel Inggris periode Februari 2023 (14:00 WIB),
  7. Rilis data awal PMI manufaktur dan jasa Uni Eropa periode Maret 2023 (16:00 WIB),
  8. Rilis data awal PMI manufaktur dan jasa Inggris periode Maret 2023 (16:30 WIB),
  9. Rilis data durable goods Amerika Serikat periode Februari 2023 (19:30 WIB),
  10. Rilis data awal PMI manufaktur dan jasa Amerika Serikat periode Maret 2023 (20:45 WIB).

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. RUPS Luar Biasa PT Lippo General Insurance Tbk (10:00 WIB),
  2. RUPS Tahunan PT Communication Cable Systems Indonesia Tbk (13:30 WIB),
  3. RUPS Tahunan PT Eastparc Hotel Tbk (14:00 WIB),
  4. Cum date dividen tunai PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q4-2022 YoY)

5,01%

Inflasi (Februari 2023 YoY)

5,47%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2023)

5,75%

Surplus Anggaran (APBN Januari 2023)

0,43% PDB)

Surplus Transaksi Berjalan (Q4-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY)

US$ 4,7 miliar

Cadangan Devisa (Februari 2023)

US$ 140,3 miliar

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(chd/chd) Next Article Pekan Penting! Pasar Finansial Bakal Guncang atau Terbang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular