Sectoral Insight

Yakin Krisis SVB Ga Ngaruh ke Bank-Bank RI?Cek Faktanya!

Research - Susi Setiawati, CNBC Indonesia
21 March 2023 07:10
kolase foto/ BCA, BRI, Mandiri, BNI / Aristya Rahadian Foto: kolase foto/ BCA, BRI, Mandiri, BNI / Aristya Rahadian
  • Kolapsnya SVB mengguncang pasar keuangan dunia
  • Pelaku pasar khawatir jika krisis seperti yang menimpa SVB bisa terjadi di manapun dan bank apapun
  • Bank-bank dalam negeri ikut terkena imbas dari kekhawatiran pelaku pasar

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank pemodal startup Silicon Valley Bank (SVB) jatuh pada Jumat (10/3/2023). Runtuhnya SVB cukup mengagetkan karena terjadi 48 jam usai mengumumkan rencana pengumpulan modal.

SVB membutuhkan suntikan modal karena adanya penarikan dana secara besar-besaran dari nasabah mereka yang mayoritas startup. Kolapsnya SVB disebut-sebut sebagai kegagalan terbesar setelah Krisis Keuangan Global 2008/2009 yang membawa ekonomi Amerika Serikat (AS) ke jurang resesi.

Kejatuhan SVB sempat mengguncang IHSG hingga perdagangan Senin (20/3/2023) yang sudah jatuh hingga 2,26% sejak Jumat (10/3/2023).

Hal tersebut akibat reaksi pasar terhadap kegagalan bank yang menjadi tumpuan ekosistem startup global tersebut. Sehingga setelah gegernya SVB bangkrut, berimbas pada pergerakan harga saham perbankan Indonesia.

Dimana harga saham perbankan sempat mengalami penurunan atas hal tersebut. Bagaimana dampak krisis SVB terhadap saham perbankan besar Indonesia bisa dilihat di bawah ini:

Dapat terlihat pada tabel di atas adalah 10 bank yang termasuk dalam kategori Bank Umum Kegiatan Usaha 4. Dimana rata-rata pergerakan harga sahamnya sejak Jumat (10/3/2023) hingga penutupan perdagangan Senin (20/3/2023) mengalami penurunan.

padahal, investor mengetahui bahwa justru rata-rata perbankan Indonesia berhasil mencetak laba bahkan peningkatan laba pada tahun 2022 jika dibandingkan dengan tahun 2021. Jika dirata-rata dari 10 bank tersebut tumbuh di atas 50%.

Pertumbuhan pesat pada industri perbankan berasal dari pertumbuhan kredit yang meningkat di masa pemulihan ekonomi.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pada Desember 2022 penyaluran kredit perbankan tumbuh 11,35% dibanding setahun sebelumnya (year on year/yoy).

Jika dihitung dari data OJK per Desember 2021, nilai kredit perbankan pada akhir 2022 sudah mencapai sekitar Rp 6,42 kuadriliun. Pertumbuhan ini dipicu oleh jenis kredit modal kerja yang mampu tumbuh 12,17% (yoy) dan pertumbuhan kredit korporasi sebesar 15,44% (yoy).

Tingkat pertumbuhan kredit dan DPK tersebut mencatatkan pencapaian yang melebihi level pra-pandemi Covid-19 dengan indikator risiko perbankan yang terjaga.

Faktor yang menopang pertumbuhan kredit bank, di antaranya peningkatan kegiatan ekonomi dengan mobilitas yang lebih tinggi karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah dicabut pada akhir 2022 lalu.

Pelonggaran ini membuat transaksi ekonomi sudah mulai normal kembali.

Faktor positif dari dalam negeri tersebut diharapkan akan mencegah dampak krisis perbankan Amerika Serikat (AS) berpengaruh pada kinerja Perseroan perbankan Indonesia.

Dampaknya hanya pada penurunan harga saham dalam waktu jangka pendek akibat efek dari para pelaku pasar yang panik jual atas krisis perbankan AS.

Selain itu, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3%dan akan terus meningkat menjadi 4,7-5,5% pada 2024.

Pertumbuhan akan didukung oleh konsumsi swasta, investasi, dan tetap positifnya kinerja ekspor di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat.

Pertumbuhan kredit juga diprakirakan akan tumbuh pada kisaran 10-12% pada 2023 dan 2024. 

Ekonomi dan keuangan digital juga akan meningkat pada 2023 dan 2024 dengan nilai transaksi e-commerce diprakirakan mencapai Rp572 triliun dan Rp689 triliun, uang elektronik Rp508 triliun dan Rp640 triliun, dan digital banking lebih dari Rp67 ribu dan Rp87 ribu triliun.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(saw/saw)

[Gambas:Video CNBC]