Newsletter

Dunia Tunggu Titah The Fed, RI Bakal Pesta Pora atau Merana?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
20 March 2023 05:40
Financial Markets Wall Street
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Beralih ke AS, mayoritas bursa saham Wall Street pada perdagangan pekan lalu terpantau cerah bergairah, meski volatilitasnya cukup tinggi pekan lalu.

Secara point-to-point pada pekan lalu, hanya indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang terkoreksi 0,15%. Sedangkan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite terpantau masih cerah. S&P 500 melesat 1,43% dan Nasdaq melejit 4,41%.

Sedangkan pada perdagangan Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones ditutup ambles 1,19% ke 31.861,98, S&P 500 merosot 1,1% ke 3.916,6, dan Nasdaq terkoreksi 0,74% menjadi 11.630,51.

Saham perbankan di AS menjadi sorotan investor sepanjang pekan lalu, di tengah kekhawatiran bahwa bank-bank lainnya dapat menghadapi nasib yang sama seperti Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank, yang keduanya mengalami krisis pada pekan lalu.

Terbaru, SVB Financial Group mengumumkan akan mencari perlindungan kebangkrutan Bab 11, perkembangan terbaru dalam drama yang sedang berlangsung yang dimulai dua pekan lalu.

"(Aksi jual) sedikit reaksi berlebihan. Namun, ada validitas untuk beberapa kekhawatiran terkait likuiditas secara keseluruhan dan potensi krisis likuiditas," kata Oliver Pursche, senior vice president di Wealthspire Advisors di New York, dikutip dari Reuters.

Sementara itu, saham First Republic Bank anjlok 32,8%, setelah bank mengumumkan penangguhan dividennya, membalikkan lonjakan perdagangan Kamis lalu yang dipicu oleh paket penyelamatan sebesar US$ 30 miliar yang belum pernah terjadi sebelumnya dari lembaga keuangan besar

Pasar telah menanggapi perkembangan terbaru di sektor ini setelah regulator mengatakan pada akhir pekan bahwa mereka akan mendukung simpanan di kedua bank tersebut.

Namun, investor kembali mundur pada Jumat lalu, menjelang apa yang berpotensi menjadi akhir pekan yang penting karena krisis bank berlangsung.

"Ada kegugupan di akhir pekan. Bagaimana semua ini terlihat pada Senin? Pasar masih gugup dan mereka cenderung masih menahan saham ke dalamnya," kata Keith Buchanan, manajer portofolio senior di Globalt Investments, dilansir dari CNBC International.

Hal ini terjadi pada saat investor menantikan pertemuan The Fed yang akan digelar pada 21-22 Maret. Pertanyaan di benak para investor adalah apakah The Fed akan melanjutkan dengan kenaikan 25 basis poin yang diharapkan bahkan ketika kesengsaraan perbankan menghancurkan pasar.

"The Fed tampaknya memberikan basa-basi, setidaknya, dan menyadari apa yang baru saja terjadi dengan sektor perbankan. Di satu sisi, tidak ada yang berubah tentang kasus dasar, hanya fakta bahwa kita telah mengalami peristiwa semacam ini di sektor perbankan yang menyebabkan penularan dalam hal sentimen, tetapi belum benar-benar menular dalam hal bank lain," kata Aoifinn Devitt, kepala investasi di Moneta, dikutip dari CNBC International.

Kini, pasar berekspektasi bahwa The Fed bakal melunak setelah adanya krisis perbankan di AS, meski data tenaga kerja di AS masih cukup kuat.

Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 62% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin pada pekan depan. Sementara 38% probabilitas sisanya melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular