Newsletter

Badai di Amerika Reda, Semoga Tak Ada 'Lautan Merah' Hari Ini

mae, CNBC Indonesia
15 March 2023 06:00
Markets Wall Street. (AP/Courtney Crow)
Foto: Markets Wall Street. (AP/Courtney Crow)

Dari Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street akhirnya bangkit setelah menjalani periode berdarah-darah. Pada penutupan perdagangan Selasa (14/3/2023), bursa utama Wall Street kompak menguat.

Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 336,26 point atau 1,06% ke posisi 32.155,4.  Dow Jones bangkit setelah ditutup di zona merah pada lima hari perdagangan sebelumnya.

Indeks S&P menguat 64,8 poin atau 1,68% ke 3.920,56 sementara indeks Nasdaq terbang 239,31 point atau 2,14% ke posisi 11.428,15.

Kebangkitan bursa Wall Street menjadi kabar gembira setelah bursa hancur lebur pada akhir pekan lalu dan mayoritas ambruk pada Senin (13/3/2023).

Bursa Wall Street langsung bergerak di zona hijau begitu dibuka pada Selasa malam waktu Indonesia.

Meredanya kekhawatiran pasar mengenai krisis SVB dan Signature Bank, aksi barian buying, serta melandainya inflasi AS pada Februari menjadi penopang positif bagi pergerakan Wall Street.

Berbeda dengan hari sebelumnya, banyak saham perbankan yang diborong investor. SPDR S&P Regional Banking ETF (KRE) menguat 2% kemarin setelah ambruk 12% pada hari sebelumnya.

Kenaikan ditopang oleh membaiknya kinerja saham bank seperti First Republic Bank(FRC). Saham FRC terbang hampir 27% kemarin padahal hari sebelumnya ambruk 61,8%.
Saham Keycorb juga melonjak hampir 6% kemarin setelah anjlok 27% pada hari sebelumnya.

Pada Senin kemarin, perdagangan beberapa saham perbankan bahkan harus dihentikan beberapa kali karena volatilitas yang sangat tajam.

"Market memiliki waktu dan kesempatan untuk menggali informai mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada dua hari sebelumnya," tutur Matthew Keator, managing partner Keator Group, dikutip dari Reuters.

Menurutnya pasar percaya diri dengan apa yang dilakukan pemerintah dan otoritas keuangan dalam menyelesaikan krisis SVB. Kekhawatiran sempat melanda nasabah dan investor SVB setelah bank berencana mengumpulkan dana untuk menambah modal.

Kondisi ini membuat simpanan SVB terkuras sehingga kekurangan dana segar. Bankpun akhirnya kolaps pada Jumat pekan lalu. Setelah bank tutup, nasabah juga panik karena sempat kesulitan menarik dana mereka.

"Investor melihat jika upaya pemerintah dan otoritas keuangan (dalam menyelesaikan krisis). Mereka melihat krisis bisa diatasi sehingga dengan sendirinya pasar menguat," imbuhnya.

Seperti diketahui,  Presiden AS Joe Biden menegaskan jika pemerintah akan melakukan apapun untuk mencegah meluasnya dampak krisis SVB.
Biden juga memastikan jika dana nasabah aman.

 Sebelumnya Menteri Keuangan Janet Yellen, Chairman The Fed Jerome Powell, dan Chairman Lembaga Penjamin Simpanan AS FDIC Martin Gruenberg juga memastikan dana nasabah aman.

Meredanya gejolak di bursa AS juga ditopang tingkat inflasi yang melandai.  Departement Tenaga Kerja AS, Selasa malam waktu Indonesia, mengumumkan inflasi AS mencapai 0,4% (month to month/mtm) pada Februari 2023.

Inflasi melandai tipis dibandingkan pada Januari 2023 yang tercatat 0,5%.

Secara tahunan, inflasi menembus 6% pada bulan lalu atau melandai dibandingkan 6,4% pada Januari 2023. Inflasi pada Februari tahun ini adalah yang terendah sejak September 2021.

Sementara itu, inflasi inti masih sangat tinggi yakni 5,5% (yoy) pada Februari 2023. Inflasi inti hanya turun tipis dibandingkan pada Januari yang tercatat 5,6%.

Inflasi akan menjadi pertimbangan The Fed dalam menentukan kebijakan suku bunga pada 21-22 Maret mendatang.

Dengan inflasi yang melandai dan adanya krisis SVB, pelaku pasar kini meyakini jika The Fed tidak akan agresif lagi. The Fed diperkirakan hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps.

(mae/mae)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular