
Siaga Satu! RI Terancam Diterjang Badai Finansial Pekan Ini

Investor perlu bersiap menghadapi badai yang kemungkinan menghampiri pasar keuangan Tanah Air pada pekan ini, terutama pada awal pekan.
Pekan ini ada sejumlah data penting yang keluar. Di antaranya adalah inflasi Amerika Serikat (AS) untuk Februari 2023 pada Selasa.
Dari dalam negeri, investor patut mencermati data neraca perdagangan yang akan dirilis pada Rabu (15/3/2023). Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus melandai menjadi US$ 3,87 miliar pada Januari 2023.
Pada Rabu-Kamis (16/3/2023), BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG). Setelah menahan suku bunga di level 5,75%, pasar menunggu apa BI akan kembali mempertahankan suku bunga di level tersebut pada bulan ini.
Namun, sebelum melangkah pada Rabu dan Kamis, investor dan trader sudah harus dihadapkan pada sentimen negatif yang sangat kencang dari Paman Sam pada perdagangan Senin (13/3/2023).
Kolapsnya SVB dikhawatirkan akan membuat IHSG ambruk. Saham perbankan dan teknologi bisa terimbas dari krisis SVB mengingat ada kekhawatiran terkait risiko sistemik dari krisis tersebut.
Nilai tukar rupiah juga bisa melemah karena ancaman capital outflow dari investor asing yang khawatir dari dampak SVB.
Dampak kolapsnya SVB pada saham sektor perbankan sudah terlihat akhir pekan lalu di AS dan Eropa.
Hitungan Reuters memperkirakan saham-saham perbankan AS merugi US$ 100 miliar dari sisi market value pada Kamis dan Jumat pekan lalu. Sementara itu, perbankan Eropa merugi US$ 50 miliar.
Indeks bank regional S&P (.SPLRCBNKS) pada pekan lalu ambruk 18%, rekor terbesar setelah 2009.
"Investor benci dengan ketidakpastian dan kejutan. Krisis SCB jelas sebuah kejutan yang menciptakan banyak ketidakpastian. Jika tidak ada kepastian saat ini hingga Kamis maka bursa Wall Street akan sangat volatile," tutur Michael Farr in, chief executive of investment advisory firm Farr, Miller & Washington, dikutip dari Reuters.
Krisis SVB juga dikhawatirkan bisa memicu kepanikan investor karena banyaknya dana perusahaan startup dan venture capital yang disimpan ataupun dibiayai di bank tersebut.
Analis bahkan menyebut kolapsnya SVB sebagai kegagalan terbesar sejak Krisis Keuangan 2008/2009. Terlebih, SVB masuk dalam 16 besar bank dengan aset terbesar di AS.
Aset SVB mencapai US$209 miliar atau sekitar Rp3.228,1 triiun dan simpanan sekitar US$175,4 miliar atau sekitar Rp 2.709,1 triliun per akhir 2022.
"Ada bank kolaps dan ini bisa menjadi kegagalan terbesar sejak 2008. Tentu saja ini akan menghantui pasar," tutur Sylvia Jablonski, CEO dan chief investment officer Defiance ETFs, dikutip dari CNBC International.
Sebagai catatan, Krisis Keuangan Global pada 2008/2009 menyeret dunia ke dalam jurang resesi.
Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF) ekonomi global terkontraksi 0,6%pada 2009 setelah hanya tumbuh 3% pada 2008.
Pasar keuangan Indonesia baik saham, mata uang, hingga obligasi jatuh akibat aksi jual. Sektor keuangan Indonesia terimbas besar karena derasnya arus modal ke luar (capital outflow).
Merujuk data Refinitiv,pelemahan rupiah tercatat pada 1 Desember 2008 di mana rupiah ditutup di posisi Rp 12.150/US$, atau mengalami depresiasi sebesar 22,8% dibandingkan awal tahun.
Sebagai upaya untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, cadangan devisa terkuras cukup dalam dari US$ 60,56 miliar pada Juli 2008 menjadi US$ 51,6 miliar dolar AS pada akhir tahun 2008.
Yield surat utang pemerintah tenor 10 tahun melambung ke level tertingginya pada2Oktober 2008 ke 21,48%.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 60,73% dari posisi tertingginya pada 9 Januari 2008 di posisi2.830,26 menjadi 1.111,39 pada 28 Oktober 2008.
