Market Commentary
Harga Minyak Dunia Memanas, Sahamnya Kok Adem-adem Aja Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas saham emiten minyak dan gas bumi (migas) terpantau bergerak di zona positif pada perdagangan sesi I Jumat (24/2/2023). Namun, pergerakan tak sebergairah dibanding rebound-nya harga minyak mentah acuan dunia pada perdagangan kemarin waktu setempat.
Berikut pergerakan saham emiten migas pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
Surya Esa Perkasa | ESSA | 1.070 | 12,63% |
AKR Corporindo | AKRA | 1.380 | 2,6% |
Medco Energi Internasional | MEDC | 1.070 | 0,94% |
Energi Mega Persada | ENRG | 274 | -0,72% |
Astrindo Nusantara Infrastruktur | BIPI | 154 | 0,65% |
Elnusa | ELSA | 312 | 1,32% |
Rukun Raharja | RAJA | 860 | 1.18% |
Sumber: RTI
Hingga penutupan sesi I hari ini, hanya saham emiten distribusi gas yakni PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) yang memimpin penguatan saham migas yakni melejit 12,11% ke posisi harga Rp 1.065/saham.
Selanjutnya di posisi kedua, terdapat saham jasa distribusi minyak bumi yakni PT AKR Corporindo Tbk (AKRA). Namun, kenaikannya tak sampai 3%. Kenaikan saham PT Medco Energi Indonesia Tbk (MEDC) juga bahkan tak sampai 1%.
Harga minyak mentah melonjak 2% di tengah ekspektasi pemotongan besar produksi Rusia bulan depan.
Mengutip Refinitiv, pada perdagangan Kamis kemarin, minyak mentah Brent melonjak 1,61% menjadi US$ 82,21 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) tercatat naik 2% ke US$ 75,39 per barel.
Harga mendapat dorongan dari rencana Rusia yang ingin memotong ekspor minyak dari pelabuhan barat sebesar 25% pada Maret mendatang. Jumlah tersebut melebihi pengurangan produksi yang diumumkan sebesar 500.000 barel per hari.
Sementara dolar Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat tetap menjadi hambatan jangka pendek untuk minyak mentah.
Indeks dolar AS naik dalam tiga hari perdagangan berturut-turut, setelah risalah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) rilis.
Sebagai catatan, risalah tersebut menunjukkan mayoritas pejabat The Fed setuju bahwa risiko inflasi tinggi menjamin kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Greenback yang lebih kuat membuat minyak berdenominasi dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Harga minyak juga berada di bawah tekanan setelah data pemerintah AS menunjukkan persediaan minyak mentah negara itu naik untuk kesembilan kalinya berturut-turut pekan lalu, memicu kekhawatiran permintaan.
Stok minyak mentah AS naik 7,6 juta barel dalam seminggu hingga 17 Februari, Administrasi Informasi Energi AS mengatakan, lebih dari tiga kali lipat ekspektasi analis untuk kenaikan 2,1 juta barel.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)[Gambas:Video CNBC]