Harga Energi Mulai Bangkit, Pemilik Saham Ini Bisa Tersenyum

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
10 January 2024 08:50
Kilang minyak
Foto: Pixabay/John Perry

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa harga komoditas energi melemah pada perdagangan Senin (8/1/2024). Namun esok harinya yakni Selasa kemarin, perlahan-lahan harga komoditas energi mulai bangkit.

Namun, apakah koreksinya komoditas energi hanya bersifat sementara atau justru akan berkepanjangan?

Dari harga minyak mentah, pada perdagangan Senin lalu harga minyak Brent sempat jatuh 3,3% menjadi US$ 76,19 per barel, sementara WTI jeblok 4,3% ke US$ 70,63 per barel.

Namun pada perdagangan Selasa (9/1/2024), harga minyak mentah mulai rebound. Untuk minyak jenis Brent melonjak 2,14% ke US$ 77,75 per barel. Sedangkan untuk jenis West Texas Intermediate (WTI) atau light sweet melompat 2,4% menjadi US$ 72,47 per barel.

Seperti halnya minyak mentah yang masih membentuk tren bearish, di mana saham-saham minyak dan gas (migas) di Indonesia pada perdagangan Selasa kemarin terpantau secara mayoritas terkoreksi. Hanya satu saham yang berhasil menguat kemarin.

Berikut pergerakan saham migas RI pada perdagangan Selasa kemarin.

Saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) menjadi saham migas yang kinerjanya paling buruk kemarin, yakni ambles 3,69%.

Tak hanya migas saja, batu bara juga masih cenderung membentuk tren bearish. Pada Senin lalu, harga batu bara sempat ditutup melemah 0,57% di posisi US$ 129,75 per ton.

Pelemahan pada Senin lalu pun mematahkan tren penguatan harga sepanjang tiga hari beruntun sebelumnya.

 

Namun pada perdagangan Selasa kemarin, harga batu bara mencoba untuk bangkit kembali. Pada perdagangan Selasa sesi siang atau Rabu dini hari waktu Indonesia, merujuk data Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Februari terpantau melesat 3,28% ke US$ 134 per ton. Pergerakan ini terpantau terjadi pada pukul 00:35 WIB.

Sejalan dengan harga batu bara yang lesu pada Senin lalu, saham-saham batu bara di Indonesia pada perdagangan Selasa kemarin terpantau secara mayoritas juga terkoreksi.

Berikut pergerakan saham batu bara RI pada perdagangan Selasa kemarin.

Saham PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE) menjadi saham batu bara yang kinerjanya paling buruk kemarin, yakni ambruk 5,56%.

Terakhir dari komoditas andalan Indonesia, yakni kelapa sawit (crude palm oil/CPO) pada perdagangan Senin awal pekan ini terpantau menguat. Harga CPO di Bursa Malaysia untuk kontrak Maret menguat 0,3% ke harga MYR 3.693 per metrik ton.

Penguatan CPO pun berlanjut pada perdagangan Selasa kemarin, di mana harga CPO Bursa Malaysia mampu melesat 1,06% menjadi RM 3.732 per metrik ton.

Sejalan dengan harga CPO yang masih bergairah dalam dua hari terakhir, saham-saham CPO di Indonesia pada perdagangan Selasa kemarin justru terkoreksi.

Berikut pergerakan saham CPO RI pada perdagangan Selasa kemarin.

Saham PT Citra Borneo Utama Tbk (CBUT) menjadi saham CPO yang kinerjanya paling buruk kemarin, yakni ambruk 11,11%.

Untuk minyak mentah dunia, Harga minyak turun hingga 4% pada perdagangan Senin karena penurunan harga yang tajam oleh eksportir minyak utama Arab Saudi dan kenaikan produksi OPEC yang mengimbangi kekhawatiran pasokan yang disebabkan oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Kedua kontrak minyak tersebut naik lebih dari 2% pada minggu pertama tahun 2024 karena risiko geopolitik di Timur Tengah meningkat setelah serangan Houthi Yaman terhadap kapal-kapal di Laut Merah.

Pada hari Minggu lalu, meningkatnya pasokan minyak dan persaingan dari produsen saingannya, mendorong Arab Saudi untuk memangkas harga jual resmi (OSP) minyak mentah Arab Light andalan mereka ke Asia ke level terendah dalam 27 bulan pada bulan Februari.

Survei Reuters pada Jumat lalu menemukan bahwa produksi minyak OPEC meningkat pada bulan Desember 2023 karena peningkatan di Angola, Irak dan Nigeria mengimbangi pengurangan yang berkelanjutan oleh Arab Saudi dan anggota aliansi OPEC+ lainnya.

Peningkatan ini terjadi menjelang pengurangan produksi OPEC+ lebih lanjut pada tahun 2024 dan keluarnya Angola dari OPEC mulai tahun ini, yang diperkirakan akan menurunkan produksi dan pangsa pasar pada bulan Januari.

Sementara di batu bara, harganya jatuh sejalan dengan ambruknya harga komoditas energi lainnya, utamanya gas alam yang menjadi substitusi batu bara.

Harga batu bara juga terkoreksi meski perdagangan di pasar batubara termal Asia mungkin terbatas, akibat pelaku pasar memantau permintaan Tiongkok menjelang Tahun Baru Imlek pada Februari, menurutS&P Global Commodity Insights.

Tahun Baru China atau imlek biasanya akan mendorong tingkat belanja, konsumsi, dan pariwisata. Hal ini akan mendorong industri memaksimalkan produksinya untuk memenuhi permintaan.

Lonjakan produksi dari pelaku industri akan memacu permintaan energi yang semakin tinggi, sehingga China sebagai konsumen batu bara terbesar dunia dapat mendorong kenaikan harga.

Kendati demikian, nampaknya lonjakan harga masih belum terlihat pada perdagangan hari ini. Namun, sentimen ini dapat mendorong laju harga batu bara ke depan.

Melansir Reuters, tingginya permintaan tidak banyak mempengaruhi harga karena Indonesia dan Australia, dua negara pengirim bahan bakar terbesar yang digunakan terutama untuk menghasilkan listrik, mengalami peningkatan ekspor yang besar.

Salah satu alasan mengapa tingginya permintaan batubara termal tidak terlihat pada harga yang lebih tinggi adalah karena India, importir batubara terbesar kedua, telah mengurangi pembelian. Perlu juga dicatat bahwa India telah melakukan diversifikasi pemasok batu baranya, mengambil volume yang lebih tinggi dari Afrika Selatan

Beralih ke belahan bumi bagian barat, pedagang gas dan listrik di Eropa sedang memantau musim dingin pertama yang mulai menunjukkan suhu dinginnya. Hal ini terlihat dari suhu di Skandinavia turun di bawah minus 40 derajat Celcius.

Selain itu, tenaga angin diperkirakan menurun tajam pada pekan ini, sehingga harga energi berkemungkinan melonjak. Namun, hingga saat ini harga gas, sebagai komoditas energi pilihan Eropa dan substitusi batu bara, melemah karena melimpahnya pasokan dari Norwegia yang kini merupakan pemasok terpenting ke Inggris dan Eropa.

CNBC Indonesia Research

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation