
Migas Lagi Galak, Saham Ini Masih Kelewat Murah, Serok?

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham migas sedang dalam tren penguatan akhir-akhir ini seiring harga minyak dunia yang bergerak ke utara. Saham emiten mana yang masih memiliki valuasi menarik?
Saham emiten milik keluarga Panigoro PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), misalnya, melesat 17,05% dalam sepekan dan terbang 43,06 persen dalam sebulan terakhir.
Saham MEDC sedang menikmati momentum kenaikan sejak 1 September lalu.
Dengan lonjakan yang tinggi itu, valuasi MEDC terbilang murah. Rasio harga saham dibandingkan laba per saham perusahaan atau price-to earnings ratio (PER) MEDC hanya 7,85 kali, di bawah rule of thumb 10-15 kali.
Demikian pula, dengan rasio harga saham dibandingkan dengan nilai buku (price-to book value/PBV) yang masih di kisaran 1-2 kali.
Saham emiten Grup Bakrie PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) juga melesat tinggi akhir-akhir ini. Saham ENRG naik 4,41% dalam seminggu belakangan dan melompat 20,34% dalam sebulan.
Seperti MEDC, PER ENRG juga rendah, hanya 8,89 kali dengan PBV yang juga murah (0,77 kali).
Selengkapnya, silakan simak tabel di bawah ini.
Minyak Mendidih
Harga minyak mentah dunia dibuka menguat pada pembukaan perdagangan Kamis (14/9) setelah terkoreksi pada perdagangan sebelumnya.
Hari ini harga minyak mentah WTI dibuka menguat 0,33% di posisi US$88,81 per barel, begitu juga dengan minyak mentah brent dibuka naik 0,17% ke posisi US$92,04 per barel.
Perpanjangan pengurangan produksi minyak oleh Arab Saudi dan Rusia hingga akhir tahun 2023 menandakan defisit pasar yang besar hingga kuartal keempat, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pada hari Rabu kemarin. Hal ini karena sebagian besar negara tersebut terjebak oleh perkiraan pertumbuhan permintaan tahun ini dan tahun depan.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada hari Selasa tetap berpegang pada perkiraannya mengenai pertumbuhan kuat pada permintaan minyak global pada tahun 2023 dan 2024.
Kedua benchmark minyak naik ke level tertinggi 10 bulan pada hari Rabu sebelum data menunjukkan peningkatan dalam persediaan minyak mentah dan bahan bakar AS yang mengkhawatirkan pasar terhadap permintaan.
Persediaan minyak mentah AS naik 4 juta barel pada pekan lalu, mengacaukan ekspektasi analis Reuters yang memperkirakan penurunan 1,9 juta barel. Persediaan bahan bakar juga meningkat lebih dari yang diperkirakan karena kilang-kilang meningkatkan aktivitasnya.
Di sisi ekonomi, investor menafsirkan pembacaan terbaru inflasi AS sebagai konfirmasi bahwa The Federal Reserve tidak akan menaikkan suku bunga pada minggu depan dan dapat memperpanjang jeda, sehingga meningkatkan harapan akan kuatnya permintaan minyak.
Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman bagi dunia usaha dan konsumen, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
Sejumlah faktor yang berpotensi mendorong kenaikan harga minyak sepanjang tahun 2023 hingga 2024, di antaranya pemangkasan pasokan oleh OPEC, pasokan minyak menurut IEA, persediaan minyak AS, permintaan minyak mentah dunia, dampak dolar AS dan inflasi ke depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(trp/ras)