CNBC Indonesia Research
Mimpi Hilirisasi Kunci Negara Maju? RI Kudu Belajar Dari Sini

- Hilirisasi di era Jokowi ini membawa kita terus mendengar kalimat 'Hilirisasi Kunci Negara Maju'. Mungkin benar! Tapi akan kah itu terjadi di negara kita dengan hilirisasi komoditas tambang yang dilakukan? utamanya nikel.
- Wajar saja diragukan, negara kita tengah berproses ke sana. Larangan ekspor nikel baru berjalan sejak tahun 2020. Mimpi Indonesia untuk jadi negara maju tampaknya masih jauh api dari panggang alias jauh dari apa yang diharapkan.
- Masih banyak PR penting bagi pemerintah jika ingin mewujudkan hal tersebut utamanya berfokus pada nikel. Kita perlu belajar dari China, AS, Finlandia, dan Inggris. Namun bukan hanya larangan-larangan ekspor saja, tapi juga ada hal lainnya yang bisa membuat mereka sukses hilirisasi.
Jakarta, CNBC Indonesia - Era presiden Jokowi ini memang marak membawa konsep Hilirisasi pada sektor tambang di Tanah Air, salah satunya Nikel. Meskipun tengah menempuh jalan panjang atas gugatan kekalahan perdagangan di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) nyatanya tak membuat pemerintah pasrah dan berkecil hati.
Jalan panjang kasus di WTO tak membuat Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pun tak menyerah. Ia bilang pihaknya tetap akan menjalankan kebijakannya melakukan hilirisasi di dalam negeri dan tetap melarang ekspor bijih nikel.
Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia dan tengah berambisi menjadi 'raja EV' global di tengah melonjaknya permintaan akan gawai dan kendaraan listrik. Nikel merupakan komponen penting dalam mendukung ambisi ini. Ini sebabnya, hilirisasi tetap berjalan.
Bahkan pemerintah kerap kali menyebut bahwa 'hilirisasi menjadi kunci negara maju'. Peta jalan tentu sudah dirangkai sedemikian rupa. Kalau menilik roadmap tersebut investasi yang dibutuhkan begitu besar mencapai angka US$ 545,3 miliar atau serata dengan Rp 8.200 triliun hingga 2024 mendatang.
Untuk hilirisasi nikel hingga produksi baterai ditargetkan investasi yang masuk bisa mencapai US$ 6 miliar atau mendekati Rp 90 triliun.Maka, hilirisasi nikel menjadi baterai bisa memberikan nilai tambah hingga 55 kali.
Hilirisasi industri nikel dilaksanakan untuk menghasilkan berbagai jenis produk seperti feronikel, nickel pig iron (NPI), stainless steel, dan ke depannya nikel komponen baterai berbasis nikel untuk kendaraan listrik.
Daya tarik Indonesia nampaknya memang seksi. Kalau kita lihat Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) aliran investasi terus mengucur ke Tanah Air. Realisasi investasi di Indonesia pada kuartal IV-2022 mencapai Rp 314,8 triliun.
Secara rinci, investasi pada kuartal IV-2022 dengan masing-masingdi luar Jawa dan sektor pertambangan mendominasi aliran investasi di Tanah Air.
Tentu saja ini menjadi angin segar bagi hilirisasi industri pertambangan yang saat ini tengah digaungkan pemerintah. Janji pemerintah bahkan presiden Jokowi yang menyebutkan hilirisasi sebagai kunci negara maju memang luar biasa. Namun, sebaik-baiknya pemerintah menggambarkan 'indahnya hasil hilirisasi' berupa nilai tambah tetap saja belum sempurna.
Memang, dengan potensi 'harta karun' Indonesia yang melimpah terutama sumberdaya mineral, ini menjadi suatu upaya agar kita bisa memiliki pendapatan per kapita yang tinggi.
Pendapatan per kapita yang tinggi akan berdampak pada tingkat kemakmuran masyarakatnya, serta akan menekan angka pengangguran. Semakin tinggi pendapatan per kapita, maka semakin kecil tingkat kemiskinannya.
Dari sini muncul pertanyaan apakah ini sudah berdampak signifikan pada Indonesia? ya, mungkin jawabannya mengarah ke sana. Karena baru berjalan kurang lebih 3 tahun. Kita coba lihat gambaran kecil dari 7 Provinsi dengan tambang nikel terbesar di Indonesia.
Banyak PR besar yang tengah membebani Indonesia seiring dengan ambisi tersebut. Ada beberapa pertanyaan besar yang pada akhirnya menjadi renungan. Apakah sejauh ini sudah mampu mengangkat perekonomian? Bukan hanya daerah hilirisasi, namun juga secara nasional. Karena kalau kita lihat PDB wilayah sekitar tambang dan smelter punya ketimpangan jauh dibandingkan yang lain.
Penambangan dan pengolahan komoditas nikel masih menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Maluku Utara.Presiden Joko Widodo menilai pembangunan infrastruktur dan hilirisasi telah berdampak kepada perekonomian daerah Maluku Utara.
Betapa tidak, sektor pertambangan Maluku Utara, terutama penambangan nikel serta pabrik pemurniannya (smelter) pada beberapa tahun terakhir ini menarik perhatian baik bagi kalangan investor maupun praktisi pertambangan.
Segudang PR Bagi Pemerintah Wujudkan RI Negara Maju
Mimpi Indonesia untuk jadi negara maju tampaknya masih jauh api dari panggang alias jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi domestik yang kurang maksimal. Segudang PR Masih harus dihadapi oleh negara ini.
Untuk diketahui, syarat saat negara berkembang naik kelas menjadi negara maju, pertumbuhan ekonomi tahunannya harus mencapai 7% secara berturut-turut selama 15 tahun. Kenyataannya selama delapan tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia bahkan belum mencicipi pertumbuhan di atas 6% per tahun.
Kalau membawa nama hilirisasi untuk menjadi negara maju, tentu saja bisa. Namun lagi-lagi banyak sekali pekerjaan serius yang harus kita selesaikan.
Mengutip dari Kemenperin, konsep hilirisasi itu sebenarnya tidak berhenti ketika mineral diproses menjadi bahan setengah jadi (intermediate product). Seperti dalam gambaran saat ini: Bijih nikel menjadi NPI, FeNi atau Matte. Tapi harus dikembangkan lebih jauh sampai produk yang menjadi bahan dasar atau pelengkap tahapan paling akhir dalam pohon industri.
Contoh jelasnya dari bijih nikel menjadi FeNi/Konsentrat, lalu diolah lanjut menjadi Ni-Sulfat dan Co-Sulfat. Setelah itu diproses lanjut menjadi Precursor yang menjadi bahan dasar material baterai. Dari bahan dasar baterai inilah dihasilkan baterai dari jenis Lithium-ion Battery (LiB).
Janji pemerintah bahkan presiden Jokowi yang menyebutkan hilirisasi sebagai kunci negara maju memang luar biasa. Tapi konsep nilai tambah nikel disini betul-betul harus menumbuhkan ekonomi nasional, realistis, serta fokus terhadap konsep hilirisasi yang sebenarnya.
Pemerintah memang mesti memikirkan bagaimana bisa tercipta ekosistem baterai kendaraan listrik yang terintegrasi bagi pemerintah dan pelaku industri. Hal tersebut diharapkan mempermudah tantangan yang dihadapi dalam mencapai impian sebagai 'raja baterai' kendaraan listrik.
Oleh sebab itu, sudah saatnya Indonesia realistis dan harus menentukan fokus jenis baterai yang ingin dikembangkan.
Ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam menentukan fokus jenis baterai seperti kerapatan energi, biaya produksi, dan aspek keamanan.
Untuk kendaraan listrik, baterai dengan kerapatan energi yang tinggi adalah pilihan yang paling tepat. Baterai lithium berbasis nikel memenuhi kriteria ini dan diprediksi bakal menjadi primadona di masa yang akan datang.
Kita bisa belajar dari mitra dagang kita, China. Ada 2 perusahaan negara Tirai Bambu ini yang sukses membangun fokus jenis baterai yakni Contemporary Amperex Technology Ltd(CATL) dan Build Your Dreams Co. Ltd (BYD).
Selama 10 tahun terakhir. Kedua perusahaan ini bergerak cepat mematangkan baterai lithiun-iron-phosphate (LFP) yang kini menjadi raja di kendaraan listrik. Strategi yang tepat menjadikan kedua perusahaan tersebut tidak hanya memimpin di antara produsen baterai di China, tapi juga di antara pemain baterai global yang sudah mapan.
Di tengah suksesnya perusahaan-perusahaan baterai di China tentunya tak lepas dari dukungan pemerintahnya. Sebagai informasi, mereka sudah melakukan hilirisasi sejak tahun 1980-an. Kala itu China memproteksi industri dalam negeri dengan mengalokasikan 90 Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk tujuan hilirisasi.
Selain China, Kita Bisa Belajar Dari Inggris dan AS
Selain belajar dari China, kita juga bisa belajar dari Inggris di mana negara ini sudah melarang ekspor wool mentah pada abad ke-16 untuk mendorong industri tekstil di dalam negeri. Dari kebijakan inilah menjadikan Inggris sebagai pusat tekstil di Eropa sekaligus menjadi modal lahirnya revolusi industri modern.
Kemudian, ada Amerika Serikat (AS), menerapkan pajak impor yang sangat tinggi di abad ke-19 dan abad ke-20 untuk mendorong industri dalam negeri. AS juga menerapkan pajak impor yang sangat tinggi sebagai upaya mendorong industri negerinya.
Di sisi lain ada pula Finlandia, pada tahun 1987 negara ini juga mengambil langkah yang sama untuk melakukan pembatasan kepemilikan asing untuk memberdayakan pelaku usaha lokal. Pemerintah Finlandia menegaskan aturan di mana perusahaan yang dimiliki asing di atas 20% dikategorikan sebagai perusahaan 'berbahaya'.
Tapi sekali lagi, bukan hanya sekedar melarang ekspor saja, tentunya ada strategi di dalamnya yang mendukung hal tersebut. Itulah yang perlu di siapkan Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)[Gambas:Video CNBC]