Lithium Ada di Negara Lain Juga, Kenapa RI Pilih Australia?

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
17 February 2023 19:20
Lithium (AP/Petr David Josek)
Foto: Lithium (AP/Petr David Josek)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia bermimpi bisa menjadi raja baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV) dunia. Pasalnya, Indonesia memiliki modal besar untuk meraih mimpi ini, yakni sumber daya nikel yang merupakan terbesar di dunia.

Namun sayangnya, nikel saja tidak cukup untuk membuat Indonesia menjadi raja baterai dunia. Masih ada salah satu bahan baku signifikan baterai yang belum ada di Indonesia, yaitu lithium.

Demi tetap mewujudkan cita-cita tersebut dan bisa membangun ekosistem baterai terintegrasi dari hulu sampai hilir, Indonesia akhirnya sampai mendekati Australia dan berencana untuk mengimpor lithium dari Negeri Kanguru tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan bahkan sudah berdiskusi dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese untuk membangun kerja sama dalam pengadaan lithium untuk ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia.

Lantas, apakah lithium hanya ada di Australia? Bagaimana negara lainnya?

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)/ Founder National Battery Research Indonesia (NBRI) Prof. Evvy Kartini menyebutkan bahwa negara penghasil lithium tidak hanya berada di Australia, tapi ada juga di sejumlah negara lainnya, antara lain China, Bolivia, Argentina, Chili, dan lainnya.

Lantas, mengapa akhirnya Indonesia lebih memilih Australia ketimbang negara lain untuk mengimpor lithium?

Dia mengatakan bahwa alasan di balik Indonesia yang baru saja berdiskusi dengan negara Australia demi pengadaan lithium tak lain adalah karena faktor kedekatan geografis.

Evvy menjabarkan bahwa negara Australia merupakan negara tetangga Indonesia yang juga merupakan negara penghasil lithium terbesar di dunia. Dengan kedekatan geografis itu, Evvy menilai Indonesia bisa memangkas biaya transportasi dalam mengimpor lithium.

"Kemarin Pak Luhut ke Australia, itu tindak lanjut pemerintah yang bagus. Karena tidak hanya Australia, tapi China, Bolivia, Argentina, Chili, itu juga produksi lithium. Tapi kan kalau kita impor dari Chili, Argentina, kan jauh, ini ada Australia, Australia kan tetangga. Itu dari segi investasi ekonomisnya juga lebih bagus," jelas Evvy kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Jumat (17/2/2023).

Evvy menilai, lithium merupakan bahan baku yang krusial dalam pembuatan baterai EV. Dia mengatakan bahwa lithium sebagai penghantar arus distribusi ion yang ada dalam baterai.

"(Peran lithium) hanya 7% dari total (baterai EV). Tapi kalau tidak ada lithium, karena yang menggerakkan dalam baterai itu ionnya yang menghasilkan elekron yang menghasilkan arus itu lithiumnya, makanya disebut lithium battery. Jadi litium ini jadi penting juga. Tentu saja kita kalau harus sampe baterai itu wajib lithiumnya ada," tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengakui bahwa Indonesia belum bisa menjadi raja baterai listrik dunia untuk saat ini. Pasalnya, Indonesia belum mempunyai lithium yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.

Hal tersebut ia sampaikan saat bertemu dengan para pengusaha lithium di Australia. Pertemuan tersebut dijembatani antara Australia Indonesia Business Council bersama KJRI Perth.

Menurut Luhut, meskipun Indonesia saat ini dianugerahi dengan kekayaan sumber daya nikel yang cukup besar, namun hal tersebut belum cukup menjadikan negara ini sebagai raja baterai kendaraan listrik dunia.

"Ini belum mampu menjadikan kita sebagai raja baterai kendaraan listrik dunia karena kita tidak punya Lithium yang notabene menjadi bahan utama pengembangan industri baterai EV," ujar Luhut dikutip dalam akun Instagram pribadinya, Senin (2/13/2023).

Ia menilai Australia merupakan kandidat terbaik dan partner potensial bagi Indonesia untuk mengembangkan industri baterai EV ke depan. Apalagi, setengah dari lithium dunia berada di Negeri Kanguru tersebut.

Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia perlu mendapatkan kepercayaan agar bisa bekerja sama dengan salah satu raksasa lithium dunia, dengan mempertimbangkan beberapa kemudahan kebijakan yang akan pemerintah Indonesia berikan. Namun, tetap dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Demi Jadi Raja Baterai, Luhut: RI Impor Lithium Australia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular