Newsletter

Menanti "Kejadian Luar Biasa" Dari Amerika Serikat

Putra, CNBC Indonesia
Selasa, 14/02/2023 05:55 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
  • Pasar finansial Indonesia bervariasi awal pekan kemarin, IHSG mampu menguat, sementara rupiah justru melemah. 
  • Rilis inflasi di Amerika Serikat hari ini akan menjadi perhatian utama, sebab Jerome Powell sebelumnya mengatakan suku bunga bisa lebih tinggi jika inflasi kembali naik. 
  • Pelaku pasar juga menanti pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia, sebelumnya Gubernur Perry Warjiyo memberikan kode suku bunga tidak akan dinaikkan lagi kecuali ada kejadian luar biasa. Pasar akan melihat apakah misalnya inflasi di AS jika kembali naik akan termasuk "kejadian luar biasa" atau tidak. 

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada perdagangan awal pekan kemarin. Saat Pasar saham Indonesia terapresiasi, mata uang sang Garuda terpuruk.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan akhir pekan ini (13/02/23) berakhir di 6.900,14 atau terapresiasi 0,29% secara harian.

Sebanyak 258 saham menguat, 268 saham mengalami koreksi dan 195 lainnya mendatar. Perdagangan menunjukkan nilai transaksi sekitar Rp 8,9 triliun dengan melibatkan dari 23,4 miliar saham.

Kenaikan IHSG hari ini sekaligus menghentikan tren penurunan selama dua hari beruntun. Sejak awal tahun, IHSG mencatatkan penguatan 0,72% (year to date/ytd).

Berdasarkan data Refinitiv, tujuh dari sepuluh sektor menguat. Sektor teknologi masih menjadi sektor yang paling menguntungkan indeks dengan kenaikan 1,26% disusul sektor 1,26%. Sementara itu, sektor kesehatan terpantau menjadi beban indeks turun 1,35%.

Kenaikan IHSG disebabkan menguatnya saham-saham dengan kapitalisasi jumbo. Gojek Tokopedia terbang 10,48% dan saham Bank Mega melayang 6,09%.

IHSG menguat di kala mayoritas indeks utama di Asia melemah. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup merosot 0,88% ke 27.427,3, Hang Seng Hong Kong turun 0,12% ke 21.164,42, Straits Times Singapura ambles 1,07% ke 3.324,7, ASX 200 Australia terkoreksi 0,21% ke 7.417,8, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,69% menjadi 2.452,7.

Kinerja indeks tanah air pada penutupan sore ini mengekor bursa acuan Amerika Serikat (AS) yang mayoritas menguat Jumat lalu jelang rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) periode Januari 2023 yang akan dirilis pada Selasa malam waktu Indonesia Barat.

Dow Jones Industrial Average naik 0,5%, ke level 33.869,4. Nasdaq Composite turun 0,61%, ke level 11.718,12. S&P 500 naik 0,22%, ke level 4.090,48.

Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi AS diprediksi melambat menjadi 6,2% secara tahunan (yoy) pada bulan lalu. Angka ini turun dari 6,5% pada Desember 2022.

Meski demikian, secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi AS diprediksi naik 0,5% pada bulan lalu atau lebih cepat dari catatan Desember 2022 di angka 0,1%.

Kenaikan bulanan tersebut terjadi salah satunya didorong oleh permintaan dan konsumsi yang lebih kuat akibat libur natal dan tahun baru.

Sementara itu nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Seikat menjelang rilis data inflasi yang menjadi sorotan utama para pelaku pasar.

Melansir data Refinitiv, rupiah berakhir melemah 0,4% ke Rp 15.190/US$. Tidak cuma rupiah, semua mata uang Asia terpuruk melawan dolar AS. Beruntung, rupiah bukan yang terburuk.

Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama lainnya dan menjadi acuan, mulai bangkit setelah muncul ekspektasi bank sentral AS akan tetap menaikkan suku bunga.

Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell pada pekan lalu menyatakan jika suku bunga bisa naik lebih tinggi dari prediksi sebelumnya jika pasar tenaga kerja masih terus kuat atau inflasi yang kembali meninggi.

Sehingga, rilis data inflasi akan menentukan ekspektasi suku bunga The Fed di tahun ini. Dampaknya akan besar, jika inflasi meningkat lagi maka The Fed berpeluang menaikkan suku bunga lebih tinggi lagi, pasar finansial berisiko guncang.


(pap/pap)
Pages