
Bursa Asia Lesu Lagi, Cuma Shanghai-IHSG yang Sumringah

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup di zona merah pada perdagangan Senin (13/2/2023) awal pekan ini, karena investor menantikan rilis data ekonomi penting pada pekan ini, terutama inflasi Amerika Serikat (AS) periode Januari 2023.
Hanya Shanghai Composite China dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup di zona hijau pada hari ini. Shanghai ditutup menguat 0,72% ke posisi 3.284,16 dan IHSG terapresiasi 0,29% menjadi 6.900,14.
Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup merosot 0,88% ke 27.427,3, Hang Seng Hong Kong turun 0,12% ke 21.164,42, Straits Times Singapura ambles 1,07% ke 3.324,7, ASX 200 Australia terkoreksi 0,21% ke 7.417,8, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,69% menjadi 2.452,7.
Dari Singapura, data pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) final periode kuartal IV-2022 telah dirilis pada pagi hari ini, yang tumbuh sedikit lebih rendah dari perkiraan awal.
Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI), PDB Singapura pada kuartal IV-2022 hanya tumbuh 2,1% (year-on-year/yoy), sedikit lebih rendah dari data awal yang tumbuh 2,2% karena konstruksi yang sedikit lebih lemah dan pertumbuhan sektor jasa yang juga cenderung melambat.
Angka tersebut juga lebih rendah dari prediksi pasar dalam polling Reuters yang memperkirakan PDB Negeri Singa akan tumbuh 2,3% (yoy) pada kuartal IV-2022.
Adapun sepanjang tahun 2022, PDB Singapura tumbuh 3,6%, juga lebih rendah dibandingkan perkiraan awal yang tumbuh 3,8%.
Sejak April tahun lalu, Singapura telah mencabut sebagian besar pembatasan Covid-19 dengan banyak acara internasional kembali ke negara kota, menarik wisatawan dan bisnis. Pembatasan yang tersisa akan dilonggarkan mulai hari ini.
Singapura telah melihat beberapa tanda-tanda penurunan tekanan harga dalam beberapa bulan terakhir tetapi inflasi masih tetap tinggi di sekitar 5%.
"Sikap kebijakan moneter bank sentral saat ini tetap tepat," kata Edward Robinson, Wakil Direktur Pelaksana di Otoritas Moneter Singapura (MAS), dikutip dari CNBC International.
Adapun pertemuan kebijakan moneter Singapura berikutnya diprediksi akan digelar pada April mendatang.
Investor di Asia-Pasifik juga menanti rilis data inflasi AS pada periode Januari 2023 yang akan dirilis pada Selasa pekan ini.
Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi AS diprediksi melambat menjadi 6,2% secara tahunan (yoy) pada bulan lalu. Angka ini turun dari 6,5% pada Desember 2022.
Meski demikian, secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi AS diprediksi naik 0,5% pada bulan lalu atau lebih cepat dari catatan Desember 2022 di angka 0,1%.
Kenaikan bulanan tersebut terjadi salah satunya didorong oleh permintaan dan konsumsi yang lebih kuat akibat libur natal dan tahun baru.
Hal ini membuat investor masih terombang-ambing akan kepastian sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) terkait kebijakan suku bunga.
Ekonomi AS yang masih solid dan pertumbuhan data tenaga kerja yang bertumbuh kuat membuat pejabat The Fed yang berpotensi kembali menaikkan suku bunganya dengan agresif kembali terbuka.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
