Newsletter

Prediksi Suram-Gelapnya Dunia 2023 Hanya "Permainan Moral"?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 February 2023 06:13
IHSG
Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Kembali jebloknya Wall Street tentunya mengirimkan sinyal negatif ke pasar finansial Indonesia. IHSG yang kemarin kesulitan menguat berisiko kembali turun.

Pelaku pasar kini lebih berhati-hati melihat prospek kinerja emiten ke depannya.

Salah satu yang membuat pelaku pasar berhati-hati adalah pernyataan tambahan dari Powell, yang menyebut suku bunga bisa naik lebih tinggi dari prediksi sebelumnya jika inflasi kembali meningkat.

"Kenyataannya kami bertindak berdasarkan data. Jadi jika kita terus melihat data, misalnya pasar tenaga kerja yang kuat atau inflasi yang kembali meninggi, itu akan membuat kami kembali menaikkan suku bunga dan bisa saja lebih tinggi dari yang diprediksi sebelumnya," ujar Powell.

Artinya, data inflasi AS yang akan dirilis Selasa depan akan menjadi perhatian besar, sebab data tenaga kerja masih sangat kuat.

Hasil polling dari Refinitiv menujukkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) tumbuh 0,5% pada Januari dari bulan sebelumnya (month-to-month/mom). Ini berkebalikan dengan Desember 2022 yang terjadi deflasi (penurunan harga) sebesar 0,1% (mom).

Selain itu, CPI inti juga diprediksi tumbuh 0,4% (mom), lebih tinggi dari pertumbuhan Desember 0,3% (mom).

Ekspektasi pasar terkait suku bunga The Fed kembali naik.

Sebelumnya berdasarkan perangkat FedWatch CME Group, pelaku pasar melihat puncak suku bunga The Fed tidak akan lebih dari 5%. Tetapi kini, ekspektasi tersebut kembali ke awal yakni 5% - 5,25%.

fedFoto: FedWatch/CME Group

Bahkan, ada probabilitas sebesar 31% suku bunga The Fed berada di 5,25% - 5,5% pada Juni 2023. Probabilitas ini tentunya bisa semakin meningkat jika inflasi di Amerika Serikat kembali menunjukkan kenaikan.

Jika The Fed menaikkan suku bunga ke level itu, maka Amerika Serikat diprediksi akan mengalami resesi.

Ekonom dan peraih Nobel, Paul Krugman, mengatakan inflasi di AS kenyataannya lebih rendah dari data yang ada. Sehingga, jika The Fed merespon data tersebut dengan menaikkan suku bunga, maka perekonomian akan mengalami resesi.

Menurutnya inflasi saat ini berada di kisaran 4% year-on-year (yoy), bukan 6,5% (yoy) seperti yang tercatat pada Desember 2022 lalu.

"Inflasi memang belum bisa dikendalikan penuh, tetapi turun dengan cukup cepat tanpa adanya kenaikan tingkat pengangguran," kata Krugman, sebagaiman dilansir Business Insider, Selasa (7/2/2023).

Krugmen juga berspekulasi prediksi suram dan "gelapnya" dunia pada 2023 yang diproyeksikan pada tahun lalu sebenarnya adalah "permainan moral" para ekonom, agar masyarakat tidak menganggap remeh tingginya inflasi.

Nyatanya, hingga saat ini perekonomian Amerika Serikat memang masih kuat, tingkat pengangguran kembali turun pada Januari lalu, penyerapan tenaga kerja serta rata-rata upah per jam masih tinggi. 

Krugmen menambahkan isu stagflasi yang terjadi hanya imajenasi, dan jika The Fed salah meresponnya dengan agresif menaikkan suku bunga, maka resesi pasti terjadi.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia akan merilis data survei penjualan ritel untuk bulan Desember 2022. Mengingat akhir tahun, penjualan ritel seharusnya mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Apalagi dengan inflasi yang melandai daya beli masyarakat tentunya lebih baik.

Tetapi jika realisasi pertumbuhannya ternyata rendah, tentunya bisa memberikan dampak negatif ke pasar finansial.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data Ekonomi dan Agenda Hari Ini

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular