Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) melaju dalam sepekan terakhir. Meskipun demikian reli tersebut belum mampu membuat saham GGRM keluar dari trend bearish sejak 2019.
Berbagai pukulan dari zaman pagebluk Covid-19 hingga kebijakan kenaikan cukai rokok bertubi-tubi menghantam, kinerja keuangan dan saham GGRM jadi korbannya. Pun dengan 2023 tampaknya masih akan menjadi tahun berat bagi GGRM. Maka dari itu untuk saat ini rekomendasi GGRM adalah sell.
Selepas libur Imlek, harga saham GGRM langsung "ngegas" 9,78% pada perdagangan Selasa (24/01/2023). Kemudian dilanjutkan pada dua hari perdagangan berikutnya. Masing-masing 6,65% pada perdagangan Rabu dan 11,10% pada keesokan harinya.
Meskipun harga sahamnya melaju, GGRM masih belum mampu keluar dari trend bearish sejak 2019.
GGRM harus mampu menembus garis moving average 200 hari di area Rp25.000 per saham baru bisa merasakan keluar tren beruang.
Tetapi tampaknya itu pun belum cukup. Jika melihat sebelumnya, GGRM beberapa kali mampu keluar dari MA200 namun selalu gagal melaju lebih jauh.
 Foto: Refinitiv Grafik Harga GGRM |
Padahal jika mau melihat valuasi, Price to Earnings Ratio (PER) GGRM bisa dikatakan murah saat ini jika menggunakan PER Band.
Sekadar informasi, PER Band adalah grafik historis valuasi yang membandingkan PER dengan rata-rata PER selama beberapa tahun.
GGRM saat ini memiliki PER forward di 8,5x dengan rata-rata PER selama lima tahun terakhir sebesar 13x, di atas kertas valuasi emiten rokok tersebut mungkin terlihat murah.
Akan tetapi posisi murah ini terjadi karena laba per saham (EPS) GGRM yang terus merosot dan diikuti oleh harganya, sehingga tidak bisa dikatakan sebagai saham dengan label "BMW harga Avanza".
 Foto: Refinitiv PER Band GGRM |
Sudah jatuh tertimpa tangga, sudah cukai naik 2x lipat eh ada pandemi juga. Malangnya nasib emiten rokok sejak 2020.
Laba GGRM pada 2020 anjlok 30% dibandingkan dengan perolehan laba 2019 menjadi Rp 7,65 triliun. Kemudian pada 2021 laba GGRM juga turut anjlok 27% menjadi Rp5,6 triliun.
Sementara pada 2022, laba GGRM diprediksi akan kembali turun sebesar 23,3% menjadi Rp4,3 triliun. Lalu pada 2023 laba GGRM diperkirakan akan mulai stabil di Rp4,3 triliun, menurut konsensus analis yang dihimpun oleh Refinitiv.
Kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok pada 2020 rata-rata naik sebesar 23% dan, di mana rokok golongan I paling besar kenaikan cukainya. Rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I dengan HJE paling rendah Rp 1.700 dikenakan cukai Rp 740 per batang atau gram, naik 25,42% dari Rp590.
Kenaikan cukai rokok pun dilanjutkan pada tahun berikutnya dengan rata-rata kenaikan 12,5%, di mana jenis SKM naik sebesar 16,9% menjadi Rp865 per batang.
Kenaikan ini mendorong indeks kemahalan rokok meningkat ke posisi tertinggi dalam lima tahun.
Indeks kemahalan rokok untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) menjadi 13,4% pada 2020 dan 14,2% pada 2021. Sementara jenis Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi 17% pada 2020 dan 2021. Hanya Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang cenderung stabil di level 7,7%.
Hal ini membuat terdapat perpindahan konsumen dari SKM dan SPT ke produk SKT. Hal ini terlihat dari volume jual yang meningkat 17% yoy pada 2020 dan 2021. Penyebabnya harga yang lebih murah dan kenaikan cukai tidak besar untuk jenis SKT dibandingkan dengan SKM.
Nah, GGRM sendiri adalah produsen yang masuk ke dalam Golongan I dan memiliki produksi jenis SKM sekitar 87,9%. Ini membuat GGRM memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap performa keuangannya.
Apalagi jika menilik komposisi biaya produksi GGRM, beban cukai rokok memiliki porsi hingga 89,7% dari keseluruhan. Ujung-ujungnya margin laba GGRM tergerus.
Per September 2022 margin laba kotor GGRM berada di 8,19%. Perolehan ini jauh dari rerata margin dalam sepuluh tahun terakhir sebesar 19%. Begitu juga dengan margin laba usaha sebesar hanya 2,29% dari rerata sepuluh tahun 12%.
Pada 2023 pun diperkirakan margin laba GGRM akan tergerus karena kenaikan cukai sebesar 10%. SKM golongan I rata-rata akan meningkat antara 11,5% hingga 11,75%.
Nyatanya tak hanya soal untung yang kena dampak dari kenaikan cukai, utang juga terkena dampaknya. Per September 2023, utang cukai, PPN, dan pajak rokok tembus rekor ke Rp19,89 triliun.
Selain itu kinerja GGRM yang cenderung menurun ini membuatnya "ditendang" dari daftar Bluechips saham Indonesia jika mengacu ada indeks.
GGRM keluar dari indeks IDX30 pada evaluasi mayor 25 Januari 2022 dan hingga saat ini belum masuk lagi.
Kemudian evaluasi mayor berikutnya pada 1 Agustus 2022, giliran indeks saham LQ45 yang menendang GGRM keluar dari daftar.
Asal tahu saja, IDX30 dan LQ45 adalah indeks yang biasa menjadi acuan untuk membeli saham. Bahkan produk reksa dana saham ada yang menggunakan kedua indeks tersebut menjadi acuan. Padahal reksa dana adalah salah satu big money.
Sehingga akan berdampak negatif terhadap saham GGRM. Faktanya market capitalization GGRM terus merosot.
Per 27 Januari 2023 market cap GGRM tercatat sebesar Rp42,24 triliun. Angka ini terendah sejak 2009, saat itu sebesar Rp41,64 triliun. Nilai ini juga telah turun sekitar 59% dari nilai pada 2019 sebesar Rp101,98 triliun.
Positifnya, GGRM adalah salah satu emiten yang terbilang rajin membagikan dividen. Tapi tampaknya yield dividen sebesar 4%-8% GGRM belum mampu mengkompensasi penurunan harga saham per tahun yang rata-ratanya sebesar 25% dalam lima tahun terakhir.
CNBC Indonesia Research
[email protected]
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.