CNBC Indonesia Research

Meski Dilema, Pemerintah Gencar Kembangkan Biodisel

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
16 January 2023 12:55
PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ)
Foto: Dok PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ)

Sebagai informasi, Sumber emisi dari tahap perkebunan CPO adalah sekitar 80-94%, khususnya jika dibuka di lahan gambut.

Selain itu, sejumlah risiko yang dihadapi jika produktivitas CPO sebagai bahan baku utama biodiesel masih rendah. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan CPO yang tidak hanya dialokasikan untuk biodiesel, melainkan juga untuk sektor lain.

Dengan ini, terdapat risiko lingkungan berupa pembebasan lahan yang dapat mengakibatkan deforestasi dan degradasi lahan.

Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam laporannya yang berjudul "Critical Review on The Biofuel Development Policy in Indonesia" menyebutkan salah satu faktor terjadinya deforestasi adalah defisit lahan.

IESR mengutip temuan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) yang menyebutkan kebutuhan lahan produktif untuk pengembangan B30 pada 2020 diproyeksikan mencapai 18,6 juta ha pada 2025. Padahal, lahan perkebunan sawit di Indonesia hanya sebesar 16,4 juta ha pada 2019.

Sehingga risiko sosial yang dapat terjadi jika CPO diintensifkan menjadi bahan baku utama biodiesel. Sebab, risiko tarik menarik kepentingan antara sektor energi dan pangan dalam penggunaan CPO dapat terjadi.

Dari data di atas pemanfaatan minyak sawit untuk energi dan pangan begitu beda tipis. Di tahun 2021 saja penggunaan biodisel 42,9% dari total pasokan dalam negeri sementara industri pangan penggunaannya sebesar 48,4%.

Dengan ini, terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan agar pengembangan sawit sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia tetap berkelanjutan. Melihat persoalan yang ada kunci utamanya memperbaiki tata kelola pengembangan biodiesel dari hulu ke hilir.

Beberapa di antaranya meningkatkan ISPO, khususnya bagi petani swadaya, hingga menyelesaikan tumpang tindih perizinan sawit dengan yang lainnya.

Pemerintah yang Tampak Serius Wujudkan Biodisel Berkelanjutan

Dalam pertemuannya dengan Pimpinan World Bank, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan komitmen Indonesia untuk mencapai 23 persen EBT pada bauran energi 2025.

Sebagai bentuk keseriusan, pemerintah juga membuat peta jalan menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Targetnya, pembangkit listrik akan didominasi oleh Variable New Energy (VRE) dalam bentuk tenaga surya, angin, dan arus laut pada tahun berikutnya.

Hidrogen juga akan dimanfaatkan secara berkala sejak 2031 dan dimaksimalkan pada 2051. Di pertemuan tersebut, Arifin juga menjabarkan pemanfaatan biofuel yang sudah mencapai 11,6 juta kiloliter (kl).

Selain peta jalan menuju NZE, sebelumnya Indonesia juga memiliki Peraturan Pemerintah (PP) 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai pengganti Peraturan Presiden (Perpres) 5/2006. PP tersebut mengatur target penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang menjadi bagian dari bioenergi.

Sejak 2008, pemerintah pertama kali melakukan mandatori biodiesel dengan kadar campuran sebesar 2,5%. Seiring berjalannya waktu, persentase campurannya terus meningkat. B15 pada 2015, B20 pada 2015 sampai 2018, B30 pada 2020, dan 2021 ditargetkan menjadi B50. Namun, hingga 2022, persentase campurannya masih sebesar B30.

Untuk mengedepankan aspek keberlanjutan dalam biodiesel, Kementerian ESDM tengah membentuk sertifikasi Indonesia Bioenergy Sustainable Indicator (IBSI). Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo menyebutkan IBSI bertujuan untuk memastikan aspek keberlanjutan di hilir, dari proses produksi hingga pemanfaatan biodiesel.

Terdapat sejumlah indikator penting dalam sertifikasi IBSI. Pertama, memastikan sisi keberlanjutan lingkungan dalam siklus penanaman sawit. Kedua, memastikan pengelolaan limbah di tanah, udara, air, dan lainnya.

Ketiga, terkait aspek sosial dengan memastikan tercukupinya pendapatan petani. Selain itu, IBSI juga mengatur agar biodiesel berkontribusi meningkatkan lapangan kerja di dalam dan luar perkebunan. Keempat, memudahkan akses energi bersih. Kelima, mendorong peningkatan produktivitas, penambahan nilai, infrastruktur, logistik, hingga distribusi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aum/aum)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular