CNBC Indonesia Research

Balas Dendam Eropa ke RI Gak Habis-Habis! Ini Korban Barunya

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
18 August 2023 12:55
Stok Minyak Kelapa Sawit RI dan Malaysia
Foto: Infografis/Minyak Kelapa Sawit/Edward Ricardo
  • Uni Eropa seakan tak henti-hentinya mencari 'masalah' pada Indonesia.
  • Belum selesai urusan WTO dan persoalan terkait UU anti-deforestasi, kini Uni Eropa kembali "menyerang" harta karun Indonesia.
  • Kali ini, produk turunan minyak sawit jadi korbannya, yakni biodiesel yang merupakan salah satu ekspor unggulan Indonesia.

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa seakan tak henti-hentinya mencari 'masalah' pada Indonesia. Belum selesai urusan di meja Badan Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor nikel, kini turunan komoditas andalan Indonesia kembali terancam yakni turunan minyak sawit mentan (Crude Palm OIl/CPO) yakni biodisel.

Melansir kabar dari Reuters, Uni Eropa kini tengah melakukan penyelidikan apakah biodisel Indonesia menghindari bea UE melalui China dan Inggris. Penyelidikan mengikuti permintaan awal dari Dewan Biodiesel Eropa, sebuah asosiasi produsen Eropa.

"Permintaan itu berisi bukti yang cukup bahwa tindakan balasan yang ada pada impor produk yang bersangkutan dielakkan oleh impor produk yang sedang diselidiki," kata Komisi Eropa dalam jurnal resmi UE dikutip CNBC Indonesia.

Uni Eropa ini merupakan tujuan terbesar ketiga Indonesia untuk produk minyak sawit. Ini pun menjadi pasar penting untuk biodiesel Indonesia, yang dibuat dari minyak sawit.

Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan volume ekspor biodiesel Indonesia mencapai 180,75 ribu ton dengan nilai total US$ 191,99 juta.

Sebagaimana diketahui, sejak beberapa tahun belakangan Indonesia sudah rutin memproduksi biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit. Selain untuk konsumsi bahan sebagai bahan bakar alternatif dalam negeri, produksi biodiesel juga digunakan untuk kebutuhan ekspor.

Jika dilihat secara rinci, biodiesel tidak mengandung minyak bumi; kandungan alkil >98% (HS 38260022) mencatat nilai ekspor sebesar US$122,2 juta, sementara biodisel idak mengandung minyak bumi; kandungan alkil ≥96,5%-98% (HS 38260021) tercatat senilai US$ 63,45 juta.

Selain itu, ada pula biodisel tidak mengandung minyak bumi; kandungan alkil <96,5% (HS 38260029) dengan nilai US$ 4,3 juta, dan terakhir ada pula biodisel dan campurannya, mengandung minyak bumi; <70% (HS 38260090) seberat 3,02 ribu ton dengan nilai US$2,05 juta.

Indonesia sendiri juga merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Negara tetangga Malaysia, juga menjadi salah satu produsen besar lain.

Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang mencatatkan Indonesia menempati urutan permana dengan jumlah produksi mencapai 45,5 juta metrik ton pada 2022.

Posisinya berada di atas Malaysia dan Thailand yang memproduksi masing-masing sebesar 18,8 juta metrik ton dan 3,26 juta metrik ton pada 2022. Tentu saja demikian, sebab luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga kian meningkat.

Sementara itu dalam pernyataan berbeda Dewan Biodiesel Eropa menyatakan bahwa diperkirakan upaya menghindari bea masuk impor dapat merugikan UE sekitar US$240,34 juta tahun lalu. Asosiasi itu mengaku sedang bekerja sama dengan otoritas UE untuk mengatasi tuduhan impor biodiesel palsu dari China.

Tegangnya Hubungan RI dan UE

Hubungan perdagangan antara Uni Eropa dan Indonesia memang tegang oleh langkah blok tersebut untuk membatasi impor komoditas yang terkait dengan deforestasi. Sebelumnya, Indonesia memang sedang meminta konsultasi dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait pengenaan bea ni Eropa atas impor biodiesel dari Indonesia.

Belakangan persoalan di meja WTO ditambah lagi dengan tuduhan UE atas produk yang mengandung deforestasi pada komoditas unggulan Indonesia cukup memberikan tekanan bagi hubungan kedua negara ini.

Pemerintah tengah menempuh jalan terjal akibat tuntutan di Organisasi Perdagangan Dunia (Word Trade Organization/WTO) atas pelarangan ekspor bijih nikel yang dilakukan Indonesia. Bukan hanya masalah dengan WTO, negara lain ramai serang Indonesia atas mimpi indah Indonesia melakukan hiirisasi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tegas mengatakan Pemerintah Indonesia tidak akan mundur untuk melanjutkan program hilirisasi meskipun sejumlah negara dan organisasi internasional kompak "menyerang" kebijakan RI.

Presiden Jokowi menegaskan, pemerintah tidak akan menghentikan kebijakan menuju industrialisasi dan hilirisasi komoditas mentah. Pasalnya, kebijakan ini akan memberikan nilai tambah besar untuk negara ini.

Hilirisasi nikel akhirnya membawa Indonesia mendapatkan keuntungan lebih besar, bahkan mencapai Rp 510 triliun dari sebelum hilirisasi ini berjalan, Indonesia hanya bisa mendapatkan nilai ekspor sebesar Rp 17 triliun.

Presiden juga sempat mengungkapkan dampak hilirisasi nikel yang sudah dijalankan Indonesia sudah menyerap lapangan kerja jauh berlipat-lipat dibandingkan ketika hanya menjual mineral mentah.

Sejarahnya, gugatan berawal dari sikap pemerintah yang menyetop ekspor bahan mentah mineral yakni bijih nikel untuk mengembangkan produk mentah tersebut di dalam negeri untuk menciptakan nilai tambah yang berkali-kali lipat.

Selain itu, dalam final panel report tersebut juga berisi panel menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.

Sebagai informasi, WTO memang kerap di jadikan 'senjata' oleh Eropa ketika menghadapi kisruh perdagangan. Sejak WTO aktif beroperasi pada 1995, Uni Eropa merupakan pengaju gugatan terbanyak setelah AS.

Dengan berbagai kesiapan dan keseriusan pemerintah menggapai angan-angan 'raja EV dunia' tentunya harapan kita semua banding ini berhasil. Kalau amit-amit ini gagal pastinya banyak kekhawatiran yang bakal di hadapi Indonesia.

Belum selesai persoalan di meja WTO ini, tantangan berat dari sisi perdagangan internasional kembali menghampiri Indonesia. Pasalnya, beberapa komoditas andalan Indonesia kena jegal masuk ke Uni Eropa pasca UU produk bebas deforestasi disetujui oleh Komisi UE.

Begitu diadaptasi dan diimplementasikan, UU ini akan menutup rantai pasok yang masuk ke kawasan itu dari produk-produk yang dianggap menyumbang deforestasi dan degradasi lahan.

Ini merupakan bagian dari rangkaian kebijakan Uni Eropa yang dikemas dalam The European Green Deal (EGD). Dengan target mencapai netralitas karbon apa tahun 2050 dan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 55% pada tahun 2030. UU ini akan menutup rantai pasok yang masuk ke kawasan itu dari produk-produk yang dianggap menyumbang deforestasi dan degradasi lahan.

Seperti diketahui, EUDR mulai diberlakukan pada medio Mei 2023 lalu. Dan dijadwalkan entry into force pada akhir tahun 2024 nanti. Aturan EUDR itu aturan diskriminatif, sehingga Indonesia akan melakukan perlawanan dengan melakukan perundingan.

Melansir dari White and Case, Peraturan Deforestasi UE ini mengamanatkan uji tuntas ekstensif pada rantai nilai untuk semua operator dan pedagang yang berurusan dengan produk tertentu yang berasal dari ternak, kakao, kopi, kelapa sawit, karet, kedelai, dan kayu.

Maka dari itu, sudah jelas bahwa produk yang ditargetkan harus bebas deforestasi! Aturan baru tersebut juga mensyaratkan ada tujuh komoditas dan produk tertentu tertentu yang dibuat darinya agar "bebas deforestasi" agar dapat dijual di pasar UE atau diekspor darinya.

Artinya, tidak ada satupun dari tujuh komoditas ini yang bisa masuk ke pasar UE jika pengertian deforestasi yang diadopsi adalah versi US dan AS bukan deforestasi versi Indonesia. Berikut rinciannya.

Ketujuh produk ini ditekankan syarat agar produk yang ditargetkan harus bebas deforestasi untuk dapat dijual di pasar UE atau diekspor darinya. Selain itu, barang yang relevan juga harus tercakup dalam pernyataan uji tuntas dan diproduksi sesuai dengan undang-undang setempat yang berlaku.

Sawit Indonesia

Sebagai minyak nabati yang paling banyak diproduksi di dunia, pertumbuhan minyak sawit dituding merupakan hasil dari deforestasi. Indonesia dan negara produsen minyak sawit lainnya juga dituntut untuk bertanggung jawab atas deforestasi yang terjadi di dunia akibat pengembangan perkebunan kelapa sawit.

Kebijakan ini akan berdampak pada sekitar 15-17 juta perkebunan Indonesia. Untuk itu pemerintah Indonesia dan Malaysia melakukan misi bersama (joint mission) dan akan melakukan dialog dengan EU agar kebijakan itu tidak diskriminatif.

UU Antideforestasi Uni Eropa itu akan menghantam jutaan petani kecil di Indonesia. Sebab, UU ini mewajibkan uji tuntas, yang menyangkut sejumlah kategori terkait benchmarking risiko tinggi(high risk country).

Seperti diketahui, EUDR mewajibkan penerapan geolocation plot lahan kelapa sawit dan country benchmarking system yang akan membagi negara dalam 3 kategori yakni high risk, standard dan low risk.

Ini tentu akan menyulitkan petani. Karena untuk yang 4 hektare (ha) lebih, harus menerapkan geolokasi. Bukan hanya petani, perusahaan juga demikian. Padahal kalau buah tidak tertampung, ini justru bakal menimbulkan gejolak. Akibatnya komoditas ini tidak lagi mengentaskan kemiskinan, tapi menambah kemiskinan.

Sebagaimana diketahui, bahwa komoditas sawit ini merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Di mana menurut CPOPC, Indonesia berkontribusi 56% terhadap produksi sawit dunia, disusul Malaysia dengan 20%.

Untuk diketahui, Indonesia memproduksi kelapa sawit sebanyak 45,58 juta ton pada 2022. Jumlah tersebut meningkat 1,02% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai 45,12 juta ton.

Berdasarkan data BPS, nilai ekspor CPO mencapai US$29,62 miliar pada 2022. Angka ini naik 3,56% dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), sekaligus menjadi rekor tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Berdasarkan data di atas, lihat saja nilai ekspor CPO Indonesia juga tercatat konsisten meningkat sejak 2020, meskipun volume ekspornya terus menurun dalam tiga tahun terakhir.
Pada 2022 volume ekspor CPO Indonesia turun 28,5% (yoy) menjadi 26,22 juta ton.Padahal pada 2019, volume ekspornya sempat mencapai angka 29,54 juta ton.

Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, pekebun rakyat mengusahakan sekitar 41% lahan sawit nasional dan berkontribusi sekitar 33% terhadap produksi nasional. Data tersebut mengacu statistik tahun 2020.

Hanya saja, produktivitas kebun petani sawit rakyat masih lebih rendah dibandingkan produktivitas kebun sawit perusahaan swasta. Yakni sekitar 3 ton per ha berbanding dengan 6 ton per ha setara CPO.

Kalau dilihat sejarahnya, negara maju seperti Uni Eropa kerap memberlakukan kebijakan yang pada ujungnya adalah cara-cara proteksionisme perdagangan. Yang dikemas dengan alasan sebagai upaya menjaga lingkungan. Hal ini, menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi, termasuk Indonesia.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation