Newsletter

Kabar Baik Jadi Berita Buruk: China Dibuka, IHSG yang Merana!

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Kamis, 12/01/2023 05:59 WIB
Foto: Peresmian Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2023

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup tertekan pada perdagangan Rabu (10/1) dan memperparah kinerja buruk IHSG yang tercatat mengawali tahun 2023 sebagai salah satu indeks acuan dengan performa paling buruk di kancah global.

Pada perdagangan Rabu IHSG berakhir di 6584,453 atau terkoreksi 0,57% secara harian. Kemarin, IHSG kembali secara eksklusif diperdagangkan di zona merah, sebelum akhirnya mampu memangkas pelemahan jelang akhir sesi perdagangan. Sejak awal tahun, IHSG telah membukukan pelemahan 3,89%.

Emiten perbankan raksasa tercatat menjadi pemberat (laggard) IHSG. Dua emiten big four yakni Bank Mandiri (BMRI) dam Bank Rakyat Indonesia (BBRI) menduduki posisi teratas daftar laggard IHSG. Sementara itu emiten penopang IHSG mayoritas berasal dari perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan.

Kemarin, sektor finansial menjadi salah satu yang paling tertekan, dan tercatat kinerjanya sedikit lebih baik dari sektor layanan kesehatan. Sedangkan sektor energi, konsumer non-primer dan logistik menjadi tiga sektor yang mengalami apresiasi.

Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net buy) senilai Rp 1,29 triliun di seluruh pasar dan secara total sejak awal tahun telah mencapai Rp 2,86 triliun. Lagi-lagi saham yang dilego asing berasal dari sektor perbankan yakni BBCA, BBRI dan BMRI. Sementara itu saham emiten tambang menjadi yang paling banyak dikoleksi asing kemarin. Lalu ecara berurutan Adaro Energy Indonesia (ADRO) dan Merdeka Copper Gold (MDKA) menjadi saham yang paling diserbu investor asing.

Dengan IHSG masih melanjutkan anomali, Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup di zona hijau kemarin, di tengah sikap investor yang menanti rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) dan China besok. Selain IHSG, hanya indeks Shanghai Composite China yang ditutup di zona merah.

Sebelumnya, sejak awal tahun bursa Asia selain Indonesia memang berada dalam tren penguatan, salah satunya disebabkan oleh kembalinya kepercayaan investor karena China yang kembali membuka ekonominya secara lebih luas.

Dari pasar keuangan lain, nilai tukar rupiah tercatat menguat tajam 0,58% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.480/US$. Dengan penguatan tersebut rupiah menjadi mata uang Asia dengan kinerja terbaik kemarin.

Penguatan tersebut tampaknya merupakan respons langsung atas revisi aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang DHE, dengan beberapa sektor baru masuk ke dalam daftar yang harus menempatkan DHE kepada regulator.

Dengan DHE bisa ditahan lama di dalam negeri, pasokan dolar AS tentunya akan kembali bertambah, rupiah tentu bisa menguat.

Selain itu, investor asing mulai masuk lagi ke pasar obligasi sekunder. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR), pada 1 - 10 Januari terjadi capital inflow hingga Rp 12 triliun.

Masuknya kembali dana asing di pasar obligasi tampaknya terlihat dari harganya yang menguat, dengan yield Surat Berharga Negara (SBN) untuk semua tenor tercatat turun.


(fsd/fsd)
Pages