Newsletter

Tak Ada Kabar Baik Dari Amerika, China Bikin Gonjang-ganjing!

Feri Sandria, CNBC Indonesia
11 January 2023 06:15
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mendorong hubungan ekonomi yang lebih erat dalam kunjungan ke China yang berupaya menghindari sengketa teritorial di Laut China Selatan.
Foto: Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mendorong hubungan ekonomi yang lebih erat dalam kunjungan ke China yang berupaya menghindari sengketa teritorial di Laut China Selatan. (AP/Yue Yuewei)

Pertama investor patut mencerna isi pidato ketua The Fed, Jerome Powell, dalam pertemuan yang digelar oleh bank sentral Swedia. Meski tidak banyak memberikan informasi baru, Powell tetap mempertegas komitmennya untuk memastikan inflasi dapat turun dan dijaga di level rendah. Artinya sepanjang tahun ini, The Fed masih berpotensi menaikkan suku bunga ke tingkat yang lebih tinggi apabila inflasi masih belum mampu dijinakkan.

Dalam pidato tersebut Powell juga menyebut bahwa The Fed tidak akan ikut campur dan menjadi "pembuat kebijakan iklim," dan hanya akan berfokus pada tugas utamanya untuk memastikan ekonomi dapat berjalan lancar.

Kedua adalah terkait pembukaan kembali ekonomi China secara lebih luas, yang pada dasar menjadi berita positif bagi perekonomian RI, mengingat negara pimpinan Xi Jinping ini merupakan mitra dagang utama. Meski demikian, kondisi ini juga dapat menjadi tantangan bagi pasar ekuitas domestik.

Pembukaan ekonomi tersebut dapat memperparah sentimen buruk yakni kaburnya investor asing dari pasar saham dalam negeri. Investor asing bisa saja keluar dari pasar keuangan Indonesia dan masuk ke China untuk membeli aset yang masih dianggap undervalued, atau murah secara valuasi.

Meski dapat menjadi sentimen bagi pasar modal secara luar, jika dilihat secara spesifik terdapat sejumlah sektor yang akan diuntungkan atas pembukaan ekonomi China tersebut, salah satunya yang bergerak di sektor batu bara dan sektor pendukung bisnis lainnya, seperti pelayaran. Pembukaan ekonomi yang lebih luas, berarti akan meningkatkan konsumsi yang pada akhirnya menambah permintaan batu bara yang mana RI menjadi penyuplai utama bagi China.

Kemudian investor juga patut memperhatikan pergerakan harga sejumlah komoditas utama dunia, termasuk yang menjadi unggulan di Indonesia. Sejumlah emiten di sektor energi, pertambangan hingga perkebunan pergerakannya sering kali ditopang oleh naik turunnya harga di pasar global.

Emas menjadi salah satu komoditas yang belakangan rajin menguat, didorong oleh ambruknya indeks dolar. Indeks dolar sendiri mulai mengalami penurunan karena investor berharap The Fed akan segera berhenti menaikkan suku bunga acuannya.

Sementara itu, dua komoditas ekspor unggulan RI yakni batu bara dan CPO masih berada dalam tren penurunan sepanjang tahun ini.

Selain itu, investor juga perlu mewanti-wanti sejumlah data ekonomi penting dari mancanegara yang akan diumumkan pekan ini mulai dari inflasi China dan AS hingga pertumbuhan ekonomi Inggris. Data tersebut dapat menjadi proksi bagi kondisi ekonomi yang lebih luas serta pegangan bagi bank sentral untuk menentukan arah kebijakan moneter.

Data inflasi China periode Desember 2022 akan diumumkan besok pagi dan diperkirakan bakal kembali naik menjadi 2% secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara itu, 12 jam berselang, malamnya giliran AS yang akan mengumumkan data inflasi dengan konsensus pasar memperkirakan angkanya akan melandai menjadi 6,5% secara tahunan (yoy).

Kemudian akhir pekan ini Inggris akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) pada November 2022 yang diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 0,2%. Turunnya PDB Inggris dapat memberikan gambaran ekonomi Eropa yang diperkirakan akan segera masuk ke jurang resesi.

Lalu ada juga pembacaan awal sentimen konsumen AS untuk periode Januari 2022. Indeks sentimen konsumen yang dipublikasikan oleh University of Michigan merupakan salah satu indikator yang paling dapat diandalkan untuk memprediksi terjadinya resesi di AS.

(fsd/fsd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular