
Tahun Sudah Baru, Rupiah Masih Saja Pakai Gaya Lama!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (2/1/2023). Perdagangan tersebut merupakan yang perdana pada tahun baru, tetapi sayangnya rupiah masih menggunakan gaya lama, berbalik melemah di penutupan.
Pergerakan seperti itu sering terjadi tahun lalu, menjadi indikasi kuatnya dolar AS. Maklum saja, bank sentralnya (The Fed) sangat agresif menaikkan suku bunga dan ada risiko resesi dunia 2023. Dalam kondisi tersebut, dolar AS yang menyandang status safe haven tentunya menjadi primadona.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan Senin dengan melesat 0,55%, tetapi pada penutupan justru melemah tipis 0,03% ke Rp 15.570/US$.
Meski demikian, memasuki tahun baru langsung ada kabar baik dari dalam negeri.
S&P Global kemarin melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia naik menjadi 50,9 pada Desember 2022, naik dari bulan sebelumnya 50,3.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, di atasnya adalah ekspansi. Artinya, di penghujung 2022 sektor manufaktur Indonesia meningkatkan ekspansinya.
Laporan tersebut juga menunjukkan peningkatan demand membuat output produksi meningkat, begitu juga dengan aktivitas pembelian serta perekrutan tenaga kerja.
"PMI Desember menunjukkan peningkatan kondisi sektor manufaktur Indonesia pada akhir 2022. Laju ekspansi output dan penjualan yang lebih cepat bersama dengan meredanya tekanan kenaikan harga menjadi perkembangan yang bagus, meski kenaikan produksi dan demand masih lemah," kata Jingyi Pan, Economics Associate Director at S&P Global Market Intelligence dalam rilisnya Senin pagi.
Jingyi juga melihat kenaikan harga output turun ke level terendah sejak Mei 2021, menunjukkan tekanan harga ke kosumen sudah melambat dan akan mendukung kenaikan demand ke depannya.
Sektor manufaktur merupakan salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan lapangan usaha. Kontribusinya terhadap prodik domestik bruto (PDB) lebih dari 17%, menjadi yang tertinggi disusul oleh pertambangan dan penggalian sekitar 13,5% pada kuartal III-2022.
Dengan PMI manufaktur yang mempercepat laju ekspansinya, tentunya menjadi kabar bagus dan berpeluang terus berlanjut di tahun ini, mengingat ada Tahun Baru Imlek, dan China perlahan mulai melonggarkan lockdown.
Namun, ada yang sedikit mengganjal, yakni inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan consumer price index (CPI) sepanjang 2022 sebesar 5,51% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Catatan tersebut lebih tinggi dari hasil polling CNBC Indonesia yang memperkirakan 5,39% (yoy). Selain itu, Inflasi tersebut mengalami kenaikan dari November yang tercatat 5,42%, tetapi dibandingkan September lalu sudah melandai dari nyaris 6%.
Inflasi inti tercatat menembus level 3,36%. Kenaikan inflasi inti ini yang cukup mengkhawatirkan, sebab masih menunjukkan tren kenaikan meski perlahan. Inflasi inti mencerminkan harga barang yang tidak mudah berubah, artinya jika terus menanjak maka turunnya akan lebih sulit.
Daya beli masyarakat bisa tertekan, dan tentunya berdampak ke pertumbuhan ekonomi.
Secara teknikal, rupiah masih tertahan di atas Rp 15.450/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 38,2%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Namun, rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses kembali ke bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50) yang tentunya memberikan peluang penguatan lebih lanjut.
Indikator Stochastic pada grafik harian mulai keluar dari wilayah jenuh beli (overbought).
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Support terdekat berada di kisaran Rp 15.550/US$ - Rp 15.530/US$. Jika ditembus, rupiah berpeluang menguat menuju level kunci Rp 15.450/US$. Kemampuan menembus konsisten ke bawah level tersebut akan membawa rupiah menguat lebih jauh di pekan ini.
Sementara selama tertahan di atas support, ada risiko rupiah melemah ke Rp 15.600/US$ hingga Rp 15.620/US$. Resisten selanjutnya berada di kisaran Rp 15.700/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)