Newsletter

Perdagangan Terakhir 2022, Bakal Pesta atau Makin Merana?

Putra, CNBC Indonesia
Jumat, 30/12/2022 05:52 WIB
Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik datang dari pasar keuangan dalam negeri kemarin, Kamis (29/12/2022). Saham dan nilai tukar rupiah menguat sementara obligasi pemerintah stagnan.

Meski sempat terkoreksi di awal perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses rebound dan ditutup di zona hijau.

IHSG mencatatkan apresiasi 0,14% di 6.860,08 kemarin. Kenaikan IHSG juga didorong oleh penguatan mayoritas saham.

Statistik perdagangan menunjukkan ada 269 saham yang mengalami apresiasi, 238 saham terkoreksi dan 197 saham stagnan.

Nilai transaksi mencapai Rp 20,4 triliun. Namun hal ini lebih karena ditopang oleh transaksi jumbo yang terjadi di pasar negosiasi pada saham PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB).

IHSG boleh saja menguat kemarin, tetapi asing masih terus cash out dari pasar saham tercermin dari net sell senilai hampir Rp 545 miliar di pasar reguler.

Menariknya, kinerja IHSG justru kinclong saat mayoritas indeks saham acuan Bursa Regional Asia sedang melemah di zona merah.

Bursa saham Asia Tenggara memang sedang dijagokan. IHSG hanya kalah dari indeks KLCI Malaysia yang menguat 0,48% dan indeks SET Thailand dengan kenaikan 0,19%.

IHSG resmi menyandang status peringkat 3 di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Di Asia, indeks Kospi Korea Selatan menjadi indeks saham dengan kinerja terburuk setelah terkoreksi 1,93%.

Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), imbal hasil atau yield untuk SBN 10 tahun masih tetap stagnan di kisaran 6,9%.

Yield yang tidak banyak berubah mengindikasikan harga SBN cenderung stagnan. Yield dalam konteks investasi di instrument pendapatan tetap merupakan salah satu indikator penting yang menjadi cerminan seberapa menarik valuasi suatu obligasi.

Kenaikan yield biasanya mencerminkan peningkatan risiko dari suatu instrumen pendapatan tetap. Hubungan yield dan harga suatu obligasi juga berbanding terbalik. Ketika yield naik, berarti harga turun, begitu juga sebaliknya.

Nilai tukar rupiah yang sebelumnya kembali tembus Rp 15.700/US$ akhirnya kemarin menguat. Di pasar spot rupiah ditutup di Rp 15.655/US$ atau mengalami kenaikan 0,29% terhadap dolar AS.


(trp/trp)
Pages