Newsletter

Rupiah Bisa Juara! Kalau BI Naikkan Suku Bunga Jadi 5,75%

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 December 2022 05:55
BI
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses menguat cukup tajam pada perdagangan Rabu kemarin. Rupiah juga sukses menguat, sementara Surat Berharga Negara (SBN) mayoritas mengalami kenaikan.

Perhatian pelaku pasar tertuju pada perdagangan Kamis (21/12/2022) tertuju pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI). Selain itu faktor-faktor yang akan mempengaruhi pergerakan pasar finansial Indonesia yang akan dibahas pada halaman 3.

Kemarin IHSG menguat 0,7% ke 6.815,77. Meski menguat, data pasar mencatat investor asing melakukan aksi jual bersih senilai Rp 280 miliar, dengan nilai transaksi sebesar Rp 11 triliun.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang resmi melarang ekspor mineral mentah berupa bijih bauksit turut mempengaruhi sentimen pasar.

Sejatinya pelarangan ekspor bijih bauksit itu sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

"Mulai Juni 2023 pemerintah akan memberlakukan pelarangan ekspor biji bauksit dan mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri," terang Presiden Jokowi, di Istana Negara, Rabu (21/12/2022).

Pelarangan ekspor bauksit keluar negeri guna Indonesia mendapatkan nilai tambah dari hasil ekspor. Makanya, Jokowi menekankan, supaya industri di dalam negeri bisa mengembangkan hilirisasi bauksit.

"Dari industrialisasi bauksit di dalam negeri ini kita perkirakan pendapatan negara akan meningkat dari Rp 21 triliun menjadi sekitar kurang lebih Rp 62 triliun. Pemerintah akan terus konsisten melakukan hilirisasi di dalam negeri agar nilai tambah dinikmati di dalam negeri untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat," terang Jokowi.

Sementara itu rupiah tercatat menguat 0,1% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.590/US$.

Dari pasar obligasi, mayoritas Surat Berharga Negara (SBN) juga mengalami penguatan. Hal ini terlihat dari imbal hasil (yield) yang turun.

Pergerakan harga SBN dengan yield berbanding terbalik. Ketika harga turun maka yield akan naik, begitu juga sebaliknya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Akhirnya Melesat

Bursa saham Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan Kamis (21/12/2022) waktu setempat. Laporan laba rugi perusahaan yang apik serta rilis data ekonomi mendongkrak kinerja Wall Street.

Indeks Dow Jones melesat 1,6%, S&P 500 1,5% dan Nasdaq 1,54%.

Laporan keuangan perusahaan apparel Nike mendongkrak sentimen pelaku pasar. Nike melaporkan pendapatan dalam 3 bulan yang berakhir November naik 17% menjadi US$ 13,32 miliar, lebih tinggi dari estimasi Wall Street sebesar US$ 12.57 miliar.

Laba per lembar saham pun tercatat 85 sen, lebih tinggi dari ekspektasi 64 sen. Saham Nike pun melesat 12%.

Kemudian ada FedEx yang juga melaporkan laba lebih tinggi dari perkiraan. Sahamnya tercatat naik 3,4%.

Sementara itu tingkat keyakinan konsumen AS yang naik ke level tertinggi sejak April juga mendongkrak sentimen pelaku pasar.

Meski Wall Street mampu melesat, menjelang berakhirnya 2023 kinerja tahunannya terbilang buruk. Sepanjang tahun ini indeks S&P 500 tercatat melemah sekitar 18,63%, Nasdaq 31,55% dan Dow Jones 8,15%.

Wall Street kini menuju kinerja tahunan terburuk sejak 2008.

Amerika Serikat yang dihantui pemutusan hubungan kerja (PHK) massal turut memperburuk sentimen investor.

Perampingan organisasi menjadi alasan utama PHK dilakukan. Kondisi saat ini bahkan lebih parah ketimbang krisis finansial yang melanda Amerika pada 2008 - 2009, khususnya di sektor teknologi.

Pada 2008, total PHK di sektor teknologi mencapai 65.000. Setahun berselang, PHK juga terjadi dengan jumlah kurang lebih sama, berdasarkan data dari perusahaan Challenger, Gray & Christmas yang dikutip Business Insider India, Minggu (18/12/2022).

Sementara di tahun ini, jumlah PHK massal sektor teknologi AS sudah mencapai 150.000 tenaga kerja.

Perusahaan besar seperti Meta, Twitter, Cisco, Amazon, HP dan masih banyak lagi semuanya melakukan PHK. Menurut laporan tersebut ada 965 perusahaan teknologi yang melakukan PHK di tahun ini.

Kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut di tahun depan, dan tidak hanya di sektor teknologi saja.

Efek dari kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang sangat agresif akan sangat terasa di tahun depan. Hanya dalam tempo 10 bulan, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 425 basis poin menjadi 4,25% - 4,5%, level tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Tujuannya untuk menurunkan inflasi yang sangat tinggi.
Bahkan, The Fed masih berencana menaikkan suku bunga hingga berada di kisaran 5% - 5,25%.

Dengan suku bunga bunga tinggi, maka inflasi akan turun. Tetapi tidak sesederhana itu, tentunya ada yang dikorbankan yakni pertumbuhan ekonomi. Tidak akan tumbuh, tapi akan mengalami kontraksi yang cukup panjang sehingga disebut resesi.

Saat resesi terjadi aktivitas bisnis tentunya akan menurun, dan PHK tak terhindarkan.

"Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi," kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider.

Raksasa perbankan AS, Goldman Sachs berencana memangkas 8% karyawannya pada Januari 2023.

CNBC Internasional yang mengutip sumber terkait melaporkan PHK akan terjadi dilakukan di semua divisi, dengan total sekitar 4.000 karyawan.

Perusahaan-perusahaan lain pun diperkirakan akan menyusul.

"Banyak perusahaan harus kembali menyesuaikan organisasi mereka, tidak hanya Goldman. Perusahaan merekrut terlalu banyak karyawan, dan sekarang mereka mem-PHK dengan jumlah yang banyak juga," kata Mike Karp, CEO Option Group, sebagaimana dilansir CNBC International, Minggu (18/12/2022)

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Melesatnya Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia tentunya bisa mendongkrak kinerja IHSG. Selain itu, sentimen pelaku pasar juga kelihatan membaik, yang bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah dan SBN. 

Dari dalam negeri, Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega hari ini diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) hari ini. Hasil survei Reuters menunjukkan BI juga akan mengendur dengan menaikkan 25 basis poin menjadi 5,5%. Konsensus yang dihimpun Trading Economics pun sama.

Konsensus yang dihimpun TIM Riset CNBC Indonesia juga menunjukkan suku bunga akan dikerek 25 basis poin. Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 12 lembaga/institusi memperkirakan hal tersebut, sementara dua lainnya melihat suku bunga akan dinaikkan 50 basis poin.

Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 175 bps hanya dalam waktu empat bulan, masing-masing sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, 50 bps pada Oktober, dan 50 bps pada November.

Kenaikan tersebut menjadi yang paling agresif sejak 2005.

Dengan kenaikan sebesar 175 bps sepanjang 2022, posisi suku bunga acuan BI7DRRR berada di 5,25% sementara suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,0%.

Jika BI memberikan kejutan dengan menaikkan 50 basis poin, aliran modal asing tentunya bisa semakin deras masuk ke pasar SBN sehingga bisa mendongkrak kinerja rupiah.

Untuk diketahui, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sejak November hingga 16 Agustus, terjadi capital inflow sebesar Rp 46,6 triliun.

Berbaliknya arah angin membuat total dana asing yang keluar sepanjang tahun ini berkurang menjadi Rp 131,5 triliun.

Bank Danamon dan Bahana Sekuritas menjadi dua institusi yang memproyeksi BI masih akan agresif dengan mengerek suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 5,75%.

"Melandainya fase pengetatan The Fed membuat rupiah mengalami apresiasi, namun tingkat penguatan masih soft. Risiko tekanan terhadap rupiah masih cukup tinggi melihat potensi kenaikan FFR yang masih berlanjut dan rate differential suku bunga kebijakan domestik dan FFR sangat tipis," tutur ekonom Bank Danamon Irman Faiz, kepada CNBC Indonesia.

Irman juga menambahkan inflasi inti masih berpotensi meningkat. Tekanan biaya input dari produsen masih terjadi meski termoderasi sementara perbaikan permintaan domestik berlanjut.

Terlebih, ada tekanan inflasi yang besar pada kuartal I-2023 yakni datangnya bulan Ramadhan. Sebagai catatan, Ramadan merupakan puncak konsumsi masyarakat Indonesia sehingga inflasi biasanya akan melonjak pada bulan tersebut.

Menurut Irman, pelaku usaha terutama industri makanan dan minuman melihat kuartal I akan menjadi waktu yang pas untuk melakukan penyesuaian harga dan mengembalikan margin ke level sebelum pandemi.

"Peningkatan 50 bps dapat membantu penguatan rupiah dan melanjutkan langkah front loading dan pre emptive terhadap potensi kenaikan inflasi inti ke depan," ujar Irman.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

1. Transaksi berjalan, PDB Final dan Investasi Bisnis Q3 Inggris (14:00 WIB)
2. Pengumuman suku bunga BI (14:30 WIB)
3. Penguman suku bunga bank sentral Turki (18:00 WIB)
4. PDB final, klaim tunjangan pengangguran dan inflasi PCE AS (20:30 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

Cash deviden distribution: MFMI, BFIN, TOWR
Cash deviden ex: TMAS
Cash deviden cum: BSSR
Right issue cum: BBTN
Public expose: GTSI, TSTC, HAIS, DPUM, CANI
RUPS: INCO, PTSP, GTSI, MPPA

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2022 YoY)

5,72%

Inflasi (November 2022 YoY)

5,42%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (November 2022)

5,25%

Surplus Anggaran (APBN 2022)

3,92% PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q3-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q3-2022 YoY)

US$ 1,3 miliar

Cadangan Devisa (November 2022)

US$ 134 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular