
Rupiah Bisa Juara! Kalau BI Naikkan Suku Bunga Jadi 5,75%

Melesatnya Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia tentunya bisa mendongkrak kinerja IHSG. Selain itu, sentimen pelaku pasar juga kelihatan membaik, yang bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah dan SBN.
Dari dalam negeri, Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega hari ini diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) hari ini. Hasil survei Reuters menunjukkan BI juga akan mengendur dengan menaikkan 25 basis poin menjadi 5,5%. Konsensus yang dihimpun Trading Economics pun sama.
Konsensus yang dihimpun TIM Riset CNBC Indonesia juga menunjukkan suku bunga akan dikerek 25 basis poin. Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 12 lembaga/institusi memperkirakan hal tersebut, sementara dua lainnya melihat suku bunga akan dinaikkan 50 basis poin.
Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 175 bps hanya dalam waktu empat bulan, masing-masing sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, 50 bps pada Oktober, dan 50 bps pada November.
Kenaikan tersebut menjadi yang paling agresif sejak 2005.
Dengan kenaikan sebesar 175 bps sepanjang 2022, posisi suku bunga acuan BI7DRRR berada di 5,25% sementara suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,0%.
Jika BI memberikan kejutan dengan menaikkan 50 basis poin, aliran modal asing tentunya bisa semakin deras masuk ke pasar SBN sehingga bisa mendongkrak kinerja rupiah.
Untuk diketahui, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sejak November hingga 16 Agustus, terjadi capital inflow sebesar Rp 46,6 triliun.
Berbaliknya arah angin membuat total dana asing yang keluar sepanjang tahun ini berkurang menjadi Rp 131,5 triliun.
Bank Danamon dan Bahana Sekuritas menjadi dua institusi yang memproyeksi BI masih akan agresif dengan mengerek suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 5,75%.
"Melandainya fase pengetatan The Fed membuat rupiah mengalami apresiasi, namun tingkat penguatan masih soft. Risiko tekanan terhadap rupiah masih cukup tinggi melihat potensi kenaikan FFR yang masih berlanjut dan rate differential suku bunga kebijakan domestik dan FFR sangat tipis," tutur ekonom Bank Danamon Irman Faiz, kepada CNBC Indonesia.
Irman juga menambahkan inflasi inti masih berpotensi meningkat. Tekanan biaya input dari produsen masih terjadi meski termoderasi sementara perbaikan permintaan domestik berlanjut.
Terlebih, ada tekanan inflasi yang besar pada kuartal I-2023 yakni datangnya bulan Ramadhan. Sebagai catatan, Ramadan merupakan puncak konsumsi masyarakat Indonesia sehingga inflasi biasanya akan melonjak pada bulan tersebut.
Menurut Irman, pelaku usaha terutama industri makanan dan minuman melihat kuartal I akan menjadi waktu yang pas untuk melakukan penyesuaian harga dan mengembalikan margin ke level sebelum pandemi.
"Peningkatan 50 bps dapat membantu penguatan rupiah dan melanjutkan langkah front loading dan pre emptive terhadap potensi kenaikan inflasi inti ke depan," ujar Irman.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
(pap/pap)