
Dibayangi 'Hantu' Baru Resflasi, Bagaimana Daya Tahan IHSG?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kemarin tak sepenuhnya mengecewakan. Meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona merah, namun rupiah akhirnya mampu mencatatkan penguatan.
IHSG berakhir di zona merah dengan koreksi 0,46% atau 32,66 poin ke 7.030,59 pada penutupan perdagangan Selasa (22/11/2022). IHSG memang bergerak cukup volatil dan sempat ditutup di zona hijau dengan apresiasi 0,13% atau 9,31 poin, ke 7.072,55 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB.
Namun nyatanya IHSG bergerak sideways hingga pada akhirnya ditarik ke zona merah. Pelemahan IHSG kemarin selaras dengan pergerakan Wall Street yang ditutup ambrol pada perdagangan awal pekan Senin (21/22) waktu New York.
S&P 500 tergelincir 0,4%, sedangkan indeks padat teknologi Nasdaq turun 1,02%, sedangkan Dow Jones Industrial Average turun 43 poin atau 0,13%, meskipun penurunan indeks di mitigasi oleh lonjakan saham Disney.
Nilai transaksi IHSG kemarin cukup ramai yakni mencapai Rp 11,02 triliun dan melibatkan 22,12 miliar saham dan berpindah tangan 1,19 juta kali. Investor asing juga tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) senilai Rp 532,38 miliar di pasar reguler.
Mayoritas saham terpantau mengalami penurunan pada perdagangan kemarin.Statistik perdagangan mencatat ada 260 saham yang mengalami penurunan dan 242 saham yang naik, serta sisanya sebanyak 201 saham stagnan.
Sementara sektor teknologi masih memimpin perlemahan sebesar 1,42% dan diikuti oleh healthcare, konsumen primer, konsumen non-primer, dan bahan baku.
Kemarin, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya, yakni mencapai Rp 754,4 miliar. Sedangkan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 715,6 miliar dan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) di posisi ketiga sebesar Rp 448,7 miliar.
Selanjutnya, Mata uang Garuda akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (22/11/2022). Meski tipis, rupiah sukses mengakhiri rentetan pelemahan selama 6 hari.
Rupiah sebelumnya terlihat akan melanjutkan tren pelemahannya. Di awal perdagangan rupiah sebenarnya dibuka menguat 0,13% di Rp 15.690/US$, tetapi tidak lama langsung berbalik melemah 0,1% ke Rp 15.725/US$.
Nyaris sepanjang perdagangan rupiah tertahan di zona merah, sebelum akhirnya menguat 0,1% ke Rp 15.695/US$ melansir data Refinitiv. Kabar baik sebenarnya datang dari dalam negeri. Investor asing mulai melirik lagi pasar obligasi.
Tiga indeks utama Wall Street kompak ditutup di sumringah pada perdagangan Selasa (22/11/2022) waktu New York. Wall Street mengabaikan pengetatan kebijakan Covid-19 di China dan memilih fokus pada sejumlah laporan pendapatan yang kuat serta potensi kenaikan suku bunga yang lebih kecil di masa depan.
Dow Jones Industrial Average ditutup 397,82 poin, atau 1,18%, S&P 500 naik 1,36% menjadi 4.003,58, ini merupakan penutupan pertama di atas level 4.000 sejak September. Sementara, Nasdaq Composite juga naik 1,36% menjadi 11.174,41.
Hasil pendapatan yang beragam menyebabkan beberapa pergerakan saham besar. Best Buy melonjak sekitar 12,8% setelah peritel elektronik itu menaikkan prospek fiskal 2023 dan mengalahkan ekspektasi pendapatan. Sementara Abercrombie & Fitch dan American Eagle Outfitters masing-masing naik 21,4% dan hampir 18,2% karena pendapatan mereka sendiri.
Di sisi lain, Zoom turun sekitar 3,9% dan Dollar Tree tergelincir 7,8% setelah masing-masing melaporkan pendapatan yang mengecewakan dan prospek yang lebih rendah dari perkiraan.
Menguatnya Wall Street seakan mengabaikan kondisi China yang mengalami kematian pertamanya di daratan akibat Covid-19 sejak Mei selama akhir pekan. Sehingga, mendorong para pejabat untuk meningkatkan kembali protokol untuk mengekang penyebaran virus.
Seminggu yang lalu negara itu mulai melonggarkan beberapa tindakan Covid yang ketat, menuju kebijakan yang lebih longgar. Pembukaan kembali China akan menjadi "pertumbuhan yang sangat positif," menurut Seema Shah, kepala strategi global di Principal Asset Management.
"Seperti sebelumnya, investor harus memantau perkembangan dengan hati-hati karena pelaksanaan rencana pembukaan kembali yang setia akan menjadi kunci prospek investasi," katanya dalam catatan Selasa dikutip dari CNBC International.
Saham terbantu oleh pelonggaran imbal hasil obligasi karena perhatian investor beralih ke tahun 2023. Investor juga mempertimbangkan komentar dari para pemimpin Federal Reserve.
Pada hari Senin (21/11), Presiden Fed Cleveland Loretta Mester telah mengatakan data inflasi baru-baru ini menjanjikan dan dia akan mendukung pengurangan kenaikan suku bunga ke depan. Itu bisa berarti bahwa Fed segera mencapai tingkat terminalnya, antara 4% dan 5%.
"Itu beban yang sangat besar di pundak investor yang sama sekali tidak punya tempat untuk bersembunyi tahun ini," kata Phil Camporeale, direktur pelaksana dan manajer portofolio di JPMorgan Asset Management di CNBC "Squawk on the Street".
Di sisi lain, investor tengah mengamati harga minyak yang naik setelah Arab Saudi mengatakan bahwa OPEC akan tetap dengan pengurangan produksi yang diumumkan sebelumnya.
Investor akan memantau laporan pendapatan dari HP Inc dan Nordstrom setelah bel. Mereka juga akan mengamati laporan ekonomi pada hari Rabu, termasuk klaim pengangguran awal dan sentimen konsumen.
Sebagai informasi, pasar saham akan tutup pada hari Kamis (25/11) untuk liburan Thanksgiving dan akan tutup lebih awal pada hari Jumat.
Pelaku pasar patut menyimak sejumlah isu penting yang dapat menjadi sentimen pasar utama hari ini. Pada dasarnya, pasar keuangan sampai saat ini masih dibayangi oleh ragam sentimen eksternal yang akarnya dari ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina serta perkembangan Covid-19 di China.
Wall Street yang ditutup menguat pada perdagangan semalam tentunya membuka peluang penguatan IHSG pada hari ini.
Wall Street mengabaikan pengetatan kebijakan Covid-19 di China dan memilih fokus pada sejumlah laporan pendapatan yang kuat serta potensi kenaikan suku bunga yang lebih kecil di masa depan.
Dow Jones Industrial Average ditutup 397,82 poin, atau 1,18%, S&P 500 naik 1,36% menjadi 4.003,58, ini merupakan penutupan pertama di atas level 4.000 sejak September. Sementara, Nasdaq Composite juga naik 1,36% menjadi 11.174,41.
China lagi-lagi mengalami kematian pertamanya di daratan akibat Covid-19 sejak Mei selama akhir pekan. Ini memicu kekhawatiran di kalangan investor bahwa negara itu dapat mengembalikan pembatasan yang dimaksudkan untuk memperlambat penyebaran virus, yang akan merugikan bisnis.
"Seperti sebelumnya, investor harus memantau perkembangan dengan hati-hati karena pelaksanaan rencana pembukaan kembali yang setia akan menjadi kunci prospek investasi," katanya dalam catatan Selasa dikutip dari CNBC International.
Selain itu, pergerakan pasar finansial tentu saja masih berkaitan dengan suku bunga. Saat ini pelaku pasar cenderung mencari kepastian dengan menimbang-nimbang berbagai pernyataan pejabat elit The Fed.
Pada hari Senin (21/11), Presiden Fed Cleveland Loretta Mester telah mengatakan data inflasi baru-baru ini menjanjikan dan dia akan mendukung pengurangan kenaikan suku bunga ke depan. Itu bisa berarti bahwa Fed segera mencapai tingkat terminalnya, antara 4% dan 5%.
"Itu beban yang sangat besar di pundak investor yang sama sekali tidak punya tempat untuk bersembunyi tahun ini," kata Phil Camporeale, direktur pelaksana dan manajer portofolio di JPMorgan Asset Management di CNBC "Squawk on the Street".
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, probabilitas suku bunga naik 50 basis poin (bps) menjadi 4,25% - 4,5% pada Desember kini sebesar 75,8%, sementara naik 25 bps menjadi 4,5 - 4,75% sebesar 24,2%.
Dari dalam negeri, setidaknya ada angin segar. Investor asing mulai melirik lagi pasar obligasi. Pada pekan lalu, Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun mengalami penguatan signifikan, yield-nya turun sebesar 15,7 basis poin menjadi 7,045%.
Yield SBN sudah turun dalam 3 pekan beruntun, dan investor asing banyak memborong di pasar sekunder.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, sepanjang bulan ini hingga 21 November, investor asing melakukan pembelian SBN di pasar sekunder senilai Rp 10 triliun. Porsi kepemilikan asing pun meningkat menjadi Rp 723,33 triliun.
Capital inflow yang terjadi merupakan kabar bagus, jika terus berlanjut bisa menjadi modal bagi rupiah untuk menguat. Inflow yang terjadi sepanjang bulan ini juga menjadi yang terbesar sepanjang 2022.
Maklum saja, perang Rusia-Ukraina serta bank sentral AS (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga membuat investor asing menarik modalnya dari pasar SBN.
Di sisi lain, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan sejumlah strategi yang akan ditempuh untuk menghadapi berlanjutnya gejolak perekonomian global hingga 2023.Â
Kebijakan yang akan ditempuh itu tercakup ke dalam 5 kebijakan inti, diantaranya menggunakan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas, serta melanjutkan kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pengembangan pasar keuangan, hingga ekonomi dan keuangan yang inklusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
untuk kebijakan moneter, BI telah menaikkan suku bunga acuan sejak Agustus hingga November 2022 dengan total mencapai 175 basis poin (bps). Dengan begitu suku bunga acuan BI-7 day reverse repo rate kini telah bertengger di level 5,25%,
Langkah kebijakan moneter ini tidak lain untuk mengendalikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti yang tinggi sebagai dampak dari terganggunya rantai pasokan global akibat perang Rusia dan Ukraina. Dia memastikan dengan cara ini inflasi akan bisa di bawah 4% pada semester I - 2023 dari yang Oktober 2022 sudah 5,71%.
Di sisi lain, investor tengah mencerna istilah baru yang dicetuskan BI yakni reflasi. Ini merupakan  'musuh tak kasat mata', tetapi dampaknya bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo merujuk reflasi pada fenomena adanya resesi tetapi di sisi lain ada laju inflasi yang tinggi.Â
Resesi yang akan melanda beberapa negara besar sepertinya sudah tidak terelakkan lagi, bahkan dunia terancam mengalami hal yang sama. Indonesia memang jauh dari resesi, tetapi dampaknya juga akan terasa. Ekspor terancam menurun, begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi.
Resesi saja sudah menjadi masalah berat, apalagi ditambah dengan inflasi tinggi yang berarti naiknya harga barang mulai dari kebutuhan pokok hingga tersier. Naiknya harga tersebut tentunya membuat daya beli masyarakat menurun.
Berikut beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:
- Pidato 2 pejabat The Fed (02:15, 02:45)
- Rilis PMI Manufaktur Australia periode November (05:00)
- Rilis data uang beredar M2 Indonesia (10:00)
- Pidato 2 pejabat ECB (03:30)
- Rilis data PMI Jerman periode November (03:30)
- Rilis data PMI Zona Eropa periode November (04:00)
- Rilis data PMI Inggris (04:30)
- Rilis data Pesanan Barang Tahan Lama MoM AS (08:30)
- Rilis data pengangguran AS periode November (08:30)
- Rilis data PMI AS (09:45)
- Rilis data penjualan rumah baru AS (10:00)
- Perubahan Stok Minyak Mentah EIA (10:30)
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Musim laporan keuangan untuk kuartal ketiga baru dimulai akhir bulan lalu dan masih berlangsung dengan satu per satu perusahaan mulai melaporkan kinerja keuangan sembilan bulan terakhir. Selain pelaporan kinerja keuangan, terdapat beberapa agenda korporasi yakni :
- Tanggal distribusi HMETD PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB)
- Tanggal distribusi HMETD PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS)
- Tanggal ex Dividen Tunai PT Link Net Tbk (LINK)
- Tanggal ex Dividen Tunai Interim PT Organon Pharma Indonesia Tbk (SCPI)
- Tanggal ex Dividen Tunai Interim PT Prima Andalan Mandiri Tbk (MCOL)
- Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Interim Selamat Sempurna Tbk (SMSM)
- Tanggal cum Dividen Tunai interim PT Surya Pertiwi Tbk (SPTO)
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/luc) Next Article The Fed Diramal Pangkas Suku Bunga 2x, IHSG Bakal Pesta Pora?
