Newsletter

Piala Dunia Dimulai, Bisa Kasih Angin Segar bagi IHSG?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
21 November 2022 06:00
Ilustrasi Dolar dan Rupiah.
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Selanjutnya Mata uang Garuda kembali terperosok pada pekan lalu dan mencatatkan penurunan selama lima hari beruntun.

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan terakhir di Rp 15.685/US$, melemah 0,16% di pasar spot. Dalam sepekan, rupiah tercatat melemah 1,26%.

Mata uang Garuda kembali mendekati level terlemah dalam dua setengah tahun terakhir di Rp 15.745/US$ yang dicapai pada 4 November lalu.

Nyatanya, suku bunga acuan Bank Indonesia yang naik masih belum mampu menguatkan rupiah.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate sebesar50 menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (17/11/2022).

Dengan demikian, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 175 bps hanya dalam waktu 4 bulan beruntun. BI juga menaikkan suku bunga dengan cukup agresif, 50 basis poin dalam 3 bulan beruntun. Langkah BI tersebut belum mampu mendongkrak kinerja rupiah.

Selain itu,pasokan valuta asing, khususnya dolar AS yang tiris di dalam negeri menjadi salah satu penyebab loyonya rupiah. Ketika jumlah dolar di dalam negeri berkurang, dan permintaannya tinggi, harganya tentunya akan menanjak.

Salah satu penyebab devisa tersebut tidak berada di dalam negeri yakni suku bunga valas yang kurang kompetitif. Eksportir pun lebih memilih menempatkan dolar-nya di luar negeri.

Pergerakan nilai tukar Rupiah selama 2022 lebih dipengaruhi oleh dinamika yang terkait dengan kebijakan suku bunga acuan yang diambil oleh bank-bank sentral negara lain, terutama the Fed Fund Rate (FFR).

Kenaikan FFR secara agresif telah menyebabkan terjadinya capital outflow secara masif dan memperlemah nilai tukar rupiah.

Sementara itu, harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup kompak melemah pada perdagangan Jumat (11/11/2022). Setelah Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuannya.

Mayoritas investor cenderung melepas SBN, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Tetapi untuk SBN tenor 30 tahun masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield, yakni turun 2,4 basis poin (bp) ke posisi 7,51%, dilansir dari Refinitiv.

Sedangkan untuk yield SBN bertenor 20 tahun stagnan di level 7,143%, sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) naik 1,5 bp menjadi 7,036%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

(aum/luc)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular