Newsletter

KTT G20 Berakhir, IHSG Bisa Dapat Berkah Apa Hari Ini?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
16 November 2022 06:30
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada hari pertama gelaran puncak KTT G20, Selasa (15/11) kemarin, pasar keuangan Tanah Air ditutup bervariasi. Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat, rupiah kembali berakhir tertekan, serta Surat Berharga Negara (SBN) yang kembali diminati oleh investor.

Indeks bursa saham acuan Tanah Air, IHSG, naik 0,23% pada penutupan perdagangan kemarin dan masih tetap bertengger di level 7.000. Tepatnya berakhir di posisi 7.035,500.

Penguatan IHSG hari ini terjadi di tengah kondisi pasar yang beriak, dengan beberapa kali berpindah posisi dari zona hijau ke merah. Penguatan ini selaras dengan pergerakan mayoritas bursa utama Asia yang juga berakhir positif, meskipun penguatan IHSG merupakan salah satu yang paling terbatas.

Bursa global dan domestik tampaknya juga ikut memperoleh sentimen positif pasca kick-off KTT G20. Di mana untuk pertama kalinya mempertemukan Joe Biden dan Xi Jinping dalam kapasitas sebagai kepala negara.

Aktivitas bursa kemarin lebih ramai dari hari sebelumnya, dengan nilai transaksi IHSG mencapai Rp 13,86 triliun dan melibatkan 26,45 miliar saham dab berpindah tangan 1,46 juta kali. Investor asing lagi-lagi tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 357,88 miliar setelah hari sebelumnya juga melego Rp 1,12 triliun.

Aksi jual asing utamanya terjadi di saham blue chip, dengan tiga saham paling diobral asing secara berurutan dari yang terbesar adalah Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Astra Internasional (ASII) dan Telkom Indonesia (TLKM). Sementara emiten batu bara Indo Tambangraya Megah (ITMG) menjadi yang paling diminati asing dengan net buy Rp 33,4 miliar dan harga sahamnya terapresiasi 1,82%

Selanjutnya dari pasar keuangan lain, mata uang Garuda kembali keok melawan dolar AS dan berakhir melemah 0,13% ke Rp 15.535/US$, dan secara eksklusif berada di zona merah. Rupiah gagal menguat.



Ini terjadi meskipun Indonesia kembali memperpanjang rekor surplus perdagangan dalam 30 bulan beruntun, yang mana pada Oktober 2022 tercatat senilai US$ 5,67 miliar. Tekanan eksternal terkait potensi kenaikan suku bunga The Fed dan konter BI yang kurang menggigit tampaknya masih menjadi beban utama.

Terakhir dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Investor kembali memburu SBNyang ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield).

Bursa saham Wall Street kompak ditutup menguat pada perdagangan Selasa (15/11) waktu setempat. Penguatan ini terjadi setelah laporan lain mengisyaratkan bahwa inflasi bisa melambat lebih cepat, menghidupkan kembali optimisme investor dan reli di pasar ekuitas.

Dow Jones Industrial Average dibuka naik 56 poin atau 0,17%. S&P 500 terapresiasi 0,87% dan indeks padat teknologi Nasdaq menguat 1,45%.

Indeks Harga Produsen (IHP) naik 0,2% secara bulanan (mtm) untuk periode Oktober, lebih landai dari perkiraan konsensus yang semula mengharapkan kenaikan 0,4%. Laporan menjadi data penunjang krusial setelah indeks harga konsumen (IHK) pekan lalu menunjukkan tanda-tanda tekanan inflasi mulai mereda bulan lalu, yang berkontribusi pada reli tajam pasar ekuitas AS pekan lalu.

"Data IHP tentu menambah lebih banyak bahan bakar bagi investor yang merasa AS mungkin akhirnya berada pada tren penurunan inflasi," kata Mike Loewengart, analis Morgan Stanley, dilansir CNCB International. "Pasar merespons penurunan konsumen minggu lalu dan reaksi awal hari ini tampaknya kurang lebih sama."

Narasi inflasi puncak terlihat mendapatkan daya tarik di antara para investor di pasar, tetapi batasan untuk angkanya masih tinggi bagi The Fed untuk dapat berbalik arah secara cepat, kata Ross Mayfield, analis strategi investasi di Baird.

Indeks saham AS diperdagangkan lebih tinggi dalam tiga dari empat hari terakhir. menempatkan ketiganya dalam jalur yang tepat akan pengembalian positif bulanan. Dow naik 3,7% untuk bulan November. S&P dan Nasdaq masing-masing telah naik 3,9% dan 4,4%.

Secara lebih spesifik, saham Walmart melonjak setelah perusahaan itu mengalahkan perkiraan pendapatan dan laba analis Wall Street dan meningkatkan panduan setahun penuh. Home Depot juga melaporkan hasil yang kuat tetapi tetap mempertahankan pedoman selama setahun penuh. Sahamnya naik tipis 1%.

Taiwan Semiconductor, Louisiana-Pacific dan Paramount juga melonjak setelah pengajuan peraturan menunjukkan bahwa Berkshire Hathaway dari Warren Buffett telah membeli dua perusahaan yang disebutkan pertama, dan meningkatkan kepemilikannya di perusahaan ketiga.

Selain kondisi makro yang membaik di AS, pasar modal juga mendapat dorongan dari jabat tangan antara Xi Jinping dan Joe Biden memberi pasar dorongan. Hal ini karena pasar merespons positif pertemuan kedua pemimpin negara ekonomi terbesar dunia tersebut dengan harapan hubungan yang lebih stabil antara AS dan China setelah kepulangan dari KTT G20 di Bali, Indonesia.

Biden dan Xi berusaha untuk menghentikan hubungan bilateral yang kian suram antara Washington dan Beijing, menginstruksikan para pejabat untuk melanjutkan pembicaraan yang macet tentang prioritas global utama. Meski demikian, kedua negara tersebut juga ikut mengakui adanyasederet ketidaksepakatan mendalam yang dapat mengganggu upaya tersebut.

Biden muncul dari pertemuan tersebut dengan memproyeksikan optimisme namun tetap berhati-hati, dengan China juga mengirimkan sinyal kesediaan baru dari Beijing untuk ikut serta berdiskusi secara aktif dengan AS.

Investor dan pelaku pasar patut menyimak sejumlah isu penting yang dapat menjadi sentimen pasar utama perdagangan pekan ini, mulai dari keberlangsungan KTT G20 hingga kebijakan moneter BI.

Pertama, tiga indeks utama Wall Street kompak ditutup menguat pada perdagangan Selasa (15/11) waktu setempat. Penguatan di awal perdagangan terjadi setelah laporan lain mengisyaratkan bahwa inflasi bisa melambat lebih cepat, menghidupkan kembali optimisme investor dan reli di pasar ekuitas.

Indeks Harga Produsen (IHP) naik 0,2% untuk bulan Oktober, lebih landai dari perkiraan konsensus yang semula mengharapkan kenaikan 0,4%. Laporan menjadi data penunjang krusial setelah indeks harga konsumen (IHK) pekan lalu menunjukkan tanda-tanda tekanan inflasi mulai mereda bulan lalu, yang berkontribusi pada reli tajam pasar ekuitas AS pekan lalu.

Kedua, sentimen yang patut dicermati yakni gelaran KTT G20 yang akan berakhir hari ini, Rabu 16 November 2022.

Senin lalu, Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping untuk pertama kalinya bertemu secara langsung dalam kapasitas sebagai pemimpin negara. Sebelumnya Biden pernah bertemu dengan Xi kala menjabat sebagai Wapres AS. Sedangkan sejak resmi dilantik awal 2021 lalu, Biden hanya berkomunikasi dengan Xi lewat panggilan telepon dan video, karena kendala pandemi yang masih ganas.

Mengangkat tema "Recover Together, Recover Stronger" sejumlah bahasan penting mulai dari keamanan pangan hingga transformasi digital akan didiskusikan oleh pemimpin negara ekonomi utama dunia.

Pertemuan historis dua pemimpin dunia ekonomi terbesar tersebut direspons positif oleh pasar dengan bursa global ramai-ramai menguat pada perdagangan kemarin. Biden dan Xi semakin aktif berkomunikasi untuk menghentikan hubungan bilateral yang kian suram antara Washington dan Beijing, menginstruksikan para pejabat untuk melanjutkan pembicaraan yang macet tentang prioritas global utama.

Meski demikian, kedua negara tersebut juga ikut mengakui adanya sederet ketidaksepakatan mendalam yang dapat mengganggu upaya tersebut.

Pertemuan historis ini juga cukup krusial, mengingat ketegangan antanya China-AS dapat menyeret ekonomi global dan pasar keuangan secara luas. Saat ini kedua negara tersebut akan mencoba mencari jalan tengah dan masih berseteru di banyak bidang mulai dari teknologi terkait chip hingga perselisihan yang kian runyam terkait independensi Taiwan.

Dalam gelaran KTT G20 ini, sejumlah investasi raksasa telah diumumkan, termasuk dari AS dan sejumlah negara maju lain yang siap mengucurkan US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun untuk membantu pemerintah mempercepat transisi menuju energi hijau dan memensiunkan PLTU dan yang diperkirakan akan memakan biaya besar.

Sejumlah ketentuan perjanjian masih belum dijelaskan secara rinci, termasuk apakah bunga yang diberikan menguntungkan bagi Indonesia, pihak bank pendana atau keduanya. Paket investasi ini meniru model yang mirip dengan kesepakatan tahun lalu antara AS dan Afrika Selatan.

Kemarin Jokowi juga mengungkapkan bahwa pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur bakal mendatangkan investasi US$ 20,8 miliar atau setara dengan Rp 322,44 triliun (asumsi kurs Rp 15.502).

Pertemuan dua hari KTT G20 - 19 negara dan Uni Eropa - biasanya ditutup dengan konsensus untuk tindakan kolektif. Hari ini, pemimpin negara G20 secara kolektif diharapkan mengeluarkan pernyataan komitmen bersama antar para anggota, meskipun deklarasi tersebut tidak mengikat secara hukum.

Ketiga, investor secara juga perlu mencermati dengan seksama manuver kebijakan moneter yang akan diumumkan Bank Indonesia (BI) Kamis (17/11) mendatang. Konsensus Trading Economics memprediksikan BI mulai 'bersantai' dengan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps), lebih rendah dari dua siklus sebelumnya yang masing-masing dikerek 50 bps. Kenaikan ini membawa tingkat suku bunga acuan naik dari 4,75% menjadi 5%.

Agresif tidaknya BI akan berdampak langsung bagi rupiah, di mana jika BI melunak dan The Fed tetap bersikukuh memperpanjang pandangan hawkish-nya, tekanan terhadap mata uang Garuda bisa semakin parah. Konsensus analis, mengharapkan The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya, Federal Funds Rate, sebanyak 50 bps. Hal ini akan semakin mempersempit spread suku bunga acuan.

Sementara tingkat suku bunga Deposit Facility dan suku bunga Lending Facility di proyeksi akan naik yang masing-masing sebesar 25 bps menjadi 4,25% dan 5,75%.

Kemudian dari ranah global, investor juga patut menyimak sejumlah data makro penunjang mulai dari tingkat pengangguran di Inggris dan Italia, indeks harga rumah di China dan data penjualan ritel AS yang dapat menjadi proksi bagi kondisi perekonomian global.

Sentimen terakhir yang juga patut dicermati adalah saga kehancuran bursa kripto FTX. Saat ini CEO perusahaan telah mengundurkan diri dan diikuti oleh pendaftaran perusahaan ke pengadilan kebangkrutan AS. Miliar dolar uang investor kripto diperkirakan lenyap akibat kelalaian ini dan diprediksi bakal mengirim hentakan ke pasar keuangan secara luas, khususnya pasar kripto. Masih belum diketahui secara pasti seberapa besar dampak yang akan terjadi ke pasar ekuitas dan keuangan secara umum, mengingat saat ini kasus tersebut masih berlangsung.

Namun apabila saga ini ikut menyeret sejumlah nama besar lain, investor dan pelaku pasar wajib mewaspadai potensi penularan ke pasar keuangan yang lebih luas.

Berikut beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:

Pidato pejabat bank sentral Eropa Elderson (00.30)

Data tingkat inflasi Argentina Oktober (02.00)

Indeks harga rumah China Oktober (08.30)

Data tingkat inflasi Inggris Oktober (14.00)

Data indeks harga produsen Inggris Oktober (14.00)

Data tingkat inflasi Italia Oktober (16.00)

Data penjualan ritel AS Oktober (20.30)

Pertumbuhan GDP Rusia Q3 (23.00)

Musim laporan keuangan untuk kuartal ketiga baru dimulai akhir bulan lalu dan masih berlangsung dengan satu per satu perusahaan mulai melaporkan kinerja keuangan sembilan bulan terakhir. Selain pelaporan kinerja keuangan, terdapat dua agenda korporasi yakni Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Capital (BACA) dan Wahana Pronatural (WAPO)

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular