Newsletter

Resesi Sudah Basi? Dow Jones Cetak Kinerja Terbaik Sejak 1976

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 November 2022 06:00
Kapal Ekspor Manufaktur Indonesia Siap Berangkat ke AS
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Dari dalam negeri, pelaku pasar menanti rilis data inflasi Oktober. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi Oktober akan menembus 0,08% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm). Inflasi bulanan Oktober jauh lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada September yakni 1,17% (mtm).

Hasil polling juga memperkirakan inflasi secara tahunan (year on year/yoy) akan sebesar 5,95% atau sama dengan pertumbuhan September. Hasil polling tersebut lebih rendah ketimbang yang dilakukan Reuters sebesar 6% (yoy).

Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan dampak lanjutan (second round effect) kenaikan harga BBM Subsidi masih ada.

"Second round effect kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan September masih ada pada bulan Oktober, terutama di sektor transportasi seperti tarif angkutan kota dan antar kota di beberapa daerah, dan lain-lain," ujar Damhuri, kepada CNBC Indonesia.

Namun, melandainya harga sejumlah komoditas pangan membuat inflasi bisa ditekan.

"Penurunan harga beberapa bahan kebutuhan pokok seperti cabai, bawang, minyak goreng dan lain-lain menjadi penahan inflasi ke level yang lebih tinggi," tuturnya.

Inflasi yang mulai melandai tentunya menjadi kabar baik, daya beli masyarakat masih bisa dijaga dan mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi.

Selain itu ada rilis data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur bulan Oktober. September lalu PMI manufaktur tercatat naik menjadi 53,7 dan sudah naik dalam 3 bulan beruntun.

Jika laju ekspansi kembali meningkat, tentunya akan berdampak bagus ke pasar finansial. Sebab bisa menunjukkan optimisme pelaku usaha meski suku bunga sudah mulai dinaikkan oleh Bank Indonesia (BI) dan nilai tukar rupiah yang terpuruk.

Sektor industri pengolahan merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar berdasarkan lapangan usaha, kontribusinya hampir 18% di kuartal II-2022. Sementara dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi yang terbesar, dengan kontribusi lebih dari 51%.

Oleh karena itu, sangat penting menjaga inflasi agar tidak lepas kendali, sehingga Indonesia tidak mengalami resesi. Indonesia menjadi satu dari sedikit negara yang diprediksi tidak mengalami resesi di tahun depan. 

Jika mengacu pada ramalan Dana Moneter International (IMF), Indonesia sendiri masih berpeluang tumbuh 5,3% tahun ini dan sedikit melambat menjadi 5% pada tahun depan. Pertumbuhan ini jauh di atas China dan AS.

China diperkirakan mengalami tumbuh 3,2% pada 2022 dan sedikit meningkat sebesar 4,4% pada 2023. Sementara itu, AS akan tumbuh 1,6% pada 2022 dan kemudian turun menjadi 1% pada 2023.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular