
China hingga Thamrin, Apa Kabar Pasar Keuangan RI Pekan Ini?

Sebelum memulai perdagangan hari ini hingga beberapa hari kedepan di pekan ini, investor sebaiknya mencermati beberapa agenda ekonomi dari dalam negeri, maupun luar negeri.
Sentimen pertama, pada hari ini, pelaku pasar akan disuguhkan dengan rilis neraca perdagangan per September yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga keuangan memperkirakan surplus neraca perdagangan akan semakin tergerus menjadi US$ 4,85 miliar. Surplus diprediksi jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan periode Agustus 2022 yang mencapai US$ 5,76 miliar.
Konsensus juga memproyeksikan bahwa ekspor akan tumbuh 27,47% (yoy) sementara impor meningkat 34,31%. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 29 bulan beruntun.
Sebagai catatan, nilai ekspor Agustus 2022 mencapai US$ 27,91 miliar atau melonjak 30,15% (yoy). Impor tercatat US$ 22,15 miliar atau melesat 32,81% (yoy).
Kepala ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro memprediksikan bahwa nilai ekspor akan melandai pada September, sejalan dengan anjloknya harga minyak sawit mentah.
Menurut data Refinitiv, rata-rata harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) ambles 10,3% di sepanjang perdagangan September 2022. CPO berkontribusi terhadap 13% total ekspor Indonesia sehingga penurunan harga CPO bisa berdampak besar terhadap total ekspor.
Andry juga menambahkan penurunan Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur China bisa berimbas pada melambatnya permintaan impor Negara Tirai Bambu.
PMI China melambat ke 48,1 pada September dari 49,5 pada Agustus. Artinya, PMI China sudah tidak berada dalam fase ekspansif selama dua beruntun.
Perlambatan permintaan dari China tengah banyak disorot. Konsumsi warga China selama libur panjang Golden Week pada awal Oktober 2022 adalah yang terendah dalam tujuh tahun terakhir.
Seperti yang diwartakan Hellenic Shipping News.com, rata-rata pengiriman barang ke pesisir Pasifik dengan tujuan utama China turun 17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjelang libur Golden Week.
Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, sepekan menjelang Golden Week adalah masa-masa sibuk lalu lintas kargo demi mengejar permintaan serta mengejar sebelum penutupan pabrik pada masa liburan.
China adalah mitra dagang utama terbesar Indonesia. Perlambatan permintaan dari China akan berdampak besar ke ekspor Indonesia.
"Perlambatan ekspor masih bisa ditekan oleh tingginya permintaan CPO dari India menjelang perayaan Dilwali," tutur Andry, kepada CNBC Indonesia.
Sentimen kedua, berasal dari Bank Indonesia (BI) yang dijadwalkan akan mengumumkan keputusan suku bunga acuannnya (BI 7-Day Reverse Repo Rate/B7DRR) pada Kamis pekan ini.
Konsensus analis Trading Economics memproyeksikan bahwa BI akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bp dan akan membawa tingkat suku bunga BI ke 4,5% dari sebelumnya di 4,25%.
Sebelumnya, BI sempat memberikan kejutan kepada publik ketika memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bp pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 21-22 September 2022. Keputusan tersebut jelas menandakan berakhirnya era suku bunga rendah.
Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers mengungkap sejumlah alasan bank sentral kembali mengerek bunga acuan hingga 50 bp dalam RDG bulan lalu. Ini merupakan langkah frontloading BI.
"Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah frontloading, pre-emptive dan forward looking," kata Perry, Kamis (22/9/2022) lalu.
Perry mengatakan kenaikan suku bunga sebesar 50 bp merupakan salah satu cara bank sentral untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke kisaran sasaran BI di angka 3 plus minus 1% pada 2023.
"Serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat," kata Perry.
Sementara, sentimen dari luar negeri berasal dari Negeri Tirai Bambu, di mana pelaku pasar akan disajikan rilis pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 pada Selasa pekan ini.
Konsensus analis Tradings Economics memprediksikan PDB China kuartal III-2022 akan tumbuh ke 3,4% dari kuartal sebelumnya di 0,4% secara kuartalan (qtq). Sementara, PDB China secara tahunan diprediksi juga akan tumbuh ke 4,5% dari periode yang sama tahun lalu di 4,2%.
China merupakan mitra dagang RI terbesar, sehingga rilis data tersebut menjadi sangat penting dan perlu dicermati.
Mengacu pada data Kementerian Perdagangan, Tiongkok menempati posisi pertama sebagai mitra dagang terbesar dengan Indonesia pada periode Januari-Agustus 2022. Nilai ekspor non-migas senilai US$ 39,08 miliar atau setara Rp 602,8 triliun (asumsi kurs Rp 15.425/US$). Sementara nilai impor non-migas sebesar US$ 44,59 miliar atau setara dengan Rp 692,5 triliun.
(chd/chd)