Newsletter

Wall Street Akhirnya Rebound, Mampukah IHSG Ikut Bangkit?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
29 September 2022 06:01
Emiten Wall Street. AP
Foto: Emiten Wall Street. AP

Pasar saham AS ditutup menghijau pada perdagangan Rabu (29/9/2022) waktu New York, saham rebound dari posisis terendahnya tahun ini karena investor waswas akan resesi pasca ramalan suku bunga yang lebih agresif.

Tiga indeks utama Wall Street kompak menghijau, Dow Jones Industrial Average ditutup naik 548,75 poin, atau 1,88%. Sedangkan S&P 500 dan naik 1,97%, sementara Nasdaq menguat 222,14 poin, atau 2,05%.

Dow Jones Industrial Average bangkit kembali dari level terendahnya pada 2022 karena Bank of England (BoE) mengatakan akan membeli obligasi untuk menstabilkan pasar keuangannya, pembalikan yang menakjubkan dalam kebijakan pengetatan moneter yang diterapkan tahun ini oleh sebagian besar bank sentral untuk menahan inflasi.

Langkah tersebut menstabilkan pound Inggris, yang menjadi pusat perhatian di pekan ini karena jatuh ke rekor terendah terhadap dolar AS. Sementara, Imbal hasil Treasury AS mundur dari level tertingginya dalam lebih dari satu dekade, meredakan kekhawatiran bahwa suku bunga yang lebih tinggi mencekik ekonomi.

Imbal hasil Treasury AS 10-tahun mengakhiri hari di sekitar 3,7% setelah sebelumnya menembus di atas 4% untuk pertama kalinya sejak 2008.

Sementara saham Apple terpantau turun 2,8% setelah laporan Bloomberg, mengutip dari beberapa analis, mengatakan bahwa perusahaan teknologi akan membuang rencana untuk meningkatkan produksi iPhone baru setelah permintaan turun dari ekspektasi.

Kekhawatiran bahwa investor belum memperhitungkan perlambatan pendapatan dan dampak dari kenaikan suku bunga The Fed. Tembusnya S&P 500 di bawah level terendah sebelumnya merupakan indikator utama bagi beberapa saham bahwa kedepannya masih ada potensi penurunan lebih lanjut.

"Kasus utama kami adalah pendaratan yang sulit pada akhir 2023," kata Druckenmiller di KTT Investor Alpha Delivering CNBC di New York City, Rabu dikutip dari CNBC International.

"Saya akan terkejut jika kita tidak mengalami resesi di tahun 2023. Saya tidak tahu waktunya tetapi pasti pada akhir 2023. Saya tidak akan terkejut jika itu tidak lebih besar dari apa yang disebut varietas taman rata-rata " tambahnya.

Dengan pasar yang terus bearish sejak Juli lalu, para analis bahkan memprediksi kerugian investasi di pasar saham para investor ritel itu bisa mencapai US$ 9,5 sampai US$ 10 triliun.

Sementara para ekonom mengatakan akan ada dampak ekonomi lanjutan dari kerugian tersebut. Yakni, menambah tekanan pada dompet warga AS, dimana bisa berdampak pada pengurangan konsumsi, pinjaman hingga investasi.

Mark Zandi, kepala ekonom Moody's Analytics, mengatakan kerugian tersebut bahkan dapat mengurangi pertumbuhan PDB riil AS hampir 0,2% pada tahun mendatang.

Hari ini, akan ada rilis data penjualan rumah yang sempat tertunda pada Agustus 2022, sehingga dapat menggambarkan situasi pasar perumahan terbaru di AS.

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular