
Aura Negatif di Mana-Mana, IHSG Rawan Terkoreksi Hari Ini

Hari ini sentimen utama yang berpotensi menggerakkan IHSG masih akan didominasi oleh keputusan hasil rapat pejabat bank sentral untuk menentukan kebijakan moneter suku bunga, termasuk dari dalam negeri oleh Bank Indonesia.
Selain BI, Bank sentral utama dunia lain yang ikut mengumumkan suku bunga acuannya termasuk The Fed AS, Bank of England, Swiss National Bank dan Bank of Japan.
Berkaitan dengan tingkat suku bunga Kanada dan Jepang baru saja melaporkan tingkat inflasinya untuk bulan Agustus 2022. Inflasi di Kanada tercatat turun menjadi 7% secara tahunan (yoy), mendingin lebih cepat dari prediksi dan konsensus pasar. Sedangkan Jepang melaporkan tingkat inflasi Agustus naik menjadi 3% (yoy), lebih tinggi dari konsensus pasar dan merupakan yang tertinggi dalam delapan tahun.
Selanjutnya investor perlu menyimak pergerakan harga komoditas yang sering kali ikut mendikte pergerakan pasar saham domestik. Sejumlah emiten di sektor energi, pertambangan hingga perkebunan pergerakannya nyaris secara eksklusif ditopang oleh naik turunnya harga komoditas di pasar global.
Minyak mentah berjangka acuan AS, west texas intermediate (WTI), jatuh lebih dari 2% ke bawah level US$ 84 per barel di tengah kekhawatiran tentang dampak pertumbuhan ekonomi global yang lebih lambat akan permintaan energi.
IEA memprediksi pertumbuhan permintaan akan tertahan di Q4. Namun, kekhawatiran akan turunnya permintaan mulai mereda setelah China melonggarkan beberapa pembatasan di sejumlah kota sambil menjanjikan stimulus lebih lanjut untuk mendukung ekonomi.
Di sisi pasokan, OPEC+ gagal mencapai target produksi minyaknya pada Agustus, sementara kebuntuan kesepakatan untuk memulihkan perjanjian nuklir Iran ikut memperburuk kekhawatiran akan pengetatan pasokan.
Harga emas masih terkoreksi dan dalam sepekan sudah anjlok 1,7% secara point to point. Dalam sebulan, harga emas ambles 4,3% sementara dalam setahun menyusut 5,2%.
Selanjutnya harga gas berjangka Belanda bulan depan turun ke level terendah dalam dua bulan, setelah pekan lalu juga turun 9%. Sementara itu, persediaan gas Eropa jelang musim dingin telah 86% penuh, dan untuk Jerman mencapai 90%, mengutip data Gas Infrastructure Europe.
Kemudian harga gas alam Eropa akhirnya mengalami rebound setelah turun tiga hari beruntun, dengan para pedagang kini menimbang apakah upaya intensif saat ini akan cukup untuk menghindari kekurangan pasokan.
Kondisi tersebut tentu akan berpengaruh pada harga komoditas ekspor unggulan RI, yang mana pergerakan harga batu bara global beberapa waktu ini nyaris secara eksklusif dipengaruhi oleh krisis energi benua Biru. Meski demikian, permintaan batu bara diperkirakan akan tetap naik jelang musim dingin tahun ini.
Selanjutnya imbal hasil obligasi AS terus melonjak ke level tertinggi baru multi-tahun. Imbal hasil Treasury AS 10-tahun naik menjadi 3,573% dari sebelumnya 3,489% pada hari Senin, tertinggi sejak April 2011. Imbal hasil obligasi dua tahun, yang terkait erat dengan ekspektasi kebijakan moneter, terdorong ke 3,975% dari 3,946%, tertinggi sejak Oktober 2007.
Kenaikan ini dapat menjadi petaka bagi Wall Street yang pada penutupan perdagangan Selasa berakhir di zona merah. Saat ini, kurang dari 16% saham S&P 500 memiliki yield dividen yang lebih besar daripada imbal hasil surat utang AS dua tahun, yang mendekati 4%.
Menguatnya imbal hasil surat berharga AS juga akan berdampak bagi pasar keuangan RI, yang mana karena spread yang kian menyempit tersebut, membuat pasar keuangan domestik menjadi semakin kurang menarik. Data terbaru Bank Indonesia (BI) melaporkan outflow sejak awal tahun mencapai Rp 143,14 triliun di pasar obligasi atau surat berharga negara (SBN).
Sementara itu di pasar ekuitas kondisinya jauh lebih baik, dengan asing mencatatkan rekor beli bersih Rp 72 triliun sejak awal tahun. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa bursa domestik menjadi salah satu pasar ekuitas dengan kinerja terbaik di dunia tahun ini, sehingga wajar jika dana asing ikut parkir di dalam negeri. Meski demikian dalam sepekan terakhir asing mencatatkan jual bersih.
Selanjutnya dolar juga masih kuat dan diperkirakan akan semakin perkasa pasca pertemuan FOMC. Saat ini dollar index (yang mengukur Greenback dengan enam mata uang utama) masih berfluktuasi di sekitar puncak tertinggi dalam 20 tahun.
Penguatan dolar dapat menghantam rupiah dan menjadi sentimen negatif bagi sejumlah emiten tanah air. Baik itu yang kinerjanya tergerus karena harus mengimpor barang mentah dan dibayarkan dengan dolar, atau likuiditas yang tertekan bagi sejumlah emiten yang harus membayarkan utang dalam denominasi dolar AS.
(fsd/sef)