
Suplai Gas untuk Eropa Disetop Rusia! Bau-Bau Apa Nih?

Usai kembali dari libur pendek memperingati Hari Buruh (Labor Day), Wall Street kembali dibuka di zona merah.
Pada perdagangan Selasa (6/9/2022), ketiga indeks saham Bursa New York kompak melemah. Indeks Dow Jones melemah 0,77%; S&P 500 turun 0,83% dan Nasdaq Composite anjlok 1,21% pada 21.20 WIB.
Meskipun demikian pada pertengahan perdagangan, ketiga indeks acuan Wall Street terpantau sempat menajak ke zona hijau sebelum akhirnya pada pukul 13:18 waktu setempat trio indeks acuan Wall Street kembali terkoreksi parah ke zona merah dimana Dow Jones terkoreksi 0,75%, S&P 500 turun 0,66%, dan Nasdaq ambrol 0,92%.
Kabar baik datang dari ISM PMI bidang jasa yang naik ke posisi 56,9 di bulan Agustus 2022 lebih baik ketimbang bulan July di angka 56,7. Angka ini tentunya lebih ciamik dibandingkan dengan konsensus yang memprediksi PMI jasa di angka 55,1. Rilis ini menunjukkan aktivitas jasa yang terkuat sepanjang 4 bulan terakhir.
Akhir bulan ini, The Fed akan kembali mengumumkan kebijakan suku bunga acuannya. Pelaku pasar mengantisipasi The Fed akan mengerek suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bps) dengan probabilitas mencapai 72%.
Dalam waktu dekat investor juga menanti kebijakan moneter bank sentral Eropa yakni ECB. Kamis pekan ini para bos ECB akan bertemu dan memutuskan suku bunga acuan mereka.
Konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan ECB akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) menjadi 1,25%.
Ekspektasi tersebut selain merespons tekanan inflasi yang tinggi juga berpotensi masih akan meningkat. Apalagi Rusia kini semakin membatasi pasokan gas untuk Eropa.
Belum lama ini BUMN gas Negeri Beruang Merah Gazprom menyatakan akan menghentikan aliran gas ke Eropa sampai waktu yang belum diketahui dengan alasan perawatan (maintenance).
Bahkan terbaru, sanksi ekonomi yang diberikan oleh Barat merupakan penyebab diberhentikanya pasokan gas ke Eropa hingga waktu yang belum ditentukan.
"Problem pemompaan muncul akibat sanksi yang diberlakukan akibat negara kami oleh berberapa perusahaan negara Barat, termasuk Jerman dan Britania Raya,." Ujar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov Senin kemarin, dikutip dari Interfax.
Akibat hal tersebut, harga gas Eropa melonjak dan mata uangnya yaitu Euro pun melemah. Kini untuk 1 Euro sudah jatuh di bawah US$ 1.
Penguatan dolar inilah yang juga membebani kinerja saham-saham AS dan membuatnya rontok. Dengan suku bunga yang masih akan terus meningkat, prospek pertumbuhan ekonomi dan laba akan melambat. Oleh sebab itu terjadi penurunan valuasi saham-sahamnya.
(trp/sef)