Newsletter

Suplai Gas untuk Eropa Disetop Rusia! Bau-Bau Apa Nih?

Putra, CNBC Indonesia
07 September 2022 06:10
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air belum menunjukkan pergerakan berarti pada perdagangan kemarin, Selasa (6/9/2022).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung stagnan, nilai tukar rupiah menguat tipis sementara imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) naik tipis.

IHSG terpantau menguat 0,02% dan ditutup di 7.233,16 tak jauh berbeda dengan perdagangan di awal pekan.

Hal yang menarik dari perdagangan kemarin adalah IHSG sempat terbang di awal mendekati level psikologis 7.300. Posisi tertinggi IHSG berada di 7.287,7.

Namun IHSG tetap bertahan di atas 7.200 saja sudah bersyukur mengingat sentimen eksternal sebenarnya belum kuat mendorong apresiasi signifikan. Malahan, dari sisi eksternal sentimen cenderung negatif.

Seolah menjadi primadona, investor asing masih saja terus memborong saham-saham di dalam negeri. Asing net buy senilai Rp 501 miliar di pasar reguler.

Kondisi yang berbeda justru dialami obligasi negara. Yield SBN acuan tenor 10 tahun justru mengalami kenaikan sebesar 1,9 basis poin (bps) menjadi 7,18%.

Peningkatan yield mencerminkan bahwa harga obligasi sedang terkoreksi. Pergerakan yield SBN senada dengan yield obligasi pemerintah negara lain yang juga naik.

Namun peningkatan yield SBN 10 tahun masih relatif terjaga jika dibandingkan dengan obligasi negara lain seperti AS, Jerman dan juga Inggris.

Sejauh ini tampaknya masih ada kecenderungan bahwa investor memiliki ekspektasi kalau inflasi Indonesia tidak akan setinggi negara lain meski harga BBM subsidi dinaikkan dan bisa membawa inflasi tembus 6% lebih.

Tingkat inflasi tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan AS dan Eropa yang sudah naik sampai 9%.

Di pasar valas, nilai tukar rupiah menguat tipis 0,1% dan ditutup di Rp 14.885/US$. Namun rupiah masih enggan bergerak jauh dari Rp 14.800-14.900 karena indeks dolar yang masih kuat dan tembus 110.

Halaman 2>>

Usai kembali dari libur pendek memperingati Hari Buruh (Labor Day), Wall Street kembali dibuka di zona merah.

Pada perdagangan Selasa (6/9/2022), ketiga indeks saham Bursa New York kompak melemah. Indeks Dow Jones melemah 0,77%; S&P 500 turun 0,83% dan Nasdaq Composite anjlok 1,21% pada 21.20 WIB.

Meskipun demikian pada pertengahan perdagangan, ketiga indeks acuan Wall Street terpantau sempat menajak ke zona hijau sebelum akhirnya pada pukul 13:18 waktu setempat trio indeks acuan Wall Street kembali terkoreksi parah ke zona merah dimana Dow Jones terkoreksi 0,75%, S&P 500 turun 0,66%, dan Nasdaq ambrol 0,92%.

Kabar baik datang dari ISM PMI bidang jasa yang naik ke posisi 56,9 di bulan Agustus 2022 lebih baik ketimbang bulan July di angka 56,7. Angka ini tentunya lebih ciamik dibandingkan dengan konsensus yang memprediksi PMI jasa di angka 55,1. Rilis ini menunjukkan aktivitas jasa yang terkuat sepanjang 4 bulan terakhir.

Akhir bulan ini, The Fed akan kembali mengumumkan kebijakan suku bunga acuannya. Pelaku pasar mengantisipasi The Fed akan mengerek suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bps) dengan probabilitas mencapai 72%.

Dalam waktu dekat investor juga menanti kebijakan moneter bank sentral Eropa yakni ECB. Kamis pekan ini para bos ECB akan bertemu dan memutuskan suku bunga acuan mereka.

Konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan ECB akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) menjadi 1,25%.

Ekspektasi tersebut selain merespons tekanan inflasi yang tinggi juga berpotensi masih akan meningkat. Apalagi Rusia kini semakin membatasi pasokan gas untuk Eropa.

Belum lama ini BUMN gas Negeri Beruang Merah Gazprom menyatakan akan menghentikan aliran gas ke Eropa sampai waktu yang belum diketahui dengan alasan perawatan (maintenance).

Bahkan terbaru, sanksi ekonomi yang diberikan oleh Barat merupakan penyebab diberhentikanya pasokan gas ke Eropa hingga waktu yang belum ditentukan.

"Problem pemompaan muncul akibat sanksi yang diberlakukan akibat negara kami oleh berberapa perusahaan negara Barat, termasuk Jerman dan Britania Raya,." Ujar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov Senin kemarin, dikutip dari Interfax.

Akibat hal tersebut, harga gas Eropa melonjak dan mata uangnya yaitu Euro pun melemah. Kini untuk 1 Euro sudah jatuh di bawah US$ 1.

Penguatan dolar inilah yang juga membebani kinerja saham-saham AS dan membuatnya rontok. Dengan suku bunga yang masih akan terus meningkat, prospek pertumbuhan ekonomi dan laba akan melambat. Oleh sebab itu terjadi penurunan valuasi saham-sahamnya.

Pelaku pasar masih  berharap dari harga batu bara yang masih terus naik. Harga batu bara acuan kembali melesat.

Terakhir, harga batu bara naik 5% dan tembus rekor baru US$ 463,75/ton. Sepanjang tahun ini, harga batu bara terpantau naik 205% dan mendorong kenaikan indeks sektoral energi sampai 81%.

Asal tahu saja, mayoritas konstituen indeks sektoral energi adalah saham-saham dari emiten tambang batu bara yang terdampak langsung oleh pergerakan harga batu bara.

Selain dari sentimen eksternal, katalis juga datang dari dalam negeri terutama yang berdampak ke sektor perbankan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi sinyal bahwa akan memperpanjang kredit restrukturisasi Covid-19 setelah masa berakhir pada Maret 2023.

Hanya saja, perpanjangan relaksasi tersebut tidak akan diberikan kepada semua sektor atau debitur melainkan mempertimbangkan efektivitas kelanjutan relaksasi berdasarkan dengan tingkat pemulihan kinerja debitur yang berbeda di setiap sektor, segmen dan wilayah. 

"Di restrukturisasi, kita tak akan secara langsung memperpanjang tapi kita lihat per sektornya. Secara geografi seperti apa. Kalau kita lihat memang membutuhkan perpanjangan, nanti karena kita masih survei dan studi akhir rencana pengambilan kebijakan akan lihat secara individu," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers di gedung BI Jakarta, Selasa (6/9/2022).

Menurutnya, arah stimulus OJK diharapkan akan lebih targeted kepada sektor, segmen, maupun wilayah yang dianggap masih membutuhkan.

Dian memaparkan, per Juli 2022, kredit restrukturisasi perbankan yang terdampak Covid-19 terus bergerak melandai. Kredit yang mendapatkan relaksasi pernah mencapai titik tertingginya sebesar Rp 830,47 triliun pada Agustus 2020. Per Juli 2022, restrukturisasi kredit Covid-19 tersebut telah turun menjadi sebesar Rp 560,41 triliun, menurun dibandingkan Juni 2022 yang sebesar Rp 576,17 triliun.

Dengan kebijakan yang lebih targeted ini, dampak yang diharapkan tidak hanya ke sektor perbankan saja tetapi juga sektor riil.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Rilis data Pertumbuhan PDB Australia Kuartal II-2022 (08:30 WIB).
  • Rilis data Neraca Dagang China bulan Agustus 2022 (10:00 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2022 YoY)

5,44 %

Inflasi (Agustus 2022, YoY)

4,69%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2022)

3,75%

Surplus/Defisit Anggaran Sementara (APBN 2022)

-3,92% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q2-2022)

1,1% PDB

Cadangan Devisa (Juli 2022)

US$ 132,2 miliar

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular