Newsletter

Resesi Dunia Ibarat Obat, Pahit Tapi Bikin Sehat!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 September 2022 05:59
[THUMB] Resesi
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kinerja cukup impresif pada perdagangan Rabu. Sempat jeblok hingga 1,2% tetapi sukses berbalik menguat. Rupiah masih belum banyak bergerak, sementara Surat Berharga Negara (SBN) mayoritas mengalami penguatan.

Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar menjadi perhatian utama kemarin. Sebab ada kabar pemerintah akan mengumumkan kenaikan. Isu tersebut masih akan mempengaruhi pergerakan pasar finansial Indonesia pada perdagangan Kamis (1/9/2022).

Selain itu, isu resesi dunia kembali santer setelah inflasi di zona euro meroket 9,1% year-on-year (yoy) pada Agustus, dan merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Dengan tingginya inflasi tersebut, bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) diperkirakan akan agresif menaikkan suku bunga bulan ini.

Semakin tinggi suku bunga, maka resesi semakin nyata. Meski demikian, resesi yang akan terjadi justru bisa berdampak bagus, sebab bisa menurunkan inflasi dengan cepat, ketimbang harus menghadapi lonjakan harga barang dan jasa selama bertahun-tahun.

Resesi yang bisa menjadi "obat" bagi perekonomian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 dan 4.

IHSG kemarin tercatat mampu menguat 0,27% ke 7.178,590. IHSG lama tertahan di zona merah, sebelum berbalik menguat beberapa menit sebelum penutupan perdagangan.

Sementara itu rupiah berfluktuasi dalam rentang sempit melawan dolar Amerika Serikat (AS), sebelum berakhir stagnan di Rp 14.840/US$.

Di pasar obligasi, hanya SBN tenor 3 tahun yang melemah, terlihat dari kenaikan imbal hasilnya (yield).

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.

Pelaku pasar sepertinya masih wait and see terkait kenaikan harga bahan Pertalite dan Solar.

Pemerintah memastikan harga bensin subsidi jenis Pertalite dan Solar akan mengalami kenaikan.

Hal tersebut dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menjawab pertanyaan di forum RSIS Distinguished Public Lecture: Indonesia, Singapore, ASEAN and The New Lansdscape, seperti dikutip Selasa (30/8/2022).

"Jadi kami sekarang berencana untuk menyesuaikan harga [BBM]," kata Airlangga dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan.

"Dan kami telah mengeluarkan, juga untuk mendukung kemampuan dan warga yang membutuhkan, jaminan sosial. Jadi kita merilis program untuk jaminan sosial dan ketika sebanyak 40% warga yang membutuhkan dukungan telah didukung, kami akan menyesuaikan harga dari minyak," jelasnya.

Informasi yang diterima oleh CNBC Indonesia, kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar Subsidi ini akan diumumkan 31 Agustus, dan harga baru kedua BBM tersebut akan berlaku pada 1 September 2022 ini.

Namun nyatanya belum ada pengumuman dari pemerintah.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Ambrol 4 Hari Beruntun

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street lagi-lagi gagal mencatat penguatan pada perdagangan Rabu (31/8/2022) waktu setempat. Sama seperti hari sebelumnya, di awal perdagangan ketiga indeks utama sebenarnya menguat..

Indeks Dow Jones dibuka menguat 0,4%, S&P 500 0,6% dan Nasdaq memimpin sebesar 0,9%. Tetapi di penutupan berbalik arah, Dow Jones jeblok 0,9% ke 31.510,43, S&P 500 minus 0,8% ke 3.955 dan Nasdaq turun 0,6% ke 11.816,2.

Aksi jual melanda Wall Street sejak Jumat lalu setelah ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell menegaskan akan terus menaikkan suku bunga dan menahannya dalam waktu yang lama sampai inflasi kembali ke 2%.

Bank sentral lain juga akan mengikuti The Fed. Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga menunjukkan tanda-tanda akan agresif. Anggota dewan gubernur ECB, Madis Muller mengatakan ECB seharusnya mulai mendiskusikan kenaikan 75 basis poin di bulan September.

Alhasil risiko resesi dunia menjadi semakin kencang.

Perekonomian AS juga sudah menunjukkan tanda-tanda pelambatan. Automatic Data Processing Inc. (ADP) hari ini mengumumkan sektor swasta AS sepanjang bulan Agustus menyerap 132.000 tenaga kerja, turun dari bulan sebelumnya 270.000 tenaga kerja, dan sangat jauh dari estimasi Dow Jones sebesar 300.000 tenaga kerja.

"Data kami menunjukkan pergeseran arah kecepatan perekrutan menjadi lebih konservatif, kemungkinan karena korporasi melihat sinyal-sinyal ekonomi yang tidak sejalan," kata Nela Richardsonl, kepala ekonom ADP, sebagaimana dilansir CNBC International.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Wall Street jeblok 4 hari beruntun lagi-lagi akan mengirim sentimen negatif ke IHSG dan pasar finansial Indonesia. Meski demikian, IHSG sepanjang tahun ini sangat sering bergerak berlawan arah.

Windfall dari tingginya harga komoditas membuat perekonomian Indonesia lebih kuat, yang membuat investor asing terus mengalirkan modalnya ke pasar saham.

Tercatat sepanjang tahun ini investor asing melakukan beli bersih (net buy) di Bursa Efek Indonesia senilai Rp 66,4 triliun.

Dari dalam negeri, selain penantian pengumuman kenaikan Pertalite dan Solar, rilis data purchasing managers' index (PMI) manufaktur serta inflasi juga akan menjadi perhatian. Pada Juli, PMI manufaktur tercatat sebesar 51,3, naik dari bulan sebelumnya 50,2.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di atasnya berarti ekspansi, di bawah 50 artinya kontraksi.

Sektor manufaktur Indonesia sudah 11 bulan beruntun berekspansi, jika berhasil diperpanjang lagi bahkan dengan lebih tinggi, tentunya akan menjadi sentimen positif bagi pasar finansial.

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data indeks harga konsumen (IHK). Bukan inflasi tapi diperkirakan terjadi deflasi pada Agustus.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan pergerakan IHK pada Agustus akan turun atau mencatatkan deflasi sebesar -0,11% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm). Jika ramalan ini benar maka ini akan menjadi deflasi pertama sejak Februari 2022.

Namun, inflasi secara tahunan (year on year/yoy) masih akan tinggi dan menembus 4,83% pada Agustus, melandai dari sebelumnya 4,94%.

Inflasi kini menjadi masalah utama di perekonomian dunia. Inflasi yang terlalu tinggi bisa berdampak buruk ke daya beli masyarakat. Di Indonesia inflasi pangan yang menjadi perhatian. Sebab pada bulan Juli kenaikannya lebih dari 11% dan menjadi yang tertingggi dalam 8 tahun terakhir.

Sehingga, ketika terjadi deflasi bisa menjadi angin segar, dan bisa menjadi sentimen positif ke pasar finansial. 

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Resesi Obat Penawar Inflasi

Negara-negara Barat yang mengalami inflasi tinggi kini harus menghadapi risiko resesi. Sebab, bank sentralnya sangat agresif menaikkan suku bunga. Inflasi di zona euro yang menembus 9,1% (yoy) membuat ECB diperkirakan akan mengerek suku bunga sebesar 75 basis poin di bulan ini. Jika dilakukan, maka ECB akan menyusul bank sentral AS (The Fed) yang sudah lebih dulu menaikkan sebesar itu.

Bahkan, sinyal kenaikan yang agresif dikatakan langsung oleh anggota dewan gubernur ECB, Madis Muller. Ia menyebut ECB seharusnya mulai mendiskusikan kenaikan 75 basis poin di bulan September.

Ketika suku bunga tinggi, maka ekspansi dunia usaha akan melambat, begitu juga dengan konsumsi masyarakat. Alhasil, dengan demand yang menurun, maka inflasi pada akhirnya juga turun.

Semakin merosot ekspansi dunia usaha dan konsumsi masyarakat, maka resesi akan terjadi. Ketika resesi terjadi, inflasi akan turun lebih cepat. Jadi resesi yang menyebabkan inflasi menurun lebih baik ketimbang menghadapi inflasi yang tinggi selama bertahun-tahun.

Kebijakan tersebut yang ditempuh bank sentral dunia saat ini, seperti The Fed meski tidak secara gamblang menyebutkan hal tersebut.

Ketua The Fed, Jerome Powell, pada pekan lalu mengatakan perekonomian AS akan merasakan "beberapa rasa sakit", tetapi jika gagal menjinakkan inflasi maka kerusakan perekonomian yang lebih besar akan dirasakan.

"Menurunkan inflasi perlu periode pertumbuhan ekonomi di bawah tren yang berkelanjutan. Dengan suku bunga tinggi, pertumbuhan ekonomi yang melambat, dan pasar tenaga kerja yang melemah akan membawa inflasi turun. Itu adalah harga yang harus kita bayarkan untuk mengurangi inflasi. Tetapi, kegagalan untuk memulihkan stabilitas harga akan menimbulkan penderitaan yang lebih besar," kata Powell dalam acara simposium Jackson Hole, Jumat (26/8/2022).

Philip Marey, analis dari Rabobank juga mengatakan resesi merupakan satu-satunya jalan untuk bisa menurunkan inflasi.

"Resesi adalah sesuatu yang buruk tetapi saat ini diperlukan dan satu-satunya cara untuk mencapai apa yang kita inginkan (penurunan inflasi), dimana masyarakat tidak mengeluarkan lebih banyak uang karena harga barang yang semakin mahal," kata Marey, sebagaimana dilansir Reuters, Senin (22/8/2022).

Artinya, resesi memang berdampak buruk bagi pasar finansial dalam jangka pendek, tapi dalam jangka panjang jika inflasi akhirnya turun, maka akan berefek bagus.

Selain itu, resesi juga akan menurunkan harga minyak mentah. Lihat saja bagaimana isu "setan" resesi ini membuat harga minyak mentah ambrol dalam beberapa hari terakhir. Padahal itu baru sebatas isu saja, resesi belum terjadi.

Penurunan harga minyak mentah akan disambut baik. Sebab, salah satu pemicu tingginya inflasi di tahun ini adalah harga energi yang meroket gila-gilaan. Jebloknya harga minyak mentah tentunya bisa menurunkan tekanan inflasi energi.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rilis Data Ekonomi & Agenda Emiten Hari Ini



Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Data neraca perdagangan Korea Selatan (7:00 WIB)
  • Data PMI manufaktur Indonesia (7:30 WIB)
  • Data belanja modal swasta Australia (8:30 WIB)
  • Data PMI manufaktur China versi Caixin (8:45 WIB)
  • Data inflasi Indonesia (11:00 WIB)
  • Data penjualan ritel Jerman (13:00 WIB)
  • Data PMI manufaktur zona euro (15:00 WIB)
  • Data tingkat pengangguran zona euro (16:00 WIB)
  • Data klaim tunjangan pengangguran mingguan AS (19:30 WIB)
  • Data PMI manufaktur AS (21:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2021 YoY)

5,44%

Inflasi (Juli 2022 YoY)

4,94%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2022)

3,75%

Surplus Anggaran (APBN 2022 per Juli)

0,57% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q2-2022 YoY)

1,1% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2022 YoY)

US$ 2,4 miliar

Cadangan Devisa (Juli 2022)

US$ 132,2 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article IHSG Sempat Karam, Ini Penyebabnya Menurut 5 Analis

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular