Rupiah Galau! Harga Pertalite Jadi Naik Gak Sih?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
31 August 2022 15:08
Uang Rupiah Baru (Dok BI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berfluktuasi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (31/8/2022), dan berada dalam rentang sempit. Pergerakan tersebut mengindikasikan pelaku pasar masih wait and see terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,03% ke Rp 14.835/US$. Tidak lama, rupiah berbalik melemah hingga 0,14% ke Rp 14.860/US$.

Setelahnya, rupiah bergerak dalam rentang tersebut. Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.840/US$, stagnan atau sama persis dengan penutupan Selasa kemarin.

Isu kenaikan Pertalite menjadi perhatian utama. Pemerintah memastikan harga bensin subsidi jenis Pertalite dan Solar akan mengalami kenaikan.


Hal tersebut dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menjawab pertanyaan di forum RSIS Distinguished Public Lecture: Indonesia, Singapore, ASEAN and The New Lansdscape, seperti dikutip Selasa (30/8/2022).

"Jadi kami sekarang berencana untuk menyesuaikan harga [BBM]," kata Airlangga dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan.

"Dan kami telah mengeluarkan, juga untuk mendukung kemampuan dan warga yang membutuhkan, jaminan sosial. Jadi kita merilis program untuk jaminan sosial dan ketika sebanyak 40% warga yang membutuhkan dukungan telah didukung, kami akan menyesuaikan harga dari minyak," jelasnya.

Informasi yang diterima oleh CNBC Indonesia, kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar Subsidi ini akan diumumkan hari ini, dan harga baru kedua BBM tersebut akan berlaku pada 1 September 2022 ini.

"Pada hari Senin (29/8/2022) akan ada rapat lanjutan mengenai tindak lanjut rapat-rapat sebelumnya," ungkap sumber tersebut kepada CNBC Indonesia, Sabtu (27/8/2022).

Namun, hingga sore ini, belum ada pengumuman dari pemerintah.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rupiah Selalu Jadi Korban Kenaikan BBM

Jika melihat ke belakang, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Jko Widodo (Jokowi), BBM subsidi dinaikkan sebanyak 5 kali.

SBY menaikkan sebanyak 4 kali, sementara Jokowi sekali di 2014 saat pertama kali menjabat sebagai RI 1.

Pada 2005 lalu, SBY menaikkan BBM subsidi sebanyak dua kali, pada Maret sebesar 29% dan pada Oktober sebesar 114%.

Kemudian pada Mei 2008, pemerintah kembali menaikkan BBM sebesar 28% pada Mei 2008. Sebelum selesai menjabat dua periode, SBY juga menaikkan BBM sebesar 30% pada Juni 2013.

Jokowi yang mulai menjabat menjadi presiden sejak Oktober 2014 langsung menggebrak dengan menaikkan BBM sebesar 34%.

Jika melihat kenaikan-kenaikan sebelumnya, rupiah selalu jadi "korban" kenaikan BBM subsidi.

Di akhir Oktober 2014, sebelum kenaikan BBM Premium, rupiah berada di kisaran Rp 12.080/US$ kemudian terus melemah hingga menyentuh Rp 12.930/US$ pada pertengahan Desember. Pelemahannya tercatat lebih dari 7% dalam satu setengah bulan.

Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% year-on-year (yoy). Rupiah pun terus mengalami pelemahan hingga menembus ke atas Rp 10.000/US$. Pelemahan rupiah diperparah dengan isu tapering The Fed.

Pada 2008, BBM dinaikkan Mei, tidak lama berselang rupiah melemah sekitar 1,7%. Sementara di 2005 saat dua kali kenaikan, rupiah merespon berbeda. Kenaikan pertam direspon dengan merosot 5,9%, sementara yang kedua malah menguat 6,5%.

Jika dilihat sepanjang tahun, setiap terjadi kenaikan BBM rupiah selalu tercatat melemah. Pada 2005 pelemahannya sekitar 6%, dan 2008 sebesar 15,5%.

2013 lebih parah lagi, rupiah jeblok lebih dari 26%, sekali lagi karena ada isu tapering The Fed. Terakhir 2014, pelemahan rupiah tipis 1,8%, tetapi karena BBM baru dinaikkan pada bulan November. Pelemahan rupiah berlanjut hingga 2015, tercatat sekitar 11%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular